Polda Riau SP3 Kasus Karhutla, Walhi Sebut Bukti Negara Tidak Berpihak

Polda Riau SP3 Kasus Karhutla, Walhi Sebut Bukti Negara Tidak Berpihak
walhi

RIAU (RA) - penghentian (SP3) yang dilakukan oleh Polda Riau terhadap penanganan kasus Karhutla,  memancing kekecewaan dari Walhi Riau. Mereka menilai, hal tersebut semakin membuktikan bahwa negara tidak berpihak pada kasus-kasus Karhutla.

"Begitu mendengar kabar itu, kami sangat kecewa sekali. Ini membuktikan, penegak hukum di negara kita ini tidak berpihak kepada persolan Karhutla. Dengan hal seperti ini, terjadi semacam indikasi bahwa kasus-kasus ini diperjualbelikan, sehingga para korporasi yang selama ini menimbulkan titik api atau lahannya terbakar melenggang bebas," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau, Riko Kurniawan, ketika dikonfirmasi, Rabu (20/7).

Lebih lanjut dikatakannya, jika berbicara pada akar persoalan lagi-lagi negara tidak serius dalam mengelola persoalan asap yang selama ini terjadi di Riau, akibat praktik salah urus yang selama ini dinikmati oleh penjahat lingkungan. Jika SP3 tersebut, bisa saja memancing kecurigaan terhadap penanganan kasus tersebut.

"Kecurian yang muncul pertama yakni ada apa dengan kasus ini, kedua negara kalah dengan korporasi terutama para penegak hukum. Jadi bisa dikatakan bahwa penegak hukum kita takluk dengan para penjahat lingkungan," ujarnya.

Akibat dari sikap penegak hukum yang seperti ini, menurut pihaknya kasus Karhutla di Riau tidak akan pernah ada habisnya. Padahal sebelumnya, presiden telah memberikan intruksi sangat jelas terhadap kasus Karhutla ini agar diproses secepat mungkin dan diberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada para pelaku.

"Jika tidak ada penegakan hukum yang dilakukan, maka tidak ada efek jera yang didapat para pelaku. Dan Walhi bersama masyarakat tentunya tidak akan tinggal diam dengan persoalan ini dan akan mengambil tindakan, namun tindakan seperti itu itu akan didiskusikan terlebih dahulu," tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela didampingi Wadirkrimsus AKBP Ari Rahman gelar konfrensi Pers, Rabu (20/7) siang. Dihadapan media mereka menyebut, rata-rata, dari 15 perusahaan ini lahannya adalah area sengketa, bahkan ada yang sudah bertahun-tahun tidak beroperasi.

"Setelah kita cek bersama saksi ahli dan penyidik di lapangan, titik yang terbakar itu ternyata tidak dikuasai oleh perusahaan, melainkan masyarakat setempat. Misalnya dari 10 ribu hektar ada 3 ribu hektar yang tidak dikuasai. Di sanalah titik kebakarannya," tampik Rivai.

Dari fakta di lapangan ini polisi pun menelusuri siapa pemiliknya, ternyata masyarakat tidak tahu siapa pemiliknya alias lahan liar. Dari 15 kasus ini banyak yang tidak memenuhi unsur (hukum, red) dan patut kita lakukan penghentian (SP-3).

"Jadi kami bertindak, prosesnya panjang sekali. Jadi tidak ada Polda Riau tutup-tutupi tentang SP-3. Malahan bukan 11 perusahaan, kami jelaskan ada 15. Jangan sampai menduga kasus yang ditangani Polda khususnya Krimsus dibebaskan," jawabnya menepis tudingan polisi "main mata" dalam SP-3 tersebut.

Lalu, apakah ini tidak masuk unsur kelalaian dari perusahaan? "Begini, unsur kelalaian bisa dijeratkan apabila perusahaan ini tidak memiliki standarisasi pemadaman dan mengabaikan saat kebakaran alias tidak ada upaya. Nah itu tidak terjadi," bebernya.

"Meski bukan lahan yang dikuasai, perusahaan tetap berupaya memadamkan dan menghubungi Satgas. Pada tahun 2015 akhir, tim Supervisi dari Kepresidenan juga sudah turun kesemua perusahaan ini mengecek langsung alat antisipasi pemadaman mereka, dan itu lengkap," ungkap Rivai.

Berdasarkan data dari Polda Riau, sejak Januari sampai sekarang sudah ada 78 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Dari jumlah itu, 38 kasus di P-21 kan alias sudah lengkap dan satu perkara dihentikan penyidikannya lantaran pelaku sakit jiwa. Dimana, total luas lahan yang dipadamkan seluas 387, 985 hektar, yang tersebar di Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti dan Rohil. (DWI)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index