BENGKALIS (RA) - Beberapa waktu yang lalu sebagaimana dilansir media online dan cetak, MUI Kabupaten Bengkalis mengusulkan kepada pemerintah daerah agar dalam pelaksanaan Pilkades serentak yang akan digelar beberapa bulan mendatang di Kabupaten Bengkalis memasukkan kreteria “pandai mengaji al-Quran” sebagai persyaratan menjadi calon kepala desa.
Dalam minggu-minggu terakhir, rupanya usulan tersebut menjadi perbincangan hangat di masyarakat terutama orang-orang yang berminat mencalonkan diri menjadi kepala desa. Ada yang pro dan ada yang kontra. Bagi yang pro sangat menyambut positif usulan ini. tapi bagi yang kontra persyaratan itu dianggap tidak perlu diakomodir karena tidak memiliki dasar hukum karena tidak diatur dalam perundang-undangan.
Akhirnya dinas BPMPD Bengkalis tidak memasukkan kreteria Pandai Mengaji Al-Quran sebagai syarat calon kades dalam draft rancangan Perda Pilkades Serentak tapi memasukkan kreteria “mengetahui dan memahami adat istiadat melayu,” Padahal Bupati Amril Mukminin sebelumnya sudah menyetujuinya.
“Usulan kami terkait persyaratan “pandai mengaji al-Quran” tersebut bukan tanpa alasan. Orang-orang melayu identik dengan Islam. salah satu indikator seorang Muslim pandai mengaji al-Quran. Akhir-akhir ini kami melihat dan merasakan telah terjadinya penurunan kesadaran dan pengamalan agama di tengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan pengamatan kami di lapangan banyak sekali budak-budak melayu hari ini yang tidak bisa membaca al-Quran atau bisa membaca tapi tajwidnya banyak yang tidak benar. Jangankan membaca al-Quran membaca “istighfar atau syahadat” saja sewaktu mereka akan dijab kabulkan oleh KUA banyak yang centang perenang alias “bekelolot” lidahnya membaca kalimat tayyibah itu. Sementara kesadaran mereka untuk belajar mengaji sangat rendah sekali,” kata Amrizal
Atas dasar fakta ini, MUI memandang Pilkades Serentak ini menjadi pintu masuk awal untuk menggalakkan masyarakat belajar mengaji al-Quran. Paling tidak para calon kepala desa nanti akan berusaha mencari guru untuk belajar mengaji al-Quran agar mereka bisa lolos dalam seleksi calon kepada desa. Meskipun pada awalnya agak setengah terpaksa tapi efeknya bagi generasi yang akan datang sangat positif. Dimana mereka yang berminat menjadi kepala desa pada masa-masa yang akan datang tentu saja akan belajar supaya mereka bisa mengaji al-Quran.
“kepala desa adalah pemimpin di masyarakatnya. Dan pemimpin harus menjadi contoh. Alangkah ironisnya bila kepala desa tidak pandai mengaji al-Quran. Tentu saja akan menjadi cerita-cerita miring di masyarakat. Apalagi di masyarakat kita ada tradisi khatam al-Quran, tak bisa dibayangkan bagaimana keadaannya bila kepala desa mendapat giliran membaca al-Quran tapi ia selalu menolaknya atau membacanya melanggar kaedah tajwid,” Sebut Amrizal
Kalau ada yang mempertanyakan dasar hukumnya, bukankah salah salu syarat menjadi kepala desa harus beriman dan bertakwa. Paling tidak “pandai mengaji al-Quran” bisa menjadi tolok ukur bertakwa itu, meskipun tidak sepenuhnya. Lagipula syarat iman dan takwa selama ini tidak pernah diuji. (FER)
