Politik Jalan Tengah Jadi Solusi Potensi Polarisasi di Pilpres 2024

Politik Jalan Tengah Jadi Solusi Potensi Polarisasi di Pilpres 2024

Riauaktual.com - Politik jalan tengah bisa menjadi solusi bagi para calon presiden (capres) yang akan mengikuti kontestasi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Langkah tersebut untuk meminimalkan potensi polarisasi kebablasan dan dampak berkepanjangan, seperti di Pilpres 2014 dan Pilkada DKI 2017.

"Saya kira ini warning yang kita sampaikan, kita menjaga betul supaya tidak terjadi lagi polarisasi kebablasan. Karena yang mendapatkan keuntungan terbesar dari pembelahan ini, bukan calon presiden, tetapi bangsa Indonesia dan masyarakat Indonesia," kata Sekjen Gelora Mahfuz Sidik  saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk 'Politik Jalan Tengah: Menjawab Ancaman Polarisasi pada Pilpres 2024', Rabu (26/7/2023).

Mahfuz menegaskan, bahwa polarisasi politik ini menciptakan implikasi yang panjang. "Jadi pemilunya sudah selesai, ternyata pembelahan di masyarakatnya nggak selesai-selesai, residunya masih panjang," katanya.

Menurut Mahfuz, potensi polarisasi kebablasan bisa terjadi pada Pilpres yang diikuti dua atau lebih pasangan calon. Jika capres lebih dari dua, maka potensi polarisasi kebablasan terjadi pada putaran kedua.

Karena itu, penting bagi pemerintah untuk membangun dan memperkuat narasi kebangsaan di tengah masyarakat, sehingga kepentingan nasional tidak dikalahkan oleh kepentingan politik praktis.

"Agustus adalah momen terbaik bagi pemerintah untuk memperkuat narasi kebangsaan dan kepentingan kolektif kita sebagai satu bangsa. Presiden Jokowi (Joko Widodo) secara khusus bisa menghighlight pesan-pesan tersebut," katanya.

Sementara itu, Direktur Esekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan,   polarisasi sebenarnya sesuatu yang sehat dan alami, karena apabila tidak ada partai politik dan capres yang berbeda, masyarakat tidak punya pilihan.

Menurut Djayadi, polarisasi seperti ini dalam politik dinilai sebagai polarisasi yang tidak sehat atau pernicious severe polarization, yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai polarisasi kebablasan.

Polarisasi kebablasan itu membelah masyarakat menjadi dua. "Di Indonesia sumbernya banyak, selain perbedaan ideologi, ada juga keterikatan dengan pemimpin, etnis, agama, kesenjangan ekonomi dan sebagainya yang bisa menjadi sumber polarisasi yang sifatnya kebablasan," ujarnya.

Sedangkan Mubaligh nasional Haekal Hassan menilai pemerintah harus bertanggungjawab terhadap terjadinya polarisasi kebablasan dan pembelahan di masyarakat ini, karena rakyat tidak bisa dituntut tanggung jawab.

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index