NASIONAL (RA)- Jika ada yang sempat berpikir apa yang harus dilakukan supaya setan kapok, baiknya membaca sebuah kisah seorang sahabat dengan Nabi Muhammad saw.
Seseorang menemui Nabi saw dan berkata, "Ya Rasulullah, salah seorang dari kami telah berbuat dosa, tetapi ia memohon ampun dan bertaubat dari dosanya."
Nabi saw bersabda, "Dosanya diampuni dan taubatnya diterima".
"Lalu ia melakukan dosa lagi."
"Itu akan dicatat sebagai dosanya."
"Tetapi ia kembali memohon ampun dan bertaubat dari dosanya."
"Dosanya diampuni dan taubatnya diterima."
"Tetapi kemudian ia mengulangi lagi."
Beliau saw bersabda, "Itu akan dicatat sebagai dosa, dan Allah tidak akan bosan sampai kalian sendiri bosan," (HR. Thabrani dan Hakim).
Rupanya, pertanyaan serupa juga pernah dilontarkan kepada Ali bin Abi Thalib ra. Ketika dia berkata berkata, "Sebaik-baik kalian adalah setiap orang yang berdosa kemudian bertaubat," ada yang bertanya, "Jika ia mengulangi lagi?"
Beliau menjawab, "Ia beristighfar kepada Allah dan bertaubat."
"Jika ia kembali berbuat dosa?"
"Beristighfar kepada Allah dan bertaubat."
"Sampai kapan?"
Beliau menjawab, "Sampai setan putus asa."
Kisah di atas menunjukkan betapa luas samudera ampunan Allah. Jadi, tak ada alasan bagi orang untuk putus asa lalu merasa tak ada harapan untuk kembali ke jalan yang benar. Selama nyawa masih bergelayut bersama raga, saat itu pula terbuka kesempatan untuk ampunan.
Minta maaf atas kesalahan harus dilakukan setiap saat, tanpa menunggu terjadinya sebuah kejahatan. Sebab, sering mata manusia ditutupi iblis untuk melihat kesalahan, terutama yang terkait eksistensi ego.
Minta ampun juga sekaligus menjaga dan menjalin tautan antara hati hamba dengan Tuhannya. Pasalnya, di situ ada pengakuan ketundukan, sebagai bukti kelemahan manusia yang mudah bersalah.
Tentu, minta ampun yang menimbulkan tautan rasa ke-Tuhan-an di atas harus dilakukan dengan penuh rasa bersalah, malu dan tekad untuk kembali, alias tobat. Dengan cara ini, dijamin setan bakal kapok. (rimanews)