NASIONAL (RA) - Sibak kasus penipuan pemilik padepokan Dimas Kanjeng, Taat Pribadi mengungkapkan fakta baru. Polisi menangkap tujuh orang yang disebut sebagai abah atau mahaguru besar. Uniknya sosok yang dianggap guru spiritual dan bagian dari kedok penipuan ini, merupakan warga biasa.
"Bahkan orang yang dikenal sebagai mahaguru di padepokan ini berprofesi sebagai seorang pemulung ataupun gelandangan, yang suka minta di pinggir jalan," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono saat memberikan keterangan kepada wartawan kemarin.
Selain gelandangan, ada juga yang berprofesi sebagai kuli bangunan, penjual kopi dan tukang bengkel atau mekanik. Bahkan selain itu ada yang pengangguran.
Tujuh orang yang diamankan adalah Marno Sumarno alias Abah Holil, Murjang alias Abah Nogososro, Abdul karim alias Abah Sulaiman Agung, Ratim alias Abah Abdul Rohman, Sadeli alias Abah Entong, Biea Sutarno alias Abah Sukarno dan Karmawi.
Keberadaan mereka terungkap setelah penyidik melakukan pengembangan dari keterangan tersangka Vijay, seorang warga negara keturunan India, yang ditangkap beberapa hari lalu.
"Tujuh orang ini tinggal di Jakarta. Mereka lebih banyak tinggal di rumah petak, dan ada yang tinggal di bengkel," ucap Argo.
Ketujuh orang itu sengaja didatangkan dari Jakarta oleh tersangka Vijay. Dengan tujuan untuk dihadirkan setiap ada kegiatan istigasah Taat Pribadi di Madura, Makasar dan Probolinggo. Mereka juga diminta mengenakan jubah hitam yang disuruh tersangka.
"Semuanya itu atas permintaan tersangka Taat Pribadi menyuruh tersangka Vijay. Supaya dicarikan orang tua, dengan mempunyai jenggot panjang warna putih," ujar perwira tiga melati di pundak itu.
"Kalau sudah mendapatkan. Maka akan diajak ke beberapa tempat, dalam acara istigasah, supaya mengaku sebagai mahaguru," tambah Argo.
Ketujuh orang ini mendapatkan bayaran mulai dari Rp 2 juta, Rp 4 juta, Rp 20 juta hingga umrah jika menghadiri dan memenuhi permintaan Taat Pribadi dalam acara istigasah. "Bahkan, ada yang sampai diberangkatkan umroh," terang dia.
Tentang peran ketujuh orang itu, tergantung permintaan Taat Pribadi dan Vijay. "Kalau diminta duduk saja ya duduk, kalau diminta menghilang, ya menghilang," katanya.
Ratim alias Abah Abdul Rohman, tinggal di Jalan Asia Baru, Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. Pria berusia 65 tahun tersebut diminta menjadi mahaguru besar atas ajakan Vijay. Yang nantinya akan diberikan nama saat istigasah di padepokan oleh tersangka Taat Pribadi, dan untuk memimpin dalam membaca doa.
"Kerja saya iya penjual warung kopi di Jakarta. Saya diajak oleh Pak Vijay, agar memimpin doa itu saja," aku Ratim di depan semua media dan polisi.
"Doa itu saya baca setiap kegiatan istigasah. Iya seperti minta doa keselamatan dari dunia akhirat dan minta rejeki," tambah pria penjual warung kopi tersebut.
Acara istigasah itu lebih banyak di Makassar dan Probolinggo. Untuk di Madura sendiri jarang ada. Sebab pengikut Dimas Kanjeng sendiri lebih banyak dari dua kota tersebut.
Itupun tergantung situasi. Sebab jika saat di Padepokan Dimas Kanjeng di Makassar, Ratim ini dikenalkan oleh tersangka kepada pengikutnya sebagai keturunan wali Songo Sunan Kalijaga. Untuk di Probolinggo dan Madura, dikenalkan seorang keturunan dari Sunan Ampel.
"Saya juga bingung. Mereka ini (Taat Pribadi dan Vijay) mengenalkan saya sebagai seorang keturunan wali. Akhirnya sampai saya disebut mahaguru besar pertama," ucapnya.
"Bahkan, mereka (pengikut) yang ada di sana (dalam Padepokan) sampai ada yang disuruh untuk cium tangan saya. Karena sebagai guru besar," tambah dia.
Hal senada juga diungkapkan Murjang alias Abah Nogososro, tinggal di Kepa Duri, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Kalau diajak Vijay, untuk dikenalkan banyak orang, dan mengikuti istigasah yang digelar oleh Taat Pribadi.
Nantinya akan dikumpulkan dengan orang yang berwibawa, sama-sama mempunyai jenggot panjang berwarna putih. "Terus terang saja. Saya tidak tahu apa-apa. Sekolah saja tidak," ucap pria berusia 51 tahun ini.
"Saya tahunya itu duit dan duit, dapat duit. Setelah dapat duit pulang, dan kadang diberi Rp 1 juta, juga Rp 1,5 juta," tambah dia.
Ditanya perintah yang diterima, dia mengaku hanya diberi tasbih dan disuruh duduk untuk menemani Dimas Kanjeng Taat Pribadi. "Saya hanya duduk saja sambil memelintir tasbih," ujarnya sambil mempraktikkan tugasnya.
Begitu juga dengan pengakuan Abdul Karim alias Abah Sulaiman, yang hidupnya lebih banyak dihabiskan di pinggiran jalan sekitar Jalan Poncol Kepa Duri, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat juga diajak oleh tersangka Vijay.
Supaya ikut keliling di sekitar padepokan, untuk dikenalkan orang banyak. Jika ada pengikut yang menanyakan, supaya mengaku sebagai mahaguru besar di Padepokan Dimas Kanjeng.
"Saya diajak iya mau saja. Tidak tahu apa-apa. Yang penting dapat uang dan bisa buat isi perut. Saya sendiri tidak mempunyai pekerjaan iya lebih banyak di jalanan (pemulung)," terangnya.
Hingga kini, ketujuh orang diperiksa Polda Jatim sebagai saksi. (merdeka.com)