RAGAM (RA) - Raksasa elektronik asal Korea Selatan, Samsung, memutuskan untuk menghentikan produksi ponsel flagship Samsung Galaxy Note 7 secara permanen, akibat kesalahan teknis pada baterai yang masih menyebabkan insiden kebakaran.
Tak hanya menghentikan produksi ponsel ini, Samsung juga mengumumkan kepada konsumen untuk stop memakai ponsel besutannya itu dan menghentikan penjualan Note 7 di seluruh dunia.
“Kami tengah bekerja sama dengan otoritas terkait dan menginvestigasi terkait insiden Galaxy Note 7, karena keselamatan konsumen adalah prioritas utama kami,” begitu bunyi pernyataan resmi Samsung.
Seorang narasumber anonim kepada Financial Times, mengatakan bahwa langkah ini dapat berefek pada penurunan penjualan smartphone Samsung lainnya, seperti Samsung Galaxy S7. Hal ini menandakan kepercayaan konsumen yang memudar setelah insiden Note 7, yang pertama kali dirilis pada Agustus.
Kebakaran ponsel Note 7 disinyalir bersumber dari baterai ini telah dilaporkan sejak September lalu. Terhitung total puluhan ponsel Note 7 terbakar di seluruh dunia sepanjang September. Menanggapi laporan ini, Samsung telah menerapkan recall atau meminta para konsumen untuk menukarkan produknya dengan tipe serupa secara gratis.
Total 2,5 juta ponsel Note 7 telah ditukarkan sepanjang masa recall.
Tetapi, ternyata langkah ini tak efektif, karena selang beberapa minggu setelah langkah ini dilakukan, seorang konsumen di Kentucky, Amerika Serikat pada 5 Oktober lalu melaporkan bahwa produk Note 7 yang telah ditukar terbakar dengan sendirinya ketika di pesawat.
Insiden tersebut bukanlah satu-satunya insiden yang terkait dengan ponsel replacement Note 7, setelahnya, seorang pria asal Nicholasville, Kentucky, Amerika Serikat, melaporkan ponsel Note 7 miliknya tiba-tiba terbakar di kamar tidurnya.
Menurut CNBC, total telah lima insiden yang berkaitan dengan baterai Note 7 yang telah ditukar.
Lowell McAdam, seorang mantan eksekutif operator terbesar di Amerika, Verizon, memprediksi bahwa Samsung tengah menghadapi krisis besar.
“Ini adalah kekhawatiran terbesar di industri ponsel saat ini,” tambah McAdam dalam konferensi di California, Amerika Serikat.
Saham Samsung Tak Terdampak Signifikan
Merespon kabar penghentian produksi Samsung Galaxy Note 7, nilai saham Samsung dilaporkan turun 3 persen pada Rabu (12/10/2016), atau menjadi 8 persen jika digabungkan pada sehari sebelumnya. Menurut BBC, Samsung menderita pengurangan nilai perusahaan sebesar USD 20 miliar dalam dua hari.
Namun, penurunan tersebut dinilai masih belum signifikan untuk perusahaan sekelas Samsung, yang justru mencatat kenaikan saham terbesar sepanjang sejarah pada minggu lalu, dua hari setelah kabar ledakan produk replacement Note 7. Menurut laporan Quartz, saham Samsung dibuka mencapai USD 1.528 pada 7 Oktober lalu di Korea Stock Exchange.
Sumber dari Forbes, juga mengatakan bahwa saham Samsung justru naik 15 persen pada bulan lalu, ketika insiden overheating baterai mencapai puncaknya.
Sedangkan dampak kerugian bagi Samsung, dapat dirinci antara lain USD 2,5 miliar yang didapat dari biaya produksi 4 juta produk Note 7 dan potensi kehilangan pendapatan sebesar USD 17 miliar untuk penjualan 19 juta unit Note 7.
Untuk perusahaan sekelas Samsung dengan nilai kapitalisasi pasar sebesar USD 200 miliar, kerugian finansial tersebut terhitung tidak terlalu besar, apalagi nilai saham yang masih melambung tinggi.
Harga saham yang melambung tersebut bahkan menurut tulisan kontributor Forbes, Ewan Spence, ternyata masih dibawah harga sesungguhnya.
Elliott Management, perusahaan hedge-fund yang mempunyai 0,6 persen saham Samsung, telah merekomendasikan perusahaan ini untuk perombakan manajemennya dan melakukan split saham.
Menurut perhitungan Elliot Management, dengan langkah ini, Samsung dipercaya akan dapat mencetak USD 27 miliar dividen dan kenaikan pemasukan sekitar 75 persen.
Bukan rahasia lagi, dalam budaya konglomerasi Korea yang masih didominasi bentuk chaebol, Samsung masih dipegang ketat oleh keluarga pemilik modal mayoritas yaitu keluarga Lee.
Kontrol pihak keluarga Lee yang ketat membuat manajemen perusahaan kurang transparan dan cenderung tertutup terutama dalam pengambilan langkah perusahaan. Di Korea, penerapan gaya manajemen a la Amerika yang transparan dan terbuka masih amat jarang terjadi.
Elliot Management juga mengkritisi banyaknya kas yang di punyai Samsung dalam laporan neracanya.
Terlalu banyak kas berarti perusahaan dinilai masih tidak berfokus mengucurkan dana untuk investasi yang diharapkan dapat meningkatnya nilai perusahaan.
Jadi, nilai Samsung saat ini terhitung belum optimal, ini lah yang mendasari mengapa para investor masih menahan kepemilikan saham Samsung.
Saat ini, Samsung tercatat sebagai perusahaan terbesar di dunia dengan nilai perusahaan mencapai USD 200 miliar, meningkat 40 persen sejak tahun lalu.
Produk Samsung Galaxy Note 7 yang menyasar pasar high-end, terhitung segmen kecil bagi Samsung yang memproduksi sekitar 300 juta smartphone per tahun. Pangsa pasar Samsung pun tercatat sebagai yang terbesar di dunia dengan 22,3 persen pada kuartal II tahun ini, bahkan jika pangsa Apple dan Huawei, yang berada di peringkat kedua dan ketiga, digabungkan.
Reputasi dan Pangsa Pasar Samsung Terancam
Kendati secara finansial insiden ini tidak terlalu berdampak terhadap kondisi finansial ponsel Note 7, tetapi reputasi dan pangsa pasar Samsung sepertinya akan menerima pukulan telak.
Melihat dari tren industri telekomunikasi yang pasarnya cenderung dinamis dan bahwa status quo penguasa pasar bukan jaminan kemapanan sebuah perusahaan untuk bertahan. Contohnya, Nokia dan Blackberry, yang mendominasi pasar smartphone tahun 2000-an yang pada akhirnya tumbang dan tergusur akibat salah membaca tren pasar.
Insiden baterai produk Note 7 juga dianggap dapat menggagalkan kans Samsung untuk merebut pangsa pasar smartphone high-end, termasuk line-up produk selanjutnya, Samsung Galaxy S7.
“Bisnis Samsung kini tengah terluka, ini memalukan,” kata salah satu sumber anonim dikutip dari Financial Times.
Lebih buruk, insiden Note 7 juga dapat menghancurkan line-up produk-produk Note selanjutnya.
Di pasar smartphone, Samsung bergantung dua per tiga keuntungannya dari produk-produk ponsel pintarnya.
“Di pasar sistem operasi Android, Samsung menikmati keuntungan yang luar biasa dari para kompetitornya. Dengan peristiwa ini, maka Huawei mempunyai kesempatan untuk mendekat,” kata analis dari Edison Investment Research, Richard Windsor.
“Masalah produk Note 7 yang meledak tak terbatas dengan baterai-nya, bisa jadi chip daya ataupun kesalahan software-nya,” kata seorang analis dari IHS Markit, Wayne Lam.
Hal ini diperburuk dengan respon Samsung yang tak jelas untuk mengganti kerugian konsumen.
“Kekuatan brand Samsung kini menjadi taruhan,” tambah analis IDC, Brian Ma.
Salah Langkah
Samsung saat ini berada di bawah tekanan dari partner-partner pemasarannya, terutama para operator telekomunikasi yang mem-bundling produk Note 7, untuk menjelaskan apa yang salah di insiden produk ini.
Hingga saat ini, Samsung tidak menjelaskan apa penyebab terbakarnya ponsel Note 7 saat ini. Namun, spekulasi berkembang bahwa Samsung terburu-buru untuk meluncurkan produk ini, untuk menyalip pasar Apple yang akan meluncurkan iPhone 7.
Bloomberg melaporkan bahwa rumornya para manajer telah mengetahui bahwa produk iPhone 7 tidak akan mempunyai fitur yang mutakhir. Para manajer yang percaya diri bahwa produk Note 7 akan jauh lebih baik mempercepat tanggal peluncurannya, termasuk memberikan tenggat waktu singkat untuk para suppliers untuk menyelesaikan Note 7.
Buat Samsung, dengan lebih cepat merilis produk ini, maka, ungkapan bahwa Samsung meniru Apple akan hilang. Nyatanya, hal tersebut fatal dan Samsung Note 7 gagal di pasaran. (merdeka.com)
