Current Date: Selasa, 09 Desember 2025

Kisah Saudi di Balik Murahnya Harga Minyak Dan Hancurnya Ekonomi Rusia

Kisah Saudi di Balik Murahnya Harga Minyak Dan Hancurnya Ekonomi Rusia
Arab Saudi.
EKONOMI (RA) - Rendahnya harga minyak dunia tak melulu membawa keuntungan. Negara kaya minyak seperti Arab Saudi dan Rusia justru kesulitan dengan harga bertahan di bawah USD 50 per barel. Kedua negara mengandalkan pendapatan negara dari penjualan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui tersebut.
 
Harga minyak dunia bertahan rendah sejak pertengahan 2014 silam hingga mencapai level terendahnya di bawah USD 30 per barel. Padahal, awal 2014 harga minyak berada di atas USD 100 per barel.
 
Negara penghasil minyak sudah mulai khawatir dengan harga rendah. Sejak beberapa bulan lalu, mereka membuat kesepakatan untuk menahan produksi untuk menekan pasokan dan menaikkan harga. Namun, pada awalnya Arab Saudi enggan melakukan pemangkasan produksi.
 
Keputusan Saudi menimbulkan kecurigaan. Alih-alih mengurangi produksi, Arab Saudi justru terus memompa minyak dengan kecepatan tinggi. Saudi merancang strategi ini untuk merebut pangsa pasar produsen biaya tinggi atau Amerika Serikat.
 
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir membantah tudingan tersebut. Melimpahnya pasokan global membuat harga minyak menyentuh titik terendah dalam 12 tahun terakhir yaitu di bawah USD 28 per barel.
 
"Kita sekarang harus kembali ke teori dasar ekonomi Adam Smith. Ini tentang penawaran dan permintaan," ucap Adel al-Jubeir beberapa waktu lalu.
 
"Kami membiarkan pasar menentukan titik keseimbangannya. Apa yang kita lihat sekarang adalah harga pasar," katanya.
 
Di balik strategi tersebut, beberapa ekonom dan ahli melihat ini sebagai motif geopolitik. Arab Saudi dinilai ingin 'berperang' dengan Iran dalam hal minyak dunia. Iran kembali ke pasar global setelah dicabutnya sanksi nuklir beberapa waktu lalu.
 
Sanksi nuklir Iran telah dicabut dan timbul beberapa spekulasi bahwa Arab Saudi mencoba menyakiti Iran dengan membuat harga minyak bertahan rendah.
 
Arab Saudi pun bertahan untuk tak memangkas produksi minyaknya. Bahkan, Saudi terus menggenjot produksi minyaknya dan menambah pasokan minyak mentah dunia.
 
Analis menyebut, Saudi sengaja ingin menghancurkan ekonomi Amerika Serikat dengan harga minyak rendah.
 
Anjloknya harga minyak dunia menjadi perang terbuka antara Arab Saudi dan Amerika Serikat. Pemerintah Arab Saudi ngotot tak ingin memangkas produksi minyaknya. Bahkan, Arab Saudi menginginkan harga minyak dunia tetap dibawah USD 40 per barel.
 
Dilansir Forbes, Pemerintah Arab Saudi khawatir pemotongan produksi diberlakukan. Alasannya sebenarnya adalah Pemerintah Arab Saudi ingin menghancurkan ekonomi Amerika Serikat. Amerika Serikat pun juga menjadi salah satu pemasok dan produsen minyak mentah dunia.
 
"Arab Saudi ingin menjaga harga di bawah USD 40 per barel dalam jangka pendek untuk menghancurkan ekonomi Amerika. Dalam jangka panjang, Arab Saudi ingin merebut kembali pasar minyak mentah dunia. Dalam perang ekonomi, Arab Saudi habis-habisan melemahkan perekonomian Amerika," ujar Analis Forbes Panos Mourdoukoutas, Selasa (19/4).
 
Dalam kasus ini, Arab Saudi berhasil membuat Amerika Serikat bergantung pada harga minyak dunia. Setelah hancur, Arab Saudi bakal langsung menggenjot kenaikan harga minyak dunia dan membiarkan harga minyak naik dengan cepat.
 
Alasan lainnya, Arab Saudi juga ingin menghancurkan ekonomi Rusia dan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). "Saudi meningkatkan produksi minyak untuk merusak perekonomian Rusia," kata dia.
 
Panos menjelaskan Arab Saudi sengaja menghancurkan ekonomi Rusia. Sebab, negeri beruang merah ini menjadi salah satu penyokong dana organisasi radikal tersebut. "Dan satu-satunya cara untuk melakukan itu pada saat ini adalah untuk menjaga harga minyak tetap rendah," jelas dia.
 
Kenyataannya, kebijakan Saudi juga membuat ekonominya berantakan.
 
Pada Agustus 2015 silam, Arab Saudi diperkirakan telah menggerus cadangan devisa sebesar USD 62 miliar untuk membiayai pengeluaran negara. Selain itu, negara kaya minyak ini juga telah meminjam uang USD 4 miliar dari bank lokal dengan menerbitkan obligasi pertama sejak 2007 silam.
 
Dilansir dari CNN, defisit anggaran Saudi diperkirakan akan mencapai 20 persen dari PDB di 2015. Angka ini luar biasa tinggi karena biasanya negara ini mengalami surplus. Capital Economics memperkirakan pendapatan pemerintah akan turun USD 82 miliar di tahun ini atau setara dengan 8 persen PDB. Bahkan IMF memprediksi defisit anggaran di Saudi akan terjadi hingga 2020 silam.
 
Penurunan harga minyak dari USD 107 per barel menjadi USD 44 per barel saat ini telah menghantam ekonomi Arab Saudi. Pasalnya, 80 persen pendapatan pemerintah dihasilkan dari industri minyak. Turunnya harga minyak terjadi karena Ini terjadi karena banyaknya pasokan global, sedangkan permintaan minyak dunia mengalami penurunan.
 
Saudi menolak untuk memangkas produksi karena mereka berharap produsen lain seperti perusahaan minyak di Amerika keluar dari bisnis OPEC di global.
 
Menghadapi masalah ini, Saudi telah mengeluarkan kebijakan yaitu membuka pasar saham untuk asing. Namun, ribetnya syarat dan ketentuan membuat investor asing ogah masuk pasar.
 
"Kami akan hitung peningkatan pinjaman dalam beberapa bulan mendatang," ucap Gubernur Badan Moneter Arab saudi, Fahad al-Mubarak dilansir dari CNN di Jakarta, Jumat (7/8).
 
Banyak analis menyarankan agar Arab Saudi kembali mencari utang dengan mengeluarkan obligasi dengan nilai USD 5 miliar hingga akhir tahun ini. Banyak juga yang menyarankan agar Saudi mulai mencari investor asing.
 
Meski begitu, jika benar tujuan Saudi ingin menghancurkan Rusia, maka sekarang sudah terwujud.
 
Bertahan rendahnya harga minyak dunia membuat ekonomi Rusia memburuk. Setelah mengalami resesi hampir dua tahun, uang tunai simpanan Rusia kini merosot menjadi hanya USD 32,2 miliar. Menurut data Kementerian Keuangan Rusia, angka ini menurun drastis dibanding September 2014 lalu yang tercatat USD 91,7 miliar.
 
Analis memperkirakan, dana yang disimpan Rusia akan terus menyusut menjadi hanya USD 15 miliar pada akhir tahun ini. Lebih parahnya lagi, Rusia diperkirakan akan segera kehabisan uang tunai dalam waktu dekat.
 
"Pada tingkat ini, dana cadangan Rusia akan habis pada pertengahan 2017 atau mungkin bisa dalam beberapa bulan ke depan," ucap Kepala Ekonom Institute of International Finance, Ondrej Schneider seperti ditulis CNN, Senin (19/9).
 
Dana cadangan pemerintah tersebut telah digunakan untuk menutupi kekurangan atau defisit anggara. Rusia mulai kesulitan karena pendapatan terus anjlok disebabkan rendahnya harga minyak dunia.
 
Anggaran Rusia pada 2016 mengasumsikan harga minyak dunia berada di USD 50 per barel. Kenyataannya, rata-rata harga minyak delapan bulan pertama tahun ini kurang dari USD 43 per barel.
 
Pendapatan dari penjualan minyak kini hanya menyumbang 37 persen dari pendapatan Rusia. Padahal, dua tahun lalu sektor migas ini bisa menyumbang hingga 50 persen dari total pendapatan.
 
Bank sentral Rusia telah memangkas suku bunga pada akhir pekan lalu menjadi 10 persen dari sebelumnya 10,50 persen. Hal ini dilakukan untuk mendorong perekonomian dalam negeri terus bergerak.
 
Bank sentral Rusia memiliki USD 395 miliar sebagai cadangan internasional. Angka ini juga turun dibanding Oktober 2013 yang tercatat mencapai USD 524 miliar. Bank sentral menghabiskan lebih dari USD 140 miliar cadangan mata uang asing pada 2014 dan 2015 untuk mempertahankan nilai tukar Rubel Rusia.
 
Namun, intervensi yang dilakukan bank sentral Rusia tidak berhasil. Nilai tukar Rubel jatuh ke titik terendah pada Januari lalu.
 
Bahkan, Rusia harus memangkas dana pensiun untuk membiayai belanja negara.
 
Kepala Ekonom Institute of International Finance, Ondrej Schneider mengatakan, dana cadangan Rusia akan terus menyusut menjadi hanya USD 15 miliar pada akhir tahun ini. Lebih parahnya lagi, Rusia diperkirakan akan segera kehabisan uang tunai dalam waktu dekat.
 
"Pada tingkat ini, dana cadangan Rusia akan habis pada pertengahan 2017 atau mungkin bisa dalam beberapa bulan ke depan," katanya.
 
Meski demikian, pejabat pemerintah setempat mengatakan masih mempunyai dana lain yaitu National Wealth Fund yang terpisah dari cadangan pemerintah. Tapi, biasanya uang ini digunakan untuk membayar pensiun pegawai negara.
 
Biaya pensiun pegawai negara kemungkinan akan digunakan untuk menutup defisit anggaran. Pendapatan Rusia terus anjlok karena hasil penjualan minyak tidak optimal sebab harga masih bertahan rendah.
 
Harga minyak dunia sempat berada di atas USD 100 per barel di awal 2014 silam. Namun, di pertengahan tahun harga minyak terus anjlok dan hingga saat ini masih berada di bawah USD 50 per barel. (merdeka.com)
 
Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index