RIAU (RA) - Kekuatan media massa dinilai dapat dimanfaatkan untuk mengubah persepsi masyarakat dan menjalankan fungsi kontrol sosial. Dalam hal ini, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Riau merangkul insan pers untuk ikut serta meminimalisir efek isu terorisme yang meresahkan masyarakat.
Hal itu disampaikan Gubernur Riau H Arsyadjuliandi Rachman diwakili oleh Kepala Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Riau, Syahrial Abdi saat membuka acara Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers Dalam Meliput Isu-isu Terorisme, Rabu (5/10) di Hotel Alpha Pekanbaru.
"Pencegahan terorisme menjadi agenda bersama, termasuk bagi media massa. Isu terorisme kalau semakin diberitakan, semakin besar pengaruhnya," kata Dia.
Kendati bukan hal yang mudah untuk membentuk ketahanan publik, ia percaya dengan sinergitas antar lintas sektoral segala aktivitas terorisme dapat ditekan. "Berpicu dari berbagai faktor dan sektor, pengawasan terorisme harus ditingkatkan. Media massa bisa menangkal isu terorisme dan pemerintah dapat bekerja sesuai fungsinya juga," tuturnya.
Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Riau Nizhamul menegaskan bahwa tujuan dari kegiatan ini ialah untuk mendorong media massa pers menyusun pemberitaan yang tidak kontra produktif terhadap isu terorisme.
"Terorisme memanfaatkan globalisasi untuk menyebarkan ideologi, tujuannya untuk menakut-nakuti masyarakat. Ini yang perlu menjadi catatan pers," sebutnya.
Pentingnya Keselamatan Wartawan
Sementara dalam materinya, Ketua SEAPA (Southeast Asian Press Alliance), atau organisasi pers Asia Tenggara, Eko Maryadi saat menjadi narasumber ahli mewakili Dewan Pers menyebut kalau Keselamatan wartawan merupakan faktor utama yang harus dipikirkan dalam menjalankan tugas peliputan sebuah peristiwa besar. Salah satunya saat melakukan liputan khusus yang berkaitan dengan pergerakan terorisme.
"Aspek terpenting dalam menjalankan tugas liputan terutama aksi terorisme, bukan peristiwanya tetapi keselamatan wartawan. Itu nomor satu," ungkapnya.
Menyadari betapa pentingnya aspek safety tersebut, mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia ini pun menjelaskan bahwa wartawan punya hak untuk menolak pemberian tugas liputan khusus dari kantornya apabila tidak dibekali kemampuan dan perhitungan keamanan.
"Kalau pihak kantor tidak memikirkan keselamatan si wartawan, bisa saja wartawan itu menolaknya. Makanya, kantor harus memberikan pembekalan kepada wartawan-wartawannya. Baik keterampilan khusus dan jaminan keselamatan," tuturnya. (nik)
