Riauaktual.com – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, menyatakan bahwa Indonesia perlu mengambil pendekatan baru dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina, yaitu dengan menekankan masalah kemanusiaan.
"Masalah kemanusiaan inilah yang kemudian membakar semangat mahasiswa-mahasiswa dan profesor-profesor Amerika Serikat (AS) untuk berdiri tegak, meskipun mereka menghadapi berbagai tantangan dan ditangkap polisi," kata Hikmahanto dalam acara Gelora Talks bertajuk 'Dunia Dukung Palestina di PBB: Israel dan Amerika Meradang", Rabu (22/5/2024) sore.
Hikmahanto menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu malu soal keberpihakannya kepada Palestina.
"Amerika dan Israel sudah tahu posisi Indonesia, sehingga kita tidak perlu malu-malu lagi. Indonesia tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel karena Indonesia berpihak pada rakyat Palestina, berpihak pada kemanusiaan," tegasnya.
Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani ini menyarankan agar Indonesia terus mengangkat isu kemanusiaan Palestina di Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB, seperti yang telah dilakukan oleh Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. Dengan opini tersebut, diharapkan akan tercipta generasi baru yang menyadari masalah Palestina dari sisi kemanusiaan. Harapannya, mereka akan segera melakukan perubahan di berbagai lembaga internasional, termasuk di AS, Israel, Eropa, negara Islam, dan belahan dunia lainnya.
"Jadi bukan mustahil, Indonesia akan memimpin 143 negara yang mendukung Palestina. Kita berharap nanti Pak Prabowo di pemerintahan selanjutnya, tidak sekedar mencari popularitas saja, tapi bisa membuat rakyat Palestina mendapatkan kembali tanahnya," tandas Hikmahanto.
Pengamat geopolitik, Tengku Zulkifli Usman, juga menekankan perlunya pendekatan baru dalam isu Palestina.
"Generasi baru pasti punya paradigma dan perspektif baru soal Palestina. Sekarang yang terjadi secara global sudah positif, dan semangatnya perlu terus dijaga," kata Tengku Zulkifli Usman.
Pengajar University Sains Islam Malaysia, Dr. Abdulrahman Ibrahim, yang juga hadir dalam diskusi tersebut, menambahkan bahwa AS dan Israel adalah negara yang tidak menghormati demokrasi, sementara Palestina adalah negara yang mematuhi demokrasi.
"Sebagai orang Palestina, kita menghormati PBB untuk menjadi anggota penuh, tapi kita masih terus berjuang agar bisa mendapatkan kemerdekaan negara kita dan tidak diveto oleh lima negara," kata Abdulrahman.