Menari Gandrung di Dalam Air, Bukan Sekadar Sensasi tapi Demi NKRI

Menari Gandrung di Dalam Air, Bukan Sekadar Sensasi tapi Demi NKRI

Riauaktual.com - Shafa Thasya Thaeraniza (20) terlihat sedang membetulkan omprog Gandrung yang dikenakannya. Lalu dibantu oleh seorang rekannya, dia kemudian mengenakan peralatan diving di pantai Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur.

Mereka sedang mempersiapkan diri untuk menari Gandrung di bawah air, tepatnya di Selat Bali perairan Pantai Bangsring, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Rabu (4/4/2018).

Shafa tidak seorang diri, ada 24 mahasiswa dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya ikut dalam kegiatan yang masuk dalam rangkaian Banyuwangi Underwater Festival 2018.

Total ada 25 orang yang terlibat dalam kegiatan menari Gandrung di dalam air. Mereka terdiri dari 12 penyelam penari perempuan yang menggunakan kostum Gandrung lengkap dengan selendang, kain batik, kaos kaki putih, kipas dan juga omprog Gandrung untuk penutup kepala.

Sementara 8 penyelam laki-laki yang menggunakan kain dan membawa bendera umbul-umbul, serta lima pemain musik yang memainkan gong dan kenong di bawah laut. Mereka dipilih dari seleksi yang ketat, salah satunya harus memiliki lisensi diving.

Kepada Kompas.com, Shafa bercerita mereka telah melakukan persiapan sejak dua bulan yang lalu. Setelah berlatih menari Gandrung di darat, mereka belajar menari di dalam air kolam renang universitas.

"Kami bukan penari, tapi penyelam jadi agak kesusahan saat belajar menggerakkan kaki dan tangan apalagi di dalam air," jelas Shafa.

Untuk mempermudah menari di dalam air, kain panjang bagian bawah didesain longgar dan selendang mereka diberi pemberat bagian ujungnya agar tidak naik ke permukaan. Bahkan di tubuh mereka juga diberi sabuk pemberat antara 6-10 kilogram.

Mega Zalzalah (20), salah satu penyelam asal Banyuwangi mengatakan kesulitan menari dalam air laut adalah menjaga keseimbangan karena harus berjuang melawan arus. Selain itu dia harus mengatur pernapasan agar badan tetap stabil dan tidak terangkat. "Dua hari latihan di dalam laut. Susah tapi seru," kata Mega.

Para penyelam tersebut belajar menari Gandrung langsung dari Samsul, seorang penari profesional asal Banyuwangi. Untuk melatih para mahasiswa, Samsul harus bolak balik Banyuwangi-Malang. Kepada Kompas.com, Samsul bercerita sempat kesulitan mengajar para mahasiswa menari Gandrung.

"Mereka bukan penari walaupun ada yang pernah menari. Mereka adalah penyelam. Sehingga saya mengajarkan beberapa gerakan dasar tari Gandrung yang bisa dimainkan di bawah air. Kalau menari seperti di darat, jelas tidak akan mungkin bisa," kata Samsul.

Bahkan dia juga membantu memodifikasi properti tari agar bisa digunakan di dalam laut, seperti kipas yang dikaitkan ke rompi selam, omprog dimodifikasi menggunakan bahan kedap air agar tidak rusak di dalam air serta selendang diberi pemberat timah agar tidak mengambang.

"Semua kita persiapkan secara detail termasuk pertimbangan untuk keselamatan," kata Samsul.

Selama hampir 10 menit, mereka beraksi di dalam perairan Pantai Bangsring. Setelah menari lalu mereka muncul di permukaan disambut dengan tepuk tangan yang gemuruh dari para pengunjung yang memenuhi rumah apung dan sepanjang pantai Bangsring.

Bahkan saat mereka menepi ke darat, tangisan haru dan bahagia dari tim penyelam langsung pecah. "Alhamdulilah kita bisa," kata seorang penyelam penari sambil memeluk rekannya sambil menangis haru.

Indonesia Bukan Hanya Daratan, tapi Juga Lautan

Atraksi menari Gandrung di bawah air perairan Pantai Bangsring, menurut Ikhwan Arif, Ketua Kelompok Nelayan Samudra Bakti, adalah kegiatan menari yang pertama kali dilakukan di Indonesia. Kegiatan yang diinisiasi oleh kelompok nelayan tersebut merupakan rangkaian dari Hari Nelayan yang dirayakan pada 6 April dan juga kegiatan Banyuwangi Underwater Festival.

Sejak tahun 2008, kelompok nelayan Samudra Bakti telah melakukan transplantasi karang secara swadaya untuk mengembalikan perairan Pantai Bangsring yang telah rusak akibat pengeboman dan penangkapan ikan yang dilakukan secara turun temurun.

"Tahun ini masuk tahun ke-10 kami melakukan konservasi di perairan Pantai Bangsring hingga karang sudah mulai bagus dan menjadi tempat wisata yang dikenal dengan Bunder atau Bangsring Underwater yang berbasis konservasi. Kami menggandeng universitas, salah satunya Universitas Brawijaya untuk bersama-sama menggelar kegiatan ini," kata Ikhwan.

Sementara itu Dewa Gede Raka Wiadnya (58), dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya kepada Kompas.com mengatakan tari Gandrung adalah khas dari Banyuwangi dan jika ditarikan di darat sudah biasa, namun jika ditarikan di dalam air menjadi luar biasa.

"Memang tidak bisa dilihat secara langsung tetapi kita belajar bagaimana kita menikmati tarian dengan cara berbeda. Indonesia bukan hanya daratan, tapi lautan. Jadi bukan hanya sekadar mencari sensasi yang berbeda tapi juga menjaga kedaulatan perairan NKRI," kata laki-laki yang akrab dipanggil Gede tersebut.

Ia menjelaskan kegiatan tersebut merupakan kolaborasi besar bukan hanya antara nelayan Bangsring dengan Universitas Brawijaya, tapi juga Banyuwangi dan Malang termasuk adanya keterikatan batin antara para penyelam yang berasal dari berbagai daerah yang semuanya berkumpul di Banyuwangi untuk menari.

"Selama ini kita selalu memunggungi laut, padahal laut memiliki banyak potensi yang luar biasa. Mengeksploitasinya tapi lupa menjaganya. Ini adalah salah satu yang dilakukan untuk menjaga perairan laut milik Indonesia," pungkas Gede. (Wan)

 

Sumber: Kompas.com

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index