PEKANBARU (RA)- Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pekanbaru melalui Kepala Sub Bagian (Kasubag) Kepegawaian Alexander, akhirnya memberikan penjelasan terkait munculnya informasi pemotongan dana sertifikasi guru.
Dijelaskan Alex, guru yang bersertifikasi namun tidak dibayarkan tunjangannya tidak melulu diartikan bahwa Disdik telah memotong anngarannya kepada yang bersangkutan. Hanya saja, ada pelanggaran yang dilakukan guru tersebut yang tentunya tidak mengacu terhadap Petunjuk Teknis (Juknis) yang telah ditetapkan.
"Syarat untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi itu, harus mengajar dan bertatap muka dengan murid seminggu itu sebanyak 24 jam mata pelajaran. Jadi, mungkin saja guru yang mengadu ke dewan itu termasuk kategori yang tidak memenuhi aturan ini," ungkap Alex, saat ditemui di ruang kerjanya.
Dikatakan Alex, bahasa pemotongan yang digunakan guru untuk mengadu ke dewan tersebut dinilainya tidak tepat. Sebab, Disdik pada dasarnya tidak pernah memotong tunjangan tersebut, namun memang tunjangan itu tidak dibayarkan karena yang bersangkutan tidak memenuhi persaratannya secara lengkap.
"Bagaimana mungkin kami bisa memotongnya. Anggaran sertifikasi itu kan dari APBN, dari APBN singgah ke Kas Daerah (Bank Riaukepri). Nah, kami mengusulkan nama-nama penerima tunjangan tersebut untuk langsung ditransferkan ke rekening-rekening guru yang kami anggap layak menerimanya," jelas Alex.
Disinggung bagaimana pihaknya dapat menentukan kelayakan beberapa guru yang berhak menerimanya, kata Alex, Disdik sudah meminta rekomendasi dari masing-masing sekolah untuk memberikan laporan terkait jadwal jam sertifikasi yang dilakukan. Setelah itu, Disdik akan langsung menurunkan tim pembuktian fakta untuk memastikan realisasi persaratan yang telah ditetapkan berdasarkan kebenaran yang disampaikan.
"Ada sekitar 2000-an guru yang tidak kami usulkan tunjangannya untuk ditranferkan ke rekeningnya. Itu kami lakukan setelah kami cek guru bersertifikasi yang tidak memenuhi syarat. Dan kalau ada yang menganggap tunjangan itu tidak dibayarkan, itu bukan berarti Disdik memotongnya. Tapi, memang tidak dibayarkan dan anggaran itu masih tetap utuh di kas daerah," jelasnya lagi.
Tunjangan sertifikasi guru sama jumlahnya dengan gaji pokok sebulan sesuai dengan golongan masing-masing guru. Namun, jelas Alex lagi, tunjangan tersebut baru bisa diterima oleh guru bersertifikasi dan memang dikeluarkan pemerintah pertriwulan sekali.
Mengenai kewajiban menjalankan tugas bertatap muka selama 24 jam perminggu, lanjut Alex, hal itu memang tidak ada toleransinya. Hanya saja pelaksanaan jadwal jam sertifikasi, bisa saja dirubah dengan jadwal jam guru lain atau mencari ke sekolah lain asalkan waktu yang digunakan dalam seminggu itu tetap minimal 24 jam.
"Ini yang seharusnya disosialisasikan kepala sekolah kepada tenaga pengajarnya. Disdik sebelumnya sudah menyampaikannya hal ini ke seluruh kepala sekolah. Jadi, yang dimaksud tunjangannya itu tidak dibayarkan, bukan berarti karena ada absennya sehari yang tidak masuk. Tapi mungkin saja, empat minggu dalam sebulan itu ada satu minggunya yang tidak kesampaian jamnya sebanyak 24 jam, dan otomatis tunjangan tersebut tidak dapat diberikan," sebutnya.
Selain itu, Alex juga membeberkan beberapa dampak positif dari aturan yang tertuang jika juknis tersebut dapat dilaksnakan dengan benar. Maksudnya, dengan adanya aturan ini setidaknya tenaga pengajar bersertifikasi dapat mengoptimalkan tugasnya dengan baik dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di sekolah masing-masing.
"Aturan ini kalau kita kaji-kaji sebenarnya bagus. Bukan berarti tidak ada toleransi izin. Kan jamnya bisa di-change (tukar) dengan guru lain. Jadi tidak serta merta guru tersebut harus hadir setiap harinya, kalau seminggu itu dia (guru bersertifikasi) bisa menyelesaikan 24 jam mengajarnya kurang dari enam hari, ya tidak ada salahnya. Dan yang lebih penting lagi, dengan adanya aturan ini, sesama guru bisa meningkatkan keakraban komunikasinya dalam mengajar," pungkasnya. (kur)