Riauaktual.com - Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyentil sepak terjang sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Maju. Dia menyebut, saat ini ada sejumlah pembantu Presiden Jokowi yang terkesan elitis. Kritikan ini mengundang tanda tanya, siapa yang disentil pengurus teras Muhammadiyah itu?
Kritikan Abdul Mu’ti itu disampaikan lewat cuitan di akun Twitter miliknya, @Abe_Mukti, Rabu (8/9). Hingga semalam, cuitan itu sudah disukai hampir 800-an warganet, di-retweet 179 orang dan dikomentari hampir 50-an orang.
“Pak Jokowi adalah presiden yang merakyat, peduli kepada rakyat dan kaum alit. Tetapi, sebagian menterinya justru elitis, sikap dan kebijakannya jauh dan menjauhkan diri dari rakyat. Eman-eman (sayang sekali),” demikian isi cuitannya.
Sayangnya, eks Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ini tidak menyebut langsung, siapa menteri yang elitis itu. Namun, banyak pihak yang menafsirkan, kalau sentilan Mu’ti itu ditujukan pada Nadiem Makarim.
Apalagi, Guru Besar Bidang Pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Jakarta ini, baru-baru ini cukup vokal mengkritik sejumlah kebijakan yang dibuat Nadiem Makarim. Yang terbaru, yakni rencana pembubaran BSNP dan penetapan syarat untuk dana BOS (bantuan operasional sekolah).
Meskipun belum bisa dipastikan, siapa menteri Jokowi yang elitis, namuan sentilan Abdul Mu’ti ini mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Termasuk dari elite parpol dalam koalisi pemerintah.
Ketua DPP PKB, Daniel Johan mengaku tidak tahu siapa menteri elitis yang dimaksud Sekum PP Muhammadiyah itu. Namun dia memastikan, menteri elitis yang dimaksud itu bukan berasal dari PKB.
“Kalau menteri PKB rasanya merakyat semua, karena kebetulan juga semuanya alumni santri yang berakar kuat di grassroot,” kata Daniel di Jakarta, kemarin.
Politisi Senior PDIP, Hendrawan Supratikno menilai, sentilan elite Muhammadiyah itu merupakan masukan yang harus direnungkan. Hal ini penting untuk introspeksi, khususnya para pemegang jabatan untuk lebih dekat dengan rakyat.
“Jangan sampai kita silau dengan jabatan dan aksesori kekuasaan dan melupakan aspek substantif modal sosial kita, yaitu semangat kebersamaan dan kepedulian sosial,” ujar anggota Komisi XI DPR ini.
Pendiri lembaga survei KedaiKOPI Hendri Satrio mengatakan, soal menteri elitis, bukan hal baru di pemerintahan Jokowi. Karena banyak pembantu presiden yang sudah elite sejak lahir.
“Tapi kalau Muhammadiyah yang bicara, mungkin ini tertuju pada Menteri Nadiem yang elite. Kan dia gayanya (elite-red). Sampai saat ini, saya belum pernah dengar dia menemui aktivis mahasiswa tuh,” ulas pria yang akrab disapa Hensat itu kepada Rakyat Merdeka, semalam.
Meski begitu, cuitan Mu’ti tidak sepenuhnya berkonotasi buruk bagi presiden. Dari narasinya, pria yang menolak jabatan wakil menteri pendidikan dan kebudayaan ini, juga memuji Jokowi.
“Artinya, diharapkan ada kekompakan di pemerintah untuk mengikuti gaya Pak Jokowi yang tidak elitis menurut Pak Mu’ti,” terang Hensat.
Pengamat dan praktisi pendidikan, Indra Charismiadji juga menduga, sentilan Muhammadiyah mengarah ke Nadiem. Menurutnya, bos GoJek itu hampir tidak pernah turun ke lapangan untuk sekadar ngecek pendidikan di tengah pandemi.
“Dia mau ke Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah saja saat ada masalah doang,” sindirnya.
Dari segi kebijakan publik pun, kata dia, Nadiem kerap membuat kegaduhan. Banyak kebijakan Nadiem yang selama ini diprotes oleh masyarakat maupun para stakeholder pendidikan, karena kurang mendengar masukan dari berbagai pihak.
“Memang dia nggak pernah tahu apa-apa kok. Makanya berantakan semua. Kalau hasil observasi nggak mungkin gaduh terus kan,” tukas Indra.
Ketua Koalisi Prodem untuk Pendidikan Nasional (KP2N), Rahmat Sanjaya mendesak Nadiem berani dan sering turun ke sekolah-sekolah. Agar terkesan tidak elitis dan bisa merakyat. Jika tidak mau jauh dari kantor atau kediamannya, Nadiem bisa tengok sekolah di Ibu Kota.
“Banyak siswa yang tak mau ikut belajar via zoom. Lalu gurunya bingung harus bagaimana. Saya pikir ini yang harus jadi perhatian menteri. Jadi sekali-kali baiknya kontrol ke bawah jangan terlalu elitis,” Rahmat.
