PEKANBARU (RA) – Industri hulu kelapa sawit Indonesia tengah menghadapi gejolak serius dalam enam bulan terakhir.
Salah satu isu yang paling menyita perhatian publik adalah aksi pemasangan plang dan penyitaan kebun sawit rakyat oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), yang dinilai menimbulkan keresahan di kalangan petani dan masyarakat.
Ketua Laskar Prabowo Provinsi Riau, Apul Sihombing, SH., MH, kembali menegaskan bahwa tindakan main sita tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM), terutama jika dilihat dari aspek kepastian hukum.
"Ini sebetulnya sudah termasuk pelanggaran HAM kalau kita kaji dari segi kepastian hukum," kata Apul kepada riauaktual.com, Senin (9/6/2025).
Apul membandingkan kasus ini dengan perkara hukum yang menjerat korporasi besar seperti Duta Palma dan PT Torganda. Kedua perusahaan tersebut baru bisa dieksekusi setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
"Duta Palma dan PT Torganda itu dinyatakan bersalah karena melakukan usaha perkebunan dalam kawasan hutan tanpa izin yang sah, dan itu diputuskan secara hukum melalui proses pengadilan. Nah, Satgas PKH ini kok bisa melakukan tindakan seolah-olah setara dengan putusan pengadilan?" ujar Apul.
Dia pun mempertanyakan asas keadilan dan kesetaraan hukum dalam pelaksanaan tugas Satgas PKH.
"Yang pasti penyitaan atau eksekusi tanpa proses peradilan jelas bertentangan dengan UU di negara Hukum Indonesia. Apa bedanya Duta Palma dengan petani kecil? Keduanya katakan diklaim sama-sama berada di kawasan hutan, tapi kenapa pendekatannya berbeda?, lalu apakah proses penetapan kawasan hutannya sudah sesuai UU Kehutanan No 41/1999?. Ini harus di uji melalui proses persidangan," tegasnya.
Apul juga mengingatkan bahwa tindakan eksekusi lahan tanpa melalui proses hukum jelas cacat hukum dan berpotensi menimbulkan perlawanan hukum dari pihak-pihak yang dirugikan.
"Masih ada potensi kuat untuk dilakukan perlawanan hukum karena penyitaan dilakukan tanpa dasar putusan pengadilan. Bagaimana mereka bisa tahu luasan lahan yang dikuasai seseorang tanpa verifikasi langsung di lapangan dan tanpa proses peradilan?" katanya.
Apul juga menyoroti ketakutan para petani akibat tindakan main sita tanpa proses peradilan hukum tersebut. “Aparat Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutan juga harus ikut bertanggungjawab karena lalai dalam melaksanakan tugasnya”, kata Apul.
"Saya menilai, pendekatan yang digunakan oleh Satgas PKH justru memperkeruh situasi dan mengancam mata pencaharian masyarakat yang sudah puluhan tahun menggantungkan hidup dari kelapa sawit", kata Apul.
Sebagai bentuk respons, Laskar Prabowo Riau berencana mengadakan seminar terbuka untuk membedah secara lebih mendalam legalitas dan dampak dari keberadaan Satgas PKH, khususnya terhadap petani sawit rakyat.
"Sabtu mendatang kami akan membentuk panitia pelaksana seminar. Di sana akan kami bahas siapa saja yang akan diundang sebagai pembicara, mulai dari pihak kejaksaan, perwakilan Satgas PKH, Kementerian Kehutanan, hingga asosiasi petani sawit. Mereka semua harus didengar," kata Apul.
Dia berharap, seminar ini bisa menjadi ruang diskusi objektif untuk menyusun bahan pertimbangan bagi kelanjutan kebijakan Satgas PKH.
"Paling tidak nanti ada dasar yang kuat sebagai bahan evaluasi dan masukan agar negara tidak sampai bersikap dzolim kepada rakyatnya sendiri," tutupnya.