Saat Matahari Mati, Apakah Itu Kiamat?

Saat Matahari Mati, Apakah Itu Kiamat?
Saat Matahari Mati, Apakah Itu Kiamat? (Foto: Paul Andrew via Daily Mail)

Riauaktual.com - Perisai magnet Bumi tidak selamanya kuat melindungi planet kita. Angin Matahari akan semakin kuat menghantam saat bintang di pusat Tata Surya ini akhirnya mati. Ketika hal itu terjadi, ilmuwan tidak menyebut kiamat adalah akhir segalanya, melainkan akan muncul kehidupan baru di planet yang juga baru.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan 21 Juli 2021 di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, sekelompok tim astronom menghitung bagaimana intensitas angin Matahari akan berevolusi selama 5 miliar tahun ke depan, ketika bintang kita tersebut kehabisan energi bahan bakar hidrogen untuk membakar dan membengkak menjadi raksasa merah yang luar biasa.

Ketika itu, angin Matahari akan menjadi sangat kuat sehingga akan mengikis perisai magnet Bumi hingga habis tak bersisa. Setelah itu, sebagian besar atmosfer planet kita akan tertiup ke luar angkasa. Kehidupan apa pun di Bumi yang berhasil bertahan hingga saat itu, akan musnah.

"Kita tahu bahwa angin Matahari di masa lalu mengikis atmosfer Mars. Tidak seperti Bumi, Mars tidak memiliki magnetosfer skala besar yang bisa melindunginya," kata rekan penulis studi Aline Vidotto, astrofisikawan di Trinity College Dublin, Irlandia.

"Apa yang tidak kami duga adalah bahwa angin Matahari di masa depan dapat merusak planet, termasuk yang dilindungi oleh medan magnet seperti Bumi," sambungnya, seperti dikutip dari Live Science, Rabu (15/9/2021).

Kiamat Bumi dan kehidupan baru

Miliaran tahun dari sekarang, Matahari kita, seperti semua bintang di alam semesta, pada akhirnya akan kehabisan hidrogen yang memicu reaksi nuklir di intinya. Tanpa bahan bakar ini, inti Matahari akan mulai berkontraksi di bawah gravitasinya sendiri, sementara lapisan luar bintang mulai mengembang. Akhirnya, Matahari akan menjadi bola merah besar yang radiusnya meluas jutaan mil di luar batas-batasnya saat ini.

Saat atmosfer luar Matahari mengembang, ia akan menembus setiap planet yang dilaluinya. Merkurius dan Venus hampir pasti akan ikut lenyap dan kemungkinan besar Bumi juga. Setelah satu miliar tahun atau lebih berekspansi, Matahari pun akan runtuh kemudian mengerdil. Inilah napas terakhir Matahari hingga nantinya akan samar-samar membara selama beberapa miliar tahun hingga akhirnya hanya bisa berkedip-kedip sepenuhnya.

Berdasarkan model magnetosfer, setiap planet selalu 'dihancurkan' oleh intensitas angin Matahari. Satu-satunya cara bagi sebuah planet untuk mempertahankan medan magnetnya sepanjang seluruh perjalanan evolusi bintang adalah jika planet itu memiliki medan magnet 100 kali lebih kuat dari Jupiter saat ini, atau 1.000 kali lebih kuat dari Bumi.

"Studi ini menunjukkan kesulitan sebuah planet mempertahankan magnetosfer pelindungnya di seluruh fase cabang raksasa evolusi bintang," kata penulis utama studi Dimitri Veras, seorang astrofisikawan di University of Warwick di Inggris.

Alhasil, selain menjadi pengingat bahwa kehidupan di Bumi akan kiamat, penelitian ini berimplikasi pada pencarian kehidupan di luar Bumi. Beberapa astronom berpikir bahwa bintang kerdil putih berpotensi menampung planet yang dapat dihuni di orbitnya, sebagian karena bintang 'mati' ini tidak menghasilkan angin Matahari.

Jadi, jika kehidupan memang ada di planet mirip Bumi di sekitar bintang kerdil putih, maka kehidupan itu pasti berevolusi setelah 'fase bola raksasa merah' dari bintang itu berakhir.

Dengan kata lain, sangat tidak mungkin kehidupan di planet mana pun dapat bertahan dari kematian Mataharinya. Namun, kemungkinan kehidupan baru dapat muncul dari debu-debu lama begitu Matahari menyusut dan berhenti melepaskan angin kencang. Kemungkinan, untuk beberapa planet di luar sana di alam semesta, itu artinya terbentuk sebuah kehidupan baru seperti di Bumi.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index