Disnaker Akan Cek Pabrik UD RCO di Rumbai Pesisir

Disnaker Akan Cek Pabrik UD RCO di Rumbai Pesisir
Pabrik UD RCO di Rumbai Pesisir

PEKANBARU (RA)- Keberadaan Pabrik bermerk UD RCO yang melakukan aksi penyulingan ban bekas di di Jalan Suka Maju Kelurahan Lembah Damai, Kecamatan Rumbai Pesisir, ternyata belum diketahui Dinas Tenaga Kerja. Makanya, besok Rabu, Disnaker berencana turun ke pabrik tersebut melakukan pengecekkan langsung.

"Belum pernah melaporkan tenaga kerja ke kita, sebenarnya kalau dia dalam bentuk usaha tentu ia harus melapor ke kita, karena belum ada nanti kita cek turun ke lapangan dulu, cek kebenarannya," kata Kepala Disnaker Pekanbaru Joni Sarikoen, Selasa (30/9/2014).

Jika sudah dilakukan pengecekan secara langsung ke lapangan, kata Joni, maka dirinya akan mempertanyakan apakah usaha tersebut telah memiliki izin dari Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Pekanbaru atau belum.

"Karena ini kan baru informasi. Nanti kita cek izinnya kita turun ke lapangan, nanti kalau bentuk badan usaha sudah ada izin apa tidak, bagaimana izinnya di BPT-PM, besok kita pantau," ujar Joni seraya meminta alamat lengkap keberadaan pabrik itu kepada wartawan yang telah pernah turun ke lokasi.

Seperti diketahui, warga yang berada di sekitaran Kelurahan Lembah Damai Kecamatan Rumbai Pesisir Pekanbaru, resah karena lingkungan mereka tercemar oleh limbah pabrik penyulingan ban bekas tersebut.

Pabrik tersebut sangat tertutup dan tak semua orang bisa masuk. Lokasi ini sendiri berada di kilometer 12,5 Jalan Lintas Yos Sudarso.

Ketua RT 01 Kelurahan Lembah Damai Kecamatan Rumbai Pesisir bernama Jumani, mengatakan bahwa pabrik tersebut sudah dikeluhkan oleh warga sekitar sejak lama.

Diceritakannya, pada saat itu, ada kesepakatan dari masyarakat dan Pabrik RCO. Ada 3 poin yang disebutkan dalam kesepakatan, salah satunya perusahaan berjanji akan memberikan warga bantuan senilai Rp5 juta.

"Sekitar dua bulan lalu industri itu sudah didatangi warga beramai-ramai. Warga sudah meminta agar polusi udara diatasi. Lalu karena kalut, perusahaan itu menjalin kesepakatan yang dibuat pada tanggal 4 Juli yang lalu," paparnya.

Dirinya juga menyebutkan bahwa beberapa warganya sering mengalami batuk-batuk dan sesak nafas akibat polusi asap tersebut. Tidak hanya warganya, hal serupa juga dikeluhkan oleh warga yang berada di 3 RT, 7 RW Kelurahan Muara Fajar yang juga berdekatan dengan pabrik.

"Warga sekitar yang berjarak 200 meter dari pabrik ngotot minta polusinya diatasi. Saya jadi serba salah," ucapnya mengeluh.

Beberapa warga lain yang namanya tidak ingin disebutkan membeberkan bahwa pabrik tersebut selalu beroperasi hingga malam hari. "Non stop mas. Tidak semua orang di sini tahu apa yang sedang dikerjakan di situ," terang warga ini.

Anggota DPRD Kota Pekanbaru juga sudah pernah turun ke lokasi dan diperlakukan secara tidak baik. Anggota DPRD dari Fraksi PDI sebanyak dua orang, Dapot Sinaga dan Jhon Romi Sinaga beserta beberapa wartawan kala itu mendapat sambutan tidak menyenangkan dari pihak pabrik.

"Woi buka pintu, kami anggota dewan ini," sorak Dapot karena hampir setengah jam di depan pintu gerbang yang tak kunjung dibukakan oleh petugas pabrik.

Akhirnya, pintu dibuka setelah Kapolsek Rumbai Pesisir datang karena ditelepon Anggota DPRD. Setelah masuk, tampak di pos penjagaan spanduk yang mengundang tanda tanya, bertuliskan "Dari Pada Beli Petasan Lebih Baik Beli Baju Lebaran" berlogo dan nama Polsek Rumbai Pesisir.

Di dalam pabrik ini, juga tampak tumpukan ban bekas yang siap untuk diolah. Tampak juga puluhan pekerja berkulit hitam dan jelas bukan dari Kota Pekanbaru karena berwajah Indonesia Timur. Seorang ibu-ibu yang mengaku pemilik pabrik, juga tidak menyambut dengan baik kedatangan anggota DPRD ini. Bahkan, pihak pabrik mempertanyakan kepada Anggota DPRD yang datang ini dari komisi berapa. Padahal memang di DPRD Kota Pekanbaru belum ada pembagian komisi.

Setelah mendapat perlakuan tidak baik ini, tiga Anggota DPRD lainnya dari Partai Demokrat datang, diantaranya Aidil Amri, Eri Sumarni, dan Desi Susanti, hadir di lokasi. Terjadilah pembicaraan, dan Kapolsek pun memberikan keterangan atas keberadaan pabrik yang disebut-sebut mencemari lingkungan tersebut.

Karena tidak puas, Anggota DPRD kembali ke kantor dan akan merencanakan untuk menindaklanjut persoalan tersebut bersama instansi terkait. "Tadi mereka tunjukkan ke kita izin-izinnya semua lengkap, entah abal-abal tak tahu lah kita itu ya," ujar Aidil Amri.

Pabrik tersebut, memproduksi bahan Bakar Minyak (BBM) hasil penyulingan ban bekas Bio Rubber Fuel (BRF) atau biasa disebut minyak bakar dari bahan baku ban bekas. Produksinya ini dari bahan dasar karet. Diambil dari ban bekas dari hasil penyulingan, minyak bisa langsung dipakai. Biasanya pelaku industri memburu minyak ini sebagai solusi alternatif pengganti solar dan untuk pengaspalan. Harganya berkisar antara Rp5 ribu hingga Rp6 ribu per liternya.

Keuntungan memperoleh BRF ini, pelaku industri bisa menghemat sekitar 10-20 persen dibanding membeli solar yang harganya mahal dan kerap turun naik setiap bulannya dari PT Pertamina. Selain harga cenderung murah, keuntungan memperoleh BRF ini mesin awet dan bersih karena titik pengapiannya lebih cepat.

Sayangnya, pekerjaan penyulingan ban bekas ini menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan karena asap hitam hasil pembakaran ban mengepul ke udara dan limbah yang dihasilkan pun berbahaya untuk kesehatan makhluk hidup. Pabrik ini pun sudah lama beroperasi namun tak banyak yang tahu aktifitas di dalamnya, termasuk tenaga kerja pun tidak ada yang tahu persis.

Bentuk BRF ini berwarna hitam pekat dengan bau yang agak tajam. Kandungan kalorinya diatas solar sehingga tidak perlu untuk dipanaskan terlebih dahulu pre-heating. Selain itu, untuk memakai BRF ini, pelaku usaha industri tidak perlu lagi merubah instalasi yang sudah ada seperti ukuran nozel atau control burner.

Berat BRF ini berkisar antara 0,90 hingga 0,93 gram per liter. Jenis bahan bakar ini memiliki tingkat pelumasan yang jauh lebih baik daripada solar. BRF cocok untuk pengoperasian seperti mesin kapal dan boiler. Hal inilah yang membuat pelaku industri memburunya karena tidak menyisakan endapan saat pembakaran setelah mesin beroperasi.

"Saya saja orang Rumbai tak tahu pabrik itu, Lillahita'ala, saya tak pernah tahu, baru tadi," pungkas Amri saat itu.

 

Laporan : riki

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index