RIAU (RA)- Ribuan hektar kawasan hutan yang berstatus Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Lindung Bukit Betabuh dan kawasan Hutan Penyangga Bukit Tigapuluh, di Desa Alim II Kecamatan Batangcenaku, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), hancur porak poranda dibabat dan dibakar selanjutnya disulap menjadi perkebunan sawit.
Seperti yang dilakukan Iskandar Wijaya, warga Baganbatu Rohil, membabat dan membakar kawasan lindung itu mencapai 500 hektar dan sudah memulainya menanam sawit. Kelompok Salapi warga asal Sumut juga ikut membabat kawasan hutan lindung itu mencapai 500 hektar yang sudah menanaminya dengan karet dan kelapa sawit.
Alpon Simarmata membabat kawasan lindung itu lebih dari seratus hektar, begitu juga Lukman membabat kawasan lindung dan HPT sekitar 100 hektar lebih. Belum lagi warga pendatang lainnya yang latah ikut membabat kawasan hutan yang dilindungi pemerintah itu, dengan menggarap 10-25 hektar per KK.
Demikian dikatakan Dua tokoh masyarakat Desa Alim, Kecamatan Batangcenaku, Inhu, Thamrin Syam dan Ketua BPD Desa Alim, Hendrik Alfian kepada wartawan di Pematangreba, terkait tudingan kepada mereka melakukan penjualan lahan kawasan hutan lindung Bukit Batabuh dan Hutan Produksi Terbatas di Desa Alim.
"Sumpah mati, kami tidak ada menjual kawasan hutan lindung Bukit Betabuh, HPT maupun hutan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Sumpah Kacau Timah pun kami berani, karena kami tidak ada menjual lahan kawasan lindung itu kepada Toton Naibaho, atau kepada siapapun," Kata Thamrin Syam dan Hendrik Alfian.
Baik Thamrin Syam yang mantan Anggota DPRD Inhu ini maupun Hendrik Alfian yang masih menjabat sebagai Ketua BPD Desa Alim membeberkan yang menjual itu adalah, kelompok masyarakat (Pokmas) pimpinan Japri dan A Rais menjual lahan itu sekitar 120 hektar.
Pokmas pimpinan Lisman Bonjol dan Hamdani menjual lahan itu sekitar 40 hektar, Pokmas Rudi Hartono sekitar 52 Hektar, Pokmas Sahak sekitar 30 Hektar dan Pokmas Armen sekitar 40 hektar.
Thamrin mengakui namanya ada dimasukkan di Pokmas Sahak, itupun karena merasa kasihan tidak mendapatkan rezeki dari hasil penjualan lahan tersebut. Sedangkan Hendrik sama sekali tidak dimasukkan namanya, hanya saja dalam surat jual beli itu Hendrik yang juga selaku Batin pemangku adat turut menanda tangani surat jual beli dalam kapasitasnya sebagai Batin adat.
Hanya saja, kata Thamrin dan Hendrik secara bergantian, masuknya Toton Naibaho membuka lahan untuk berkebun di desanya dengan komitmen membangun infrastuktur kawasan desa berupa pembangunan badan jalan baru sepanjang 26 Km, sehingga menyatunya lokasi Alim I dan Alim II yang merupakan satu wilayah pedesaan.
Kalau mau diusut masalah pembabatan dan pembakaran lahan di wilayah itu, tidak hanya terhadap Toton Naibaho saja yang hanya menggarap sekitar 300 hektar, tapi masih banyak yang membabat kawasan hutan apapun itu statusnya, yang hingga kini tidak ada yang mempermasalahkan, padahal mereka selaku pembabat kawasan lindung itu sama sekali tidak ada kontribusinya terhadap desa.
Kasi Tipiter Polres Inhu yang melakukan peninjauan terhadap pembakaran dan pembabatan lahan yang diduga kawasan lindung, Iptu Afdan mengatakan, sudah melakukan peninjauan terhadap lokasi yang diduga terbakar bersama pihak Dinas Kehutanan Inhu.
Juru ukur Dishut Inhu yang ikut bersama tim, F Nababan mengatakan, dari hasil pengukurannya sementara dengan peralatan GPS, bahwa lahan yang dibabat merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas, dan yang dibakar hampir keseluruhan lahan yang sudah dibabat.
Menurut Nababan, kawasan HPT yang dibabat dan dibakar itu yang masuk Kabupaten Inhu, Riau sekitar 500 hektar, sedangkan yang masuk Provinsi Jambi Kabupaten Tebo tidak dilakukan pengukuran, karena titik kordinatnya hanya sampai tapal batas Riau (Inhu) - Jambi (Tebo) saja. (Dr)
