PEKANBARU (RA) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Palang Merah Indonesia (PMI) Riau Tahun Anggaran 2019-2022.
Mereka adalah Syahril Abu Bakar, mantan Ketua PMI Riau, dan Rambun Pamenan, Bendahara PMI Riau.
Untuk nama terakhir, Kejati langsung melakukan penahanan pada Senin (9/12/2024), bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi Dunia (Harkordia).
"Yang kita tahan adalah salah satu Bendahara PMI Riau dengan kerugian negara lebih dari Rp1 miliar," kata Wakil Kepala Kejati (Wakajati) Riau, Rini Hartatie, Senin malam.
Kasus ini bermula dari dana hibah yang diterima PMI Riau dari Pemerintah Provinsi Riau sebesar Rp6,15 miliar selama periode 2019-2022.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Riau, kedua tersangka diduga menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi.
"Dana hibah digunakan tidak sesuai peruntukannya. Tersangka Rambun Pamenan bahkan membuat nota pembelian fiktif, memalsukan dokumen, dan melakukan mark-up harga," sambung Wakajati.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa modus lain yang digunakan adalah memotong dana yang seharusnya diterima pihak berhak serta pembayaran gaji kepada pengurus fiktif.
"Akibatnya, negara dirugikan sebesar Rp1,11 miliar," ungkapnya.
Penahanan Tersangka dan Proses Hukum
Rambun Pamenan resmi ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru untuk 20 hari ke depan, mulai 9 hingga 28 Desember 2024.
Sementara Syahril Abu Bakar belum memenuhi panggilan penyidik sebagai tersangka.
"ami sudah memanggil kedua tersangka. Namun, hanya Rambun Pamenan yang hadir, sedangkan Syahril Abu Bakar belum memenuhi panggilan," jelas Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Riau, Zikrullah terpisah.
Keduanya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kajati Riau menegaskan bahwa Kejati Riau berkomitmen untuk menangani kasus ini secara transparan dan akuntabel.
"Penegakan hukum ini dilakukan untuk memastikan keadilan dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang," tutup Zikrullah.