Hakim Cantik Meninggal karena Covid-19, Suami Curhat di Medsos, Sedih Banget!

Hakim Cantik Meninggal karena Covid-19, Suami Curhat di Medsos, Sedih Banget!
Amirah Lahaya

Riauaktual.com - Hakim cantik Amirah Lahaya (31) meninggal dunia pada Rabu (23/9) karena terinfeksi virus corona atau Covid-19. Ia dimakamkan di Gowa Sulawesi Selatan.

Kepergian Amirah untuk selama-lamanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga besarnya, terutama suami tercinta, Muhammad Ihsan Harahap Daeng Rate.

Perempuan kelahiran 21 Februari 1989 itu meninggalkan seorang anak yang baru berusia 16 bulan. Namanya Aruna Zakiyah Ihsan.

“Mohon doanya untuk Aruna Zakiyah Ihsan. Putri kami yang berusia 16 bulan. Semoga Aruna tumbuh menjadi anak yang sehat, salehah, cerdas, dan bermanfaat untuk orang banyak,” kata suami Amirah, Ihsan Harahap melalui akun Twitternya, @ihsanjie, Jumat (25/9).

Amirah Lahaya usai sebagai hakim. (Twitter/@ihsanjie)

Ihsan menceritakan detik-detik istrinya menjalani perawatan di rumah sakit hingga meninggal dunia.

Ia mencurahkan isi hati dan kesedihannya ditinggal istri tercinta melalui thread. Simak thread berikut ini:

Bismillah, ini hari kedua sejak istriku dimakamkan di Pemakaman Khusus Covid di Macanda, Gowa, Sulawesi Selatan. Setelah pemakaman di malam itu, aku kembali lagi ke rumah isolasi mandiri. Seorang diri.

Tepat 7 hari lalu, Jumat (18/09/2020), saat masih di-opname di RS non-covid, kamu ingin menonton adegan ketika Zainuddin dan Hayati berbincang di akhir film, di mana Hayati membacakan surat perpisahannya. Seolah itu pesanmu sendiri kepadaku bahwa sebentar lagi kita akan berpisah.

Kita selesai menonton film itu pada pukul 10.00 pagi. Tidak lebih dari 15 menit kemudian, dokter menelfonku, aku terisak. Aku sengaja mengambil jarak darimu. Dokter mengatakan hasil swab kemarin positif. Di sanalah Allah memberikan tanda kepergianmu.

Siang hari menjelang sore, kamu dipindahkan ke RS Sayang Rakyat, 1 dari 3 RS di Sulsel yg khusus menangani covid. Ingatkah kamu, kita berangkat pukul 15.10? Itulah saat terakhir kali aku mendampingimu di dalam ambulans. Sesampai di RS, kita berpisah. Aku diminta isolasi mandiri.

Esoknya, Sabtu (19/09/2020), dokter mengabariku bahwa kamu harus dipindahkan ke ICU. Memang kadar trombosit, leukosit, dll, dalam darahmu terus turun semenjak diopname di RS sebelumnya. Tubuhmu berjuang melawan virus itu. Engkau selalu mengabariku meski sakitmu semakin parah.

Ahad, 20 September 2020, tepat di ulang tahunku yang ke-28, kamu mengucapkan selamat untukku. Meski hatiku hancur lebur. Kamu, Aruna, aku, tinggal di tiga tempat berbeda. Kusemangati kamu untuk terus berjuang hingga sembuh.

Namun kondisimu terus menurun. Senin berlalu, selasa berlalu. Rabu datang, dan kamu telfon aku baik-baik, meminta izin untuk dipasangkan ventilator karena saturasi oksigen di tubuhnya tinggal 74%. Kubaca di internet, saturasi untuk tetap hidup minimal 95%.

Dokter menelfonku bahwa setelah dipasangi ventilator, saturasinya naik ke 90%. Beberapa menit kemudian, dokter memberitahu lagi, saturasinya turun sedikit demi sedikit. Aku diminta berdoa.

Tidak berapa lama, seorang perempuan menelfonku, dia perawat di ruangan ICU. “Ibu sudah tidak ada, pak”. Di situlah duniaku tiba-tiba gelap, langit runtuh, tanah yang kupijak amblas ditelan bumi.

Aku diminta datang segera ke RS Sayang Rakyat. Di sana sudah ada ibumu, ayahmu, adik, dan pamanmu. Aku harus kelihatan tegar di depan mereka. Meskipun separuh jiwaku, yaitu Amirah, sudah dipanggil ke haribaan-Nya.

Amirah Lahaya menggendong anaknya yang baru berusia 16 bulan

Sebagai seorang suami, aku ingin melaksanakan wasiatmu: dibersihkan jenazah dan disalatkan. Aku membawa pakaian ganti, dan tim dokter dan perawat memakaikanku APD selama 30 menit.

Ketika APD-ku telah terpasang dengan rapat, perawat yang mendampingi memegang pundakku sebelum masuk ke ruang pemulasaran jenazah. Aku berusaha tegar. Aku tidak boleh menangis di depanmu.

Sedihku tak terbayang di hati, namun aku tak mau menangis. Di ruang itulah, aku melihatmu kembali. Wajahmu tidak berubah, tiada beda seperti ketika aku membuka pintu kamar tidur kita dan melihatmu tertidur bersama Aruna, ketika engkau masih hidup.

Berlapis-lapis kain disiapkan, dengan disinfektan berkali-kali. Aku bangga karena aku menunaikan wasiatmu. Tanganku sendirilah yang membersihkan jenazahmu, membelai wajahmu terakhir kali.

Setelahnya, aku dan para perawat membungkus jenazahmu. Amirah, kamu cantik dan selalu tersenyum seperti saat hidupmu. Tak terasa, proses mengkafanimu telah selesai. Aku memimpin salat jenazah. Pintu dibuka sedikit, agar keluargamu bisa ikut salat 25 meter di belakang sana.

Takbir pertama kumulai. Kubacalah al Fatihah. Teringatlah diriku, kenangan saat kita sering salat berjamaah di kamar, dan engkau di belakangku. Kini, engkau kusalatkan untuk perjalanan menuju Tuhan.

Takbir kedua, kubaca salawat Nabi. Teringatlah aku kembali, dirimu yang sering memintaku bersalawat dengan suara yang terdengar. Engkau sering memintaku bersalawat saat hatiku tak tenang. Takbir kedua itu kuhayati dengan harapan agar kau diberi syafaat di Padang Mahsyar kelak.

Takbir ketiga, kumohonkan ampunan Allah untukmu. Allahummaghfirlaha warhamha waafiha wa’fuanha. Ya Allah, ampunilah, sayangilah, selamatkan, dan maafkan semua kesalahan istriku!

Takbir keempat, kututup doa yang diajarkan Nabi: Ya Allah, janganlah engkau meluputkan kami akan pahalanya, jangan tinggalkan fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami, dan ampunilah dia. Kututup dengan salam dan doa untukmu.

Tim Satgas pun datang, bersama ambulan, dan kendaraan pengawal. Mereka menaikkanmu ke sana, dan menungguku selesai mandi, bersih2, dan proses lainnya, agar bisa ikut mengantarkanmu ke tempat terakhirmu di dunia.

Pukul 22.30, berangkatlah kita menuju Pemakaman Pemprov Sulsel di Macanda, Gowa. Di sana, dibuka tanah baru untuk kompleks pemakaman khusus covid.

Di gerbang pemakaman, sesuai protokol, di sana kita berdoa, tepat di luar ambulans di mana engkau terbaring. Ustaz Azizi, masih kuingat namanya, yg memimpin doa untk keselamatanmu. Hingga Jumat tadi Pesantren Gontor, kantor, & beberapa masjid pun turut tunaikan salat gaib untukmu

Selamat jalan istriku. Aku dan Aruna ikhlas menerima semuanya, seperti ajaranmu kepadaku semasa hidupmu yang indah itu. Cintamu yang suci telah mengubah hidupku. Selamat jalan bidadari surgaku. Insyaallah engkau syahid karena berpulang oleh wabah. Sampai jumpa lagi di alam sana!

 

 

Sumber: Pojoksatu.id

 

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index