Sederet Kebijakan 'Kejam' Ari Askhara saat Jadi Dirut Garuda

Sederet Kebijakan 'Kejam' Ari Askhara saat Jadi Dirut Garuda
Ilustrasi (net)

Riauaktual.com - Puluhan karyawan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang tergabung dalam Ikatan Awak Kabin Garuda (Ikagi) mendatangi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta Pusat kemarin (9/12/2019). Kedatangan mereka untuk menyampaikan kondisi perusahaan terutama saat dipimpin oleh Ari Askhara.

Ari sendiri baru saja dicopot dari jabatan sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia karena terjerat skandal Harley Davidson.

Sekjen Ikagi Jacqueline Tuwanakotta mengatakan, kebijakan Ari saat menjadi Direktur Utama merugikan karyawan. Sebutnya, kebijakan itu seperti mutasi hingga larangan ikut terbang (grounded).

"Mereka takut, terancam, melakukan kesalahan sedikit langsung dipindahkan ke Papua, awak kabin yang harusnya pembinaan di-grounded, grounded itu nggak boleh terbang," katanya di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat.

Bukan hanya itu, kebijakan lain salah satunya adalah jam terbang yang melewati batas. Sebutnya, salah satunya ialah pramugari terbang pulang-pergi (PP) ke luar negeri.

Ada pramugari dipaksa terbang 18 Jam PP Jakarta-Melbourne.

Pengalaman terbang PP ke luar negeri salah satunya dirasakan Hersanti, pramugari yang telah mengabdi di Garuda lebih dari 30 tahun. Seharusnya, kata dia, pramugari mendapat waktu istirahat untuk penerbangan jauh.

Sebagai contoh, ia belum lama terbang PP Jakarta-Melbourne-Jakarta. Penerbangan itu ia tempuh selama 18 jam tanpa istirahat.

"Saya yang mengalami penerbangan, PP baru kemarin saya dari Melbourne PP, rasanya badan melayang. Ini baru aja mendarat kemarin dan saya menyempatkan ke mari untuk memberitahu badan saya rasanya nggak enak banget," katanya.

Dia mengaku, kondisi badannya tidak fit. Sebab, ia menempuh perjalanan selama 18 jam tanpa istirahat.

"Saya ke sini agak meriang juga 18 jam harus bekerja, harus buka mata," tambahnya.

Sebagai pramugari pihaknya juga ingin diberlakukan sebagai manusia pada umumnya. Ia juga butuh waktu istirahat di sela jam kerjanya yang panjang. Dia berharap, Kementerian BUMN mau mendengarkan aspirasi dari para pekerja.

"Kami berkumpul di sini harusnya saya libur kita berjuang untuk menyuarakan suara teman-teman banyak yang takut datang," ungkapnya.

Pada kesempatan sama, Sekjen Ikagi, Jacqueline Tuwanakotta menjelaskan, kebijakan pramugari harus terbang PP luar negeri membuat di antaranya harus diopname.

"Itu adalah peraturan yang dibuat direksi, jadwal terbang awak kabin diubah yang tadinya multi base tiba-tiba menjadi one day, contohnya schedule Jakarta-Sydney-Jakarta harusnya 3 atau 4 hari menjadi PP. Itu membuat dampak tidak bagus awak kabin karena sudah hampir 8 orang awak kabin yang diopname," katanya.

Katanya ada juga yang kena mutasi tanpa kejelasan?

Tak hanya kerja sampai 18 jam untuk penerbangan luar negeri pergi pulang (PP), pramugari bisa saja dimutasi dengan alasan yang tidak jelas. Hal itu diungkapkan, Putri Adelia Pamela yang bertugas di Garuda Indonesia sejak tahun 2011.

Wanita yang biasa disapa Adel ini mengaku sebelumnya ditempatkan di Jakarta, namun tanpa alasan yang jelas ia dipindah ke Makassar.

"Sebelumnya saya sebagai awak kabin yang memiliki home base saya dipindahkan dan dimutasikan ke Makassar tanpa menjalani prosedur atau peraturan jelas kepada saya," katanya.

Dia berharap hal itu tak terulang lagi. Dia pun berharap agar jajaran petinggi Garuda Indonesia dirombak.

"Menurut saya perlu menghapus orang-orang di bawah direksi yang memiliki strategi yang sama dengan bapak Ari Askhara, ide yang sama dengan direksi sebelumnya, dan praktik buruk serta ilegal yang sama juga," ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (Ikagi) Zaenal Muttagin mengatakan, pemindahan atau mutasi seharusnya dilakukan secara jelas. Namun, yang terjadi selama ini dilakukan secara sepihak.

Menurut Zaenal, para awak kabin sendiri selama ini tidak berani melakukan perlawanan. Lantaran, ada dua kemungkinan jika melakukan perlawanan yakni di-grounded (tidak ikut terbang) atau diberikan surat peringatan (SP).

Dia melanjutkan, ketika awak kabin tidak diperbolehkan terbang maka penghasilannya berkurang. Dia bilang, komponen penghasilan awak kabin terbesar adalah dari gaji pokok (gapok) dan tunjangan tugas. Jika tidak ikut terbang, maka awak kabin tak mendapat tambahan uang.

Zaenal enggan menyebut rincian besaran uang terbang, yang pasti lebih besar dari gapok.

"Gaji pokok kita UMP, upah minimum ditambah uang terbang," jelasnya.

Apa penjelasan Garuda soal 18 jam terbang PP?

Vice President (VP) Awak Kabin Garuda Indonesia Roni Eka Mirsa membenarkan adanya pramugari yang kerja 18 jam terbang PP Jakarta-Melbourne. Dia bilang, hal itu diuji coba mulai Oktober 2019.

"Itu benar, memang pertengahan Oktober itu dalam posisi trial 2019, baru. Dan itu secara periodik kita review, tapi itu sebetulnya secara regulasi tidak ada yang terlanggar," katanya dikutip detikcom, Senin (9/12/2019).

Berkaitan dengan aspek kesehatan, dia menuturkan sebelum adanya ketentuan ini juga ada awak kabin yang sakit. Dia menuturkan, terkait penerbangan 18 jam non stop ini akan jadi perhatian Garuda.

"Nggak ada itu juga dulu banyak yang sakit-sakit juga, jadi memang kasus case, itu menjadi perhatian kami. Untuk flight PP," ujarnya

Tambahnya, penerbangan 18 jam merupakan arahan dari direksi. Hal itu dilakukan karena kebutuhan awak kabin untuk pelayanan di penerbangan.

"Ya itu arahan top manajemen, pertimbangannya banyak, karena keterbutuhan crew, pemerataan produksi gitu-gitu. (Top manajemen direksi?) Iya," ujarnya.

Dalam pesan singkatnya, Roni juga memberikan keterangan sebagai berikut:

Terkait penugasan awak kabin sampai dengan 18 jam tidak menyalahi regulasi. Ketentuan yang ada di CASR/PKPS 121.467 memperbolehkan awak kabin diterbangkan sampai dengan lebih dari 18 jam namun tidak melewati 20 jam dengan beberapa syarat di antaranya:

-Ada penambahan minimum 3 FA dari komposisi minimum FA standard setiap/jenis pesawat

-Minimum salah satu sector landing/take off di luar wilayah Indonesia

-Harus ada izin tertulis dari Chief Flight Attendant.

 

 

Sumber: detikcom

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index