Ekonomi Diprediksi Minus 0,4%, Sri Mulyani Kewalahan Hadapi Virus Covid-19

Ekonomi Diprediksi Minus 0,4%, Sri Mulyani Kewalahan Hadapi Virus Covid-19
foto : internet

Riauaktual.com - Pemerintah semakin waswas dengan penyebaran virus corona yang kian massif. 

Pemerintah pun menyampaikan skenario terburuk yang akan dialami jika pandemi asal Wuhan ini terus berlanjut.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani menuturkan, skenario buruk pertama perekonomian nasional hanya tumbuh minus 0,4 persen pada tahun ini. 

“Kami bersama Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh 2,3 persen, bahkan dengan skenario terburuk, bisa minus 0,4 persen,” katanya dalam konferensi pers melalui video, kemarin. 

Menurutnya, skenario terburuk bisa terjadi jika pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat, menjadi 3,2 persen dalam skenario berat, hingga 1,6 persen dalam skenario sangat berat. 

Kemudian, pertumbuhan konsumsi pemerintah hanya tumbuh 6,83 persen atau 3,73 persen yang berpotensi meningkatkan defisit hingga 5,07 persen. Hal ini diikuti dengan konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga turun 1,78 persen hingga 1,91 persen. 

Penyebab lainnya, yakni kinerja investasi yang kurang positif, hanya tumbuh 1 persen, atau bahkan menurun 4 persen. Selanjutnya, ekspor yang menurun tajam 14-15,6 persen serta impor turun 14,5-16,65 persen. 

Sri Mulyani mengatakan, sektor rumah tangga merupakan bagian perekonomian yang paling terkena dampak pandemi corona. “Ini karena dari sisi konsumsi mereka tidak melakukan aktivitas ekonomi,” ujarnya. 

Selain sektor rumah tangga, Sri Mulyani juga menyebut, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan sektor yang terpukul. 

Tak hanya itu, korporasi juga akan mengalami tekanan dari sisi rantai pasokan dan perdagangan. Hal ini kemudian akan merembet ke sektor keuangan. 

Skenario buruk kedua, nilai tukar rupiah bisa mencapai Rp 17.500 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara dalam skenario sangat berat alias buruk sekali, nilai tukar rupiah bisa menembus level Rp 20.000 per AS. Ketiga, tingkat inflasi tahun ini juga diperkirakan akan meleset dari target. 

Dalam skenario berat Sri Mulyani, inflasi 2020 akan mencapai 3,9 persen dan skenario sangat berat inflasi akan tembus 5,1 persen. 

Harga minyak mentah Indonesia (ICP) di skenario terburuk berada di level 38 dolar AS per barel dan skenario sangat berat ICP berada di level 31 dolar AS per barel. 

BI Tahan Nilai Rupiah 

 

Di kesempatan sama, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo menegaskan, pihaknya akan mengantisipasi agar nilai tukar rupiah tak mencapai skenario terberat apalagi terburuk. “Skenario-skenario yang berat dan sangat berat adalah skenario untuk mengantisipasi supaya tidak terjadi,” ujarnya. 

Perry menegaskan, rupiah saat ini berada pada tingkat yang memadai dibanding beberapa waktu lalu. Perry meyakini dampak virus corona dapat diatasi. BI juga berkomitmen untuk menahan nilai tukar rupiah. 

“Baik dari aspek kemanusiaan, dunia usaha, sektor keuangan dan juga stabilitas pasar kita dan nilai tukar rupiah,” katanya. 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Indonesia Mohammad Faisal menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diprediksi hanya akan tumbuh di kisaran 2 persen. 

Proyeksi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia itu bisa terjadi bila wabah virus corona berakhir pada Juni 2020. 

Faisal menambahkan, masih ada skenario terburuk bila virus corona masih terus terjadi melebihi perkiraan. Peluang ekonomi Indonesia untuk tumbuh positif akan semakin menipis. 

“Negara-negara yang menjadi mitra utama ekspor Indonesia juga mengalami hal serupa. Dalam kondisi tersebut, tekanan permintaan domestik dan global akan lebih lama, sehingga sangat kecil peluang ekonomi akan tumbuh positif,” katanya. 

Tanpa lockdown, atau karantina wilayah, Faisal khawatir persoalan wabah ini bisa berlarut-larut hingga triwulan III bahkan triwulan IV-2020. 

“Dengan lockdown, penanganan wabah bisa lebih terukur dan lebih cepat, pertumbuhan ekonomi bisa dipertahankan di level positif hingga 2 persen,” jelasnya. 

Dengan kondisi darurat wabah ini, berbagai stimulus yang dikeluarkan tidak akan efektif mendorong ekonomi. Karena, berbagai aktivitas perekonomian baru bisa berjalan kembali apabila corona telah berlalu. 

Ekonom senior Eric Sugandi melihat tanpa lockdown, perekonomian Indonesia memang berisiko tumbuh di bawah 2 persen. Bahkan bisa terkontraksi jika Covid-19 mengganggu stabilitas politik dan keamanan. “Asumsinya kalau wabah terus meluas dan tidak berhenti sampai akhir tahun,” katanya.

 

 

 

Sumber: rmco.id

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index