Kemenag Didesak Bentuk BPIH

Kemenag Didesak Bentuk BPIH
forum legislasi ‘RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PIHU)’ bersama anggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam Wiranu, dan Ketua IPHI Abdul Khol

JAKARTA (RA) - Kementerian Agama (Kemenag) RI didesak segera melaksanakan amanat UU No.34 tahun 2014 untuk membentuk Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH), yang fokus menyelenggarakan ibadah haji. Adanya BPIH diharapkan penyelenggaraan ibadah haji akan menjadi lebih baik, transparan dan akuntabel.

“Selama ini (penyelenggaraan haji-red) kurang optimal, karena Kemenag terlalu banyak menangani masalah haji,” tegas anggota komisi agaman DPR Maman Imanul Haq dalam forum legislasi ‘RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PIHU)’ bersama anggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam Wiranu, dan Ketua IPHI Abdul Kholiq Achmad di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Maman menyayangkan selama ini Kemenag RI menolak pembentukan BPIH. Padahal tujuan dibentuknya BPIH itu agar pelayanan penyelenggaraan ibadah haji makin baik. “Penyelenggaranya pun bisa tetap pejabat Kemenag dengan memenuhi syarat tertentu. Jadi, antara operator, regulator, dan pengawas itu nantinya lebih jelas, dan penyelenggaraannya lebih nyaman,” ujarnya.

Hal lain yang disesalkan Maman adalah Kemenag juga menolak adanya badan pengawas haji. Pasalnya setiap hari Kemenag sudah merasa diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan masyarakat.

Sedangkan politisi Demokrat Khatibul Umam Wiranu berpendapat terjadinya antrian haji sekarang ini karena sejak tahun 2004 sudah ada komersilisasi haji. Komersialisasi itu dimulai dengan dibukanya tabungan setoran haji di bank-bank penerima setoran haji. “Itulah awal munculnya ketidakberesan dalam pengelolaan ibadah haji. Sehingga ada yang antrian 15 tahun sampai 40 tahun,” kata Umam.

Bahkan bayi yang baru lahir kata Umam, kalau orang tuanya kaya bisa didaftarkan haji, padahal belum waktunya berhaji. Karena itu, penyelenggaraan ibadah haji itu bukan saja sukses dalam penyelenggaraan, melainkan keuangannya juga harus sukses. “Kalau keuangan Kemenag RI setiap tahun selalu mendapat opini  BPK WDP (wajar dengan pengecualian) berarti belum beres,” tambahnya.

Sementara uang jamaah haji di bank itu sampai puluhan tahun, tapi BPIH belum juga dibentuk. “Yang utama dalam pembahasan haji selama ini, Menag ingin tetap menjadi penyelemggaa haji, meski dana haji itu mencapai Rp 3 triliun lebih, namun pengelolanya bukan Kemenag,” ungkapnya.

Sejauh itu kata Umam, tabungan haji itu berbeda dengan setoran haji. Kalau setoran haji atas nama Kemenag RI, sedangkan kalau tabungan haji atas nama penabung sendiri. “Harusnya dengan dana abadi haji itu kualitas pelayanan haji makin baik. Tapi, kalau untuk membangun hotel, Saudi menolak. Kita hanya boleh kontrak selama 10 tahun,” tutur Umam.

Abdul Kholiq Achmad mengatakan banyak hal-hal yang perlu diperbaiki dalam penyelenggaraan ibadah haji tersebut. Seperti perlunya badan penyelenggara – operator ibadah haji (BPIH), regulator, pengelolaan keuangan haji, komisi pengawas haji (Komwas), kuota, dan sebagainya.   

Menurut Abdul Kholiq Achmad pejabat-pejabat sebagai penyelenggara ibadah haji tersebut diseleksi oleh DPR RI dan pemerintah untuk mengikuti uji public untuk menciptakan budaya dan iklim haji yang baik. “Kalau tidak siapapun Menag RI - nya akan terjerat korupsi. Sebab mengelola Rp 3 triliun lebih itu bukan sesuatu yang mudah. Belum lagi menteri harus menangani hal-hal yang teknis, turun ke lapangan dan banyak pejabat tidak terkait terlibat, justru penyelenggaraan itu makin rumit,“ katanya.

Adanya badan penyelenggara diyakini Kholiq Achmad, kualitas pelayanan ibadah haji akan makin baik. Baik terkait pemondokan, transportasi, akomodasi, keuangan dan lain-lainnya. Dengan demikian justru makin banyak keuantungannya kalau mempunyai badan penyelenggara, yang kedudukannya setingkat menteri dan langsung berada di bawah Presiden RI. “Jadi, revisi UU No. 13 tahun 2008 itu agar pelaksanaan ibadah haji ini makin baik,” ujarnya. (bbg)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index