Agar Tak Ada Lagi Rekayasa Kecelakaan Tabrak Tiang Listrik

Agar Tak Ada Lagi Rekayasa Kecelakaan Tabrak Tiang Listrik
Fredrich Yunadi diperiksa KPK. ©2018 Merdeka.com/Dwi Narwoko

Riauaktual.com - Fredrich Yunadi melakukan perlawanan hukum dengan menempuh jalur praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka atas dugaan menghalangi pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Praperadilan ini kita ajukan berdasarkan permintaan Pak Fredrich, karena ada beberapa hal, pertama penetapan sebagai tersangka yang kita anggap tidak sah," ujar Ketua Tim Kuasa Hukum Fredrich, Sapriyanto Refa kemarin.

Ada dua hal yang dipersoalkan yaitu prosedur penangkapan Fredrich dan penyitaan barang bukti oleh KPK yang dinilai tidak ada hubungannya dengan kasus e-KTP. Fredrich sudah resmi ditahan pada 13 Januari dini hari. Sebelum dilakukan penahanan, Fredrich sempat dipanggil KPK pada 12 Januari 2018 lalu namun tak hadir. Hal itu sangat disayangkan kuasa hukum Fredrich.

"Hari pemanggilan untuk datang ke KPK guna diperiksa sebagai tersangka. Memang tidak hadir, beberapa hari sebelumnya kita datang meminta penundaan untuk diperiksa dengan alasan bahwa apa yang disampaikan oleh KPK malam itu bahwa Pak Fredrich ini melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud Pasal 21 yang dilakukan dengan cara salah satunya memanipulasi rekam medis. Itu kata KPK," jelasnya.

Peneliti Pusat Kajian Anti korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Hifdzil Alim menilai, jalur hukum adalah satu-satunya yang bisa digunakan untuk menahan laju dan perlawanan Fredrich. Jika KPK menang dalam praperadilan, maka ini bisa menjadi semacam 'alarm' bagi para advokat untuk tidak menghalang-halangi pemeriksaan terhadap tersangka kasus korupsi dengan merekayasa peristiwa.

"Jadi KPK nantinya bisa mempunyai basis yang kuat, sehingga tidak akan ada lagi cerita atau peristiwa soal tiang listrik maupun bakpau," ujar Hifdzil kepada merdeka.com. Jumat (19/1).

Menurut Hifdzil, mudah saja bagi KPK untuk menangkis semua yang dipersoalkan pihak Fredrich. Baik soal penahanan yang dianggap tidak sah, penetapan tersangka dan barang bukti. Ini persis seperti praperadilan pertama kali yang diajukan Setya Novanto.

KPK harus meyakinkan hakim bahwa prosedur penetapan tersangka hingga penahanan sudah sempurna. Salah satunya dengan menata waktu ke waktu dari mulai penyelidikan hingga penahanan Fredrich.

"Formil tata waktunya saja. Saya pikir itu sudah cukup kuat bagi KPK. Misalnya, mulai lidik tanggal berapa, mulai sidik tanggal berapa, mulai mengumpulkan alak bukti tanggal berapa," jelasnya.

Untuk menjawab latar belakang penetapan tersangka, KPK bisa membuktikan dengan mengeluarkan video yang dimiliki. KPK mengaku memiliki bukti visual siapa yang datang ke rumah sakit sebelum kecelakaan itu. Dan siapa yang menghubungi dokter untuk melakukan pemesanan awal kamar di rumah sakit sebelum peristiwa terjadi.

"Sepanjang bagi hakim menilai bahwa video itu tidak masuk ke pokok perkara, bisa diputar. Jadi, adu kuat hukum formilnya di praperadilan. Jadi berkutik atau tidaknya ya ditunggu saja setelah praperadilan," katanya.

Untuk diketahui, melalui kuasa hukumnya, Sapriyanto Refa, Fredrich mendaftarkan gugatan praperadilan ke PengadilanJakarta Selatan (PN Jaksel). Refa menilai KPK telah menyalahi mekanisme perihal pemanggilan seorang saksi maupun tersangka.

"Hari pemanggilan untuk datang ke KPK guna diperiksa sebagai tersangka. Memang tidak hadir, beberapa hari sebelumnya kita datang meminta penundaan untuk diperiksa dengan alasan bahwa apa yang disampaikan oleh KPK malam itu bahwa Pak Fredrich ini melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud Pasal 21 yang dilakukan dengan cara salah satunya memanipulasi rekam medis. Itu kata KPK," katanya di Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (18/1).

"Ternyata pada hari pemanggilan itu, yang seharusnya berakhir pukul 00.00. Tapi ternyata pukul 10 malam dilakukan penangkapan, jadi kami melihat bahwa penangkapan yang dilakukan tidak sesuai dengan KUHAP," sambungnya.

Menanggapi gugatan praperadilan tersebut, KPK tak mempersoalkan karena merupakan hak tersangka. "Silakan saja itu hak tersangka. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kita hadapi sesuai hukum acara yang berlaku," terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.

Febri menegaskan KPK memiliki cukup bukti menetapkan Fredrich sebagai tersangka dalam kasus ini. Sesuai UU disyaratkan ada dua alat bukti sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka. Sedangkan berdasarkan KUHAP maksimal harus ada lima jenis alat bukti.

"Kekuatan alat bukti itu sudah kita kroscek dalam proses internal penyelidikan dan penyidikan," ujarnya.

Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) juga masih mendalami pelanggaran kode etik dilakukan anggotanya yang kini menjadi tersangka kasus menghalangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fredrich Yunadi. Peradi mempersilakan KPK untuk memberi laporan apabila menemukan pelanggaran kode etik advokat dilakukan Fredrich Yunadi.

"Nah sebenarnya KPK boleh saja merasa ada pelanggaran oleh anggota kita. Untuk diadukan kepada kita tapi saya enggak yakin kalau mereka akan melakukan itu," kata Ketua Umum Peradi, Fauzi Yusuf Hasibuan di Kantor Peradi, Slipi, Jakarta Barat. (Wan)

 

Sumber: merdeka.com

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index