Ini kata Ketua FKPMR Chaidir dalam Memaknai Merawat Tuah Menjaga Marwah

ANI
Jumat, 08 Agustus 2025 | 17:03:49 WIB
Ketua Umum FKPMR, Dr Chaidir.

PEKANBARU (RA) - Jelang perayaan Hari Jadi ke-68 Provinsi Riau yang bertepatan besok, Sabtu, 9 Agustus 2025. Banyak harapan besar untuk kemajuan Bumi Lancang Kuning ini. Seperti halnya dengan Ketua Umum FKPMR, Dr Chaidir.

Mengangkat tema "Merawat Tuah Menjaga Marwah", Dr Chaidir menyebutkan ungkapan itu perlu dipandang dalam berbagai perspektif. Baik dalam perspektif pragmatis ataupun geopolitik.

"Tuah Riau Negeri Melayu itu terletak pada keistimewaan sumber daya alamnya yang berlimpah dan dari sisi geopolitik, tuah Riau itu terletak pada posisi geografis strategis istimewa karena berada di bibir Selat Melaka, selat teramai di dunia," ungkap Dr Chaidir.

Selain itu, pemaknaan tersebut juga perlu dilihat dari sisi budaya. Karena menurutnya, budaya Melayu sebagai nilai membuat Melayu tak hilang di bumi. Meskipun tak berada sebagai simbolistik pusat kekuasaan, namun secara substansial nilai-nilai budaya Melayu tetap mewarnai panggung pertunjukan kehidupan.

"Merawat Tuah Menjaga Marwah bisa kita maknai, bila tuah dirawat atau dilindungi dengan baik, maka marwah negeri akan terjaga. Sebaliknya bila tuah tak dirawat dan tak dilindungi, maka marwah tak akan terjaga dan tak akan bisa ditegakkan," ungkapnya.

Lebih lanjut, dikatakan Dr Chaidir, jika suatu daerah dapat menjaga tuah, maka dengan keistimewaan atau kesaktian tersebut, orang atau kaum dapat dihormati, disegani, memiliki harga diri atau bermarwah. Keistimewaan itulah yang menjadi tuah Melayu, harus dirawat, dilindungi, dipelihara, dipupuk dengan baik.

"Beberapa tuah atau keistimewaan bisa kita rasakan sehari-hari. Pertama adalah adat bersendi sarak, sarak bersendi kitabullah. Adat ini disebut Adat yang sebenar adat, menggambarkan persebatian adat Melayu dengan ajaran Islam. Dasar adat Melayu menghendaki sunnah Nabi dan Al-Quran sebagai pedomannya. Prinsip itu tidak dapat diubah, tidak dapat dibuang, apalagi dihilangkan," katanya.

Nilai-nilai adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah menjadi nilai dasar, menjadi tuah negeri Melayu. Inilah yang menjadi norma sosial masyarakat Melayu dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

"Dalam nilai-nilai tersebut tercermin nilai-nilai integritas, keramah-tamahan, saling menghargai, saling menghormati, keterbukaan, dan sopan santun. Semangat ini terbukti dapat mengakomodasi perbedaan dalam masyarakat Riau yang berbilang kaum," ungkapnya.

Lebih lanjut, tuah atau keistimewaan kedua dalam budaya Melayu adalah menjunjung tinggi adab dan tata krama. Budaya Melayu sangat menekankan kesopanan, tutur kata yang halus, serta hormat kepada yang lebih tua dan hormat kepada pemimpin.

Nilai ini, dikatakan Dr Chaidir menjadikan masyarakat Melayu dikenal ramah, santun, dan menjunjung etika komunikasi dengan menggunakan kata-kata yang santun dan patut dalam pergaulan, demikian pula dalam komunikasi pemerintahan.

"Sebagai daerah yang telah menginjak usia matang, kota seharusnya dapat menjunjung tinggi nilai musyawarah dan mufakat juga merupakan tuah atau keistimewaan dalam budaya Melayu," katanya.

"Orang Melayu sangat menghormati, menjunjung tinggi dan memuliakan musyawarah dan mufakat dalam kehidupan sehari-hari. Melalui musyawarah dan mufakat tak ada keruh yang tak bisa dijernihkan, tak ada kusut yang tak bisa diungkai. Siapapun yang menyalahi kesepakatan dianggap melanggar adat dan ia menjadi hina dalam pandangan masyarakatnya," tambahnya.

Tuah atau keistimewaan lain yang menjadi adat Melayu, kata Dr Chaidir ialah menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran. Tunjuk ajar Melayu banyak memuat nilai-nilai yang menjunjung keutamaan dan kemuliaan keadilan dan kebenaran.

"Bagi orang Melayu, keadilan dan kebenaran adalah kunci utama dalam menegakkan tuah dan marwah, mengangkat harkat dan martabat. Keadilan dan kebenaran tidak dapat ditawar-tawar, karena semuanya adalah acuan mengenai kehidupan, pemerintahan dan sikap hidup orang Melayu," sebutnya.

Tuah atau keistmewaan tersebut dituangkan dalam tunjuk ajar Melayu sebagai norma atau acuan dalam kehidupan sehari-hari.

"Bila tuah tersebut dirawat, dipedomani, dihormati dan dilaksanakan dengan baik, maka masyarakat kita akan bermarwah, bermartabat, memiliki kehormatan dan harga diri. Para pemimpin yang memiliki kehormatan dan harga diri adalah pemimpin yang mampu memberi keteladanan bagaimana merawat tuah nilai-nilai keistimewaan budaya Melayu tersebut. Hal ini tercermin dari sikap dan perilakunya sehari-hari," katanya.

Dr Chaidir menyebutkan Merawat Tuah Menjaga Marwah dalam prakteknya memang tak mudah. Pasalnya, kapal Lancang Kuning saat ini tengah berlayar di tengah badai. Di era keterbukaan media sekarang, masyarakat dengan segala persoalannya ibarat berada dalam akuarium tembus pandang, semua bisa menyaksikan apa yang terjadi.

"Semua bisa mengurai satu demi satu apa yang terjadi dalam akuarium. Tapi kita tak boleh putus asa, tarik hati-hati rambut dalam tepung supaya rambut tak putus tepung tak berserak. Selamat Hari Jadi Riau. Kayuh kompak Riau Berdelau," pungkasnya.

Tags

Terkini

Terpopuler