Kodam XIX Tuanku Tambusai Tambah Pasukan ke TNTN

PEKANBARU (RA) - Setelah muncul aksi warga yang meminta sejumlah anggota TNI bersenjata keluar dari kawasan permukiman sekitar Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kodam XIX/Tuanku Tambusai menambah personel ke lokasi tersebut.

Penambahan pasukan terlihat dalam unggahan akun media sosial @btn.tessonilo, yang menampilkan video tanggal 25 November 2025. Dalam video itu, tampak sejumlah kendaraan taktis menurunkan anggota TNI bersenjata kembali ke dua pos yang sebelumnya sempat ditinggalkan.

Dalam unggahan tersebut disebutkan bahwa aparat berhasil menguasai kembali Pos 3 Kenayang dan Pos 14 Kotis, yang sebelumnya sempat didatangi warga dan meminta petugas meninggalkan lokasi.

Kapendam XIX/Tuanku Tambusai, Letkol Muhammad Faisal Rangkuti, menegaskan bahwa penertiban kawasan TNTN merupakan kebijakan negara, bukan hanya kebijakan Kodam.

"Masalah TNTN terus kami lanjutkan karena ini keputusan negara, bukan Kodam. Instruksinya jelas, dari pusat sampai ke tingkat bawah," ujarnya, Selasa kemarin.

Faisal menjelaskan bahwa beberapa waktu lalu terjadi aksi demonstrasi yang berujung pada kedatangan sekelompok warga ke pos Satgas Penanganan Konflik Hewan (PKH) dan meminta aparat keluar dari wilayah permukiman.

Sebelumnya, Abdul Aziz, Juru Bicara Warga Terdampak Penertiban TNTN, menegaskan bahwa warga tidak bermaksud mengusir, melainkan hanya meminta aparat mundur sementara dari area tempat tinggal mereka.

"Sebenarnya bukan mengusir, hanya meminta agar Satgas PKH, khususnya bapak-bapak dari TNI, keluar dari areal itu," ujar Aziz.

Menurutnya, keberadaan aparat bersenjata membuat warga resah, terlebih belum adanya kejelasan status kawasan dan proses relokasi oleh pemerintah.

Aziz menyebut sekitar 20.000 warga dari enam dusun di Desa Lubuk Kembang Bunga dan Desa Bukit Kusuma masuk dalam rencana relokasi.

Warga, kata dia, tidak menolak relokasi, namun meminta proses yang transparan serta mempertimbangkan aset dan kehidupan yang telah mereka bangun selama belasan tahun.

Warga juga menawarkan usulan alternatif, yakni pemerintah mengambil alih 75.000 hektare dari total 153.000 hektare lahan perusahaan yang diduga melanggar hukum, untuk dijadikan kawasan pemulihan berbasis masyarakat.

"Masyarakat sanggup menghijaukan kembali. Tapi kalau hanya warga yang dipindahkan tanpa melihat penguasaan korporasi, tentu tidak adil," tegasnya.

Sementara itu, Komandan Satgas PKH, Mayjen TNI Dody Tri Winarto, memastikan bahwa penertiban TNTN tetap berjalan dan meminta warga tidak panik.

"Masih bisa bekerja dan anak-anak tetap sekolah," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa relokasi membutuhkan waktu panjang. Saat ini pemerintah menyiapkan lahan pengganti sekitar 900 hektare yang masih menjalani proses verifikasi. Dody menegaskan penertiban dilakukan selektif agar tidak salah sasaran.

"Bagian paling sulit adalah memisahkan mana milik masyarakat dan mana milik perusahaan. Semua butuh proses," tutupnya.

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index