Jagoannya Kalah Di Kantong-kantong Islam, Prabowo Ditinggalin Umat?

Jagoannya Kalah Di Kantong-kantong Islam, Prabowo Ditinggalin Umat?
Prabowo Subianto/Net

Riauaktual.com - Pilkada Serentak 2020 memberikan tanda-tanda kurang baik buat Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Para jagoan yang diusung partainya kalah di kantong-kantong Islam. Apakah ini menandakan Prabowo sudah ditinggal umat?

Pada Pilpres 2019, Prabowo sangat kuat di kantong-kantong Islam. Seperti di Banten, Jawa Barat (Jabar) dan Sumatera Barat (Sumbar). Di daerah ini, perolehan suara Prabowo, yang saat itu berpasangan dengan Sandiaga Uno, jauh mengungguli Jokowi-Ma’ruf Amin. Namun, nasib di Pilkada 2020 berbeda jauh. Jagoan-jagoan Prabowo di daerah itu kalah.

Misalnya, di Depok, Jabar. Jagoan yang diusung Gerindra, Pradi Supriatna-Afifah Alia, tertinggal dari lawannya, Mohammad Idris-Imam Budi Hartono.

Dalam rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok yang sudah mencapai 98 persen, Pradi-Afifah memperoleh 44,4 persen. Tertinggal jauh dari Idris-Imam yang sudah perolehan 55,6 persen.

Sementara, di Kabupaten Bandung, Jabar, jagoan Gerindra, Kurnia Agustina-Usman Sayogi, hanya meraup 30,8 persen suara. Kalah jauh dari Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan yang meraup 56,5 persen.

Di Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, juga sama. Berdasarkan rekapitulasi sementara KPU Tangsel, keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati, yang maju mendampingi Muhamad, hanya memperoleh 35,5 persen. Tertinggal dari calon petahana Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan yang memperoleh 40,6 persen.

Di Sumbar juga demikian. Calon Gerindra, Nasrul Abit-Indra Catri, hanya mampu menduduki posisi kedua dalam perhitungan sementara di KPU. Nasrul-Indra memperoleh 30,4 persen. Mereka tertinggal dari Mahyeldi-Audy Joinaldy yang sudah meraup 33,4 persen.

Mengapa bisa demikian? Apa ada hubungannya dengan keputusan Prabowo gabung dengan koalisi Jokowi?

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, banyak kemungkinan yang menyebabkan Gerindra kalah di kantong-kantong Islam. Salah satunya, Gerindra punya banyak kompetitor di lingkaran kanan, seperti PKS, PAN dan Demokrat.

"Bukan semata-mata Prabowo masuk kabinet. Tapi  memang karena kurang jeli saja melihat calon. Sehingga memaksakan diri untuk mengajukan calon sendiri, padahal calonnya belum kuat," ujar pria yang akrab disapa Hensat ini, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Dengan kondisi ini, dia memprediksi kharisma Prabowo di tahun 2024 bisa hilang seiring berjalannya waktu. Selain karena dinamika politik, faktor kemunculan calon alternatif muda juga mengancam elektabilitas lulusan Akademi Militer tahun 1974 ini.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menyebut hal lain yang membuat Prabowo banyak ditinggal umat.Yakni, keputusan “bercerai” dengan PKS.

Contohnya di Depok dan Sumbar, yang menjadi basis PKS, Gerindra memilih mengajukan calon yang berbeda dengan PKS. "Ketika Pilkada, mereka berpisah, berjuang masing-masing. Beda ketika Pilpres," katanya, tadi malam.

Ujang menambahkan, sikap Prabowo dalam kasus Rizieq Shihab juga berpengaruh. Sebab, secara tidak langsung pendukung PKS dan pengikut Rizieq terbilang satu ideologi. Di Pilkada 2020, pendukung Rizieq lebih condong ke PKS.

Selain itu, penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo juga membuat Gerindra kelimpungan. Ujang menggarisbawahi, penangkapan Edhy berpengaruh pada perolehan suara Muhamad-Saras di Pilkada Kota Tangsel. Apalagi, arah angin tidak menguntungkan Prabowo. Sebab, semua mata sedang tertuju padanya usai penangkapan Edhy.

Meski begitu, dia menyebut masih terlalu dini mengaitkan hasil Pilkada 2020 dengan Pilpres 2024. Soal elektabilitas, Prabowo bisa mengubahnya. Contohnya, saat ini. Elektabilitas Prabowo dan Gerindra terbilang mulus. Sebab, di satu sisi Prabowo masuk ke dalam pemerintahan. Di sisi lain, Gerindra masih punya tukang kritik pemerintah.

Bagaimana tanggapan Gerindra? Wakil Sekretaris Jenderal Gerindra Kawendra Lukistian mengatakan, tidak ada hubungannya antara kekalahan Pilkada dengan Prabowo yang ditinggal pendukungnya dari basis kanan.

"Nggak related (berhubungan) juga. Contoh, survei di Sumbar, itu Gerindra hampir 30 persen. Kalau Pilkada itu kan memang banyak spektrum yang jadi pertimbangan orang memilih," ujar Kawendra.

 

 

Sumber: RMco.id

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index