Media yang Memberitakan HM Harris Akan Dilaporkan ke Dewan Pers, PWRIB: Masuk Ranah Intimidasi

Sabtu, 02 September 2017 | 17:20:14 WIB
Demo yang berlangsung di Gedung KPK.

Riauaktual.com - Kuasa hukum HM Harris, Asep Ruhiyat tidak terima kliennya diberitakan media, sehingga akan melaporkan ke Dewan Pers serta mempidanakan sejumlah media. Pernyataan ini disesalkan Ketua DPD Persatuan Wartawan Republik Indonesia Bersatu (PWRIB) Riau.

Dikutip dari Riaupublik.com, atas unjuk rasa salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Jakarta di depan Kantor KPK dengan mengembangkan spanduk dengan tulisan Dugaan Korupsi Bupati HM Harris Dana Tak Terduga sekitar Rp 10,8 M, media memberitakan aksi demo yang dilakukan tersebut, Asep justru menilai berita yang dibuat media fitnah dan akan mempidanakan media yang memberitakan kliennya HM Harris, yang menjabat sebagai Bupati Pelalawan, Riau saat ini.

Menanggapi hal ini, Yosman Matondang selaku Ketua DPD PWRIB Riau, menilai pernyataan Asep yang akan melaporkan media memberitakan kejadian peristiwa unjuk rasa ke Dewan Pers dan akan mempidanakan, sudah masuk ranah mengancam media dan intimidasi media. Hal itu, lanjutnya, bisa dilaporkan ke Dewan Pers. Pasalnya, wartawan itu dilindungi Undang-Undang dengan karya tulis yang dibuatnya.

Ditambahkannya, kalaupun mau dilaporkan, silahkan laporkan yang melakukan unjuk rasa, karena sumber kejadian ini adalah peristiwa unjuk rasa.

"Gampang kali bacot Asep itu ngomong. Dia itu sudah masuk ranah mengancam media. Dengan memuat pemberitaan salah satu LSM berunjuk rasa di depan kantor KPK, lalu media menulis atas kejadian peristiwa unjuk rasa tersebut, karena tidak senang Harris diberitakan atas unjuk rasa LSM tersebut, lalu media mau dilaporkannya dan mempidanakannya," sebut Yosman Matondang, seperti dikutip dari Riaupublik.com.

"Tolong beritanya di-print out, biar kita surati ke Dewan Pers atas pernyataan kuasa hukum Harris ini. Saya akan telepon Ketum di Jakarta. Beliau juga pengacara di sana, apakah pernyataan Asep masuk ranah menghalangi media tentang peliputan, kita akan koordinasi yang di Jakarta, langkah apa nantinya untuk pernyataan Asep ini," sebut Yosman di kantornya.

Dikutip koranriau.net, nama Asep Ruhiyat ternyata pernah mencuat pada tahun 2016 silam. Dirinya pernah disebut dalam kasus suap yang menjerat Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung (MA) saat itu, Andri Tristianto Sutrisna.

Andri sendiri sudah divonis selama 9 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada akhir Agustus 2016 karena menerima suap Rp 400 juta dari Direktur PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suadi. Suap tersebut diduga untuk menunda salinan putusan kasasi atas Ichsan Suadi sebagai terdakwa. Kasus ini sendiri saat itu ditangani langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain Andri dan Ichsan, KPK saat itu juga menangkap empat orang lain. Mereka adalah pengacara Ichsan, Awang Lazuardi Embat, seorang sopir yang bekerja kepada Ichsan, dan dua petugas keamanan yang bekerja kepada Andri.

Nama Asep Ruhiyat saat itu terungkap juga. Karena Andri sendiri diberitakan tidak hanya didakwa menerima suap sebesar Rp 400 juta. Ia juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta.

Seperti diberitakan Kompas.com, sebelum persidangan berlangsung, atau 23 Juni 2016 silam, pemberian uang Rp 500 juta tersebut terungkap diberikan oleh Asep Ruhiat, seorang pengacara di Pekanbaru.

"Didakwa menerima gratifikasi yang berhubungan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," ujar jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ahmad Burhanudin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis 23 Juni 2016 lalu, dikutip dari Kompas.com.

Asep menyampaikan kepada Andri bahwa ia sedang menangani beberapa perkara di tingkat kasasi atau peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.

Kemudian, pada 1 Oktober 2015, Andri bertemu Asep di Summarecon Mall Serpong. Asep meminta Andri memantau perkembangan perkara yang sedang ia tangani.

Pada pertemuan tersebut, Andri menerima uang sebesar Rp 300 juta. Selanjutnya, pada November 2015, bertempat di Summarecon Mall, Andri kembali menerima uang sebesar Rp150 juta dari Asep.

Selain itu, Andri juga menerima uang dari pihak lain yang beperkara di tingkat kasasi dan PK, yang jumlahnya mencapai Rp 50 juta.

"Sejak menerima uang Rp 500 juta, terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK, sampai batas waktu 30 hari, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang," kata jaksa.

Penyidik KPK menemukan uang Rp 500 juta di dalam tas koper biru yang disimpan di dalam kamar tidur Andri. Uang tersebut disita saat Andri ditangkap dalam kasus suap.

Atas perbuatannya, Andri didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.

 

Sumber : koranriau.net

Terkini

Terpopuler