Mengapa Orang Takut pada Badut? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Rabu, 15 Februari 2023 | 08:11:22 WIB
Ilustrasi badut. ©shutterstock.com/Lisa F. Young

Riauaktual.com - Pada 26 Agustus 2016, seorang warga di Greenville, South Carolina, Amerika Serikat (AS) bernama Donna Arnold menghubungi kantor polisi Greenville County setelah anaknya dan anak-anak lain melihat seorang badut dekat kompleks apartemen mereka. Donna mengatakan, sekitar 300 anak bertanya padanya apakah dia melihat badut tersebut.

Pada 24 Agustus di tahun yang sama, manajer properti di kompleks apartemen itu mengeluarkan peringatan terhadap warga terkait seseorang yang berpakaian badut, yang dituduh berusaha menggoda anak-anak untuk masuk ke hutan.

Pada 31 Agustus, bocah berusia 13 tahun mengklaim dia melihat seorang pria berpakaian badut mengetuk pintu rumahnya. Bocah itu mengatakan wajah pria itu dilukis dan rambutnya berwarna jingga.

Pada 7 September 2016, pejabat Greenville menerima laporan penampakan empat badut.

Apakah badut-badut yang muncul di Greenville itu berbahaya? Belum ada kejelasan.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa orang-orang takut pada badut? Padahal badut itu bertugas untuk menghibur dan membuat orang tertawa dengan tingkahnya yang kocak.

Menurut para ahli, banyak orang memiliki asosiasi negatif dengan badut secara umum.

Penghibur seperti badut ini telah ada telah ribuan tahun lalu. Catatan sejarah dari peradaban Mesir kuno, China, dan Yunani menyebut badut atau pelawak sebagai anggota rombongan kerajaan. Penulis buku "Bad Clowns", Ben Radford mengatakan, badut ini tugasnya sebagai pelawak kerajaan dan kerap melontarkan lawakan tentang anggota kerajaan.

"Seorang badut bisa membuat lelucon tentang berapa banyak gundik yang dimiliki seorang raja atau seberapa gemuknya dia," kata Radford kepada Live Science.

"Peran mereka memungkinkan mereka melakukan itu. Sebagai badut, mereka adalah satu-satunya orang di kerajaan yang akan diberi izin itu," lanjutnya, dikutip dari laman Live Science, Selasa (14/2).

Radford mengatakan, tampilan badut saat ini terbilang baru; dengan seringai lebar, hidung merah, dan sepatu yang kebesaran dan baru muncul dalam satu abad terakhir. Menurutnya orang-orang takut pada batu karena riasan tebal seperti topeng dapat menyebabkan ketidaknyamanan karena mengaburkan ekspresi badut yang sebenarnya.

"Ada sesuatu yang secara inheren membahayakan tentang orang asing bertopeng," jelasnya.

Orang juga cenderung menghubungkan badut dengan hal gaib. Misalnya mereka dapat menjejalkan 20 teman mereka ke dalam mobil kecil. Mereka dapat membentangkan syal yang tak berujung atau menyemprotkan air dari bunga. Maka, kata Radford, tidak heran jika anak-anak, atau bahkan orang dewasa, menghubungkan badut dengan hal gaib.

Psikolog klinis di Klinik untuk Kecemasan dan Gangguan Terkait Universitas Columbia, Kristin Kunkle mengatakan, beberapa orang takut karena ketidakpastian yang ditampilkan badut.

"Mereka menarik sesuatu dari lengan baju mereka. Mereka meniup balon dan memecahkannya," kata Kunkle.

"Mereka melakukan hal-hal yang memicu emosi yang mungkin membuat beberapa orang bersemangat dan beberapa orang mungkin merasa kebingungan," lanjutnya.

Orang yang sangat ketakutan atau fobia badut dikenal sebagai coulrophobia. American Psychiatric Association's Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Edisi Kelima (DSM-5) memasukkan coulrophobia dalam kelompok "specific phobia".

"Jika seseorang fobia badut, mereka bisa mengalami respons kecemasan hanya dengan melihat gambar badut," kata Kunkle.

Penanganan fobia badut

Mengobati fobia badut - atau jenis fobia apa pun - biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik yang disebut terapi pemaparan, dengan pasien secara bertahap meningkatkan keterpaparannya terhadap apa pun yang menyebabkan rasa takut, jelas psikolog dari American Institute for Cognitive Therapy diNew York City, Scott Woodruff.

Woodruff menjelaskan, seseorang yang menjalani pengibatan ini tidak akan dipertemukan dengan seorang badut secara langsung pada hari pertama. Namun orang itu akan diminta untuk melihat foto badut.

Jika pasien tersebut merasa nyaman, tantangan berikutnya akan ditingkatkan misalnya dengan menonton film yang ada badutnya atau mengamati badut dari jauh.

"Seiring waktu, klien belajar bahwa mereka mampu mentolerir ketakutannya, yang seringkali menurun drastis," kata Woodruff kepada Live Science.

 

 

 

Sumber: Merdeka.com

Terkini

Terpopuler