NASIONAL (RA) - Jakarta, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Pemilu dinilai banyak pihak sebagai upaya pemerintah untuk menjegal partai-partai baru yang potensial. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 190 dan 192 RUU tersebut yang menjadi penghalang bagi partai baru untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Pasal 190 menyebutkan bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Sementara, dalam Pasal 192, dibuat juga aturan baru bahwa bagi parpol yang belum mengikuti pemilu legislatif periode sebelumnya, wajib bergabung dengan partai lama jika ingin mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Meski tergolong partai baru yang mungkin saja akan terdampak bila RUU ini lolos, Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq menjawab diplomatis, “bila belum tepat, mari kita perbaiki bersama," katanya. Rofiq menambahkan, sebagaimana partai-partai lainnya, Partai Perindo menghormati dan melaksanakan amanah konstitusi yang menjadi landasan untuk berbagai produk hukum di negeri ini. Itulah sebabnya, pihaknya optimis melihat ruang kompromi yang dapat menyelamatkan demokrasi politik di negeri ini. “Saya yakin, kita semua tidak ingin menodai amanat konstitusi karena menodai konstitusi berarti kita mengkhianati rakyat Indonesia," ujarnya.
Itulah sebabnya, Rofiq mengatakan Partai Perindo memilih untuk tetap fokus menjalankan program-program partai sebagai upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat. “Partai Perindo menjalankan program unggulan dengan masif agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas.
Itu sesuai arahan Ketum kami, sekaligus menjalankan visi dan misi partai," ujar Rofiq. Sebelumnya, kritik tajam juga disampaikan berbagai pihak terkait rencana pemerintah dalam revisi RUU Pilpres ini.
Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis menilai wacana Revisi RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu hanya akal-akalan pemerintah. Ia menilai langkah yang dilakukan pemerintah bertentangan dan tidak sesuai dengan konstitusi. “Saya berpendapat bahwa gagasan itu bertentangan dengan konstitusi," katanya saat dihubungi tim MNC Media Jumat (14/10/2016).
Terpisah, Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos menilai revisi UU Pemilu merupakan strategi partai-partai pemenang pemilu 2014 untuk mengunci parpol-parpol baru agar tidak memunculkan calon presiden. Menurut dia, partai lama tak ingin setiap parpol baru mengusulkan orang-orang terbaik yang memiliki kompetensi dan disukai rakyat.
“Ini adalah kepentingan dari partai-partai politik lama untuk membatasi peluang partai baru, jika parpol baru mengusung tokoh-tokoh alternative ini akan menjadi pilihan bagi masyarkatkan,” katanya kepada MNC Media, Kamis 13 Oktober 2016. (okezone.com)