PEKANBARU (RA) - Sebuah potret getir dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Riau kembali menyita perhatian publik. Puluhan anak Sekolah Dasar di Dusun Toro Jaya, Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, sempat terpaksa menimba ilmu di bawah pohon kelapa sawit, beralaskan terpal biru.
Mereka belajar di sana bukan karena pilihan, tapi keterpaksaan. Sekolah terdekat, SD Negeri 003, berada sekitar dua jam perjalanan dari permukiman mereka. Padahal, di dusun itu ada SDN 020 yang lebih dekat. Sayangnya, sejak TNTN disita negara pada 10 Juni 2025, sekolah tersebut dilarang menerima murid baru.
"SDN 020 hanya boleh menampung siswa kelas 2 sampai 6. Siswa baru dilarang masuk. Akhirnya, 58 anak ini diarahkan ke SDN 003 yang sangat jauh. Karena tidak mungkin bolak-balik setiap hari, orangtua memutuskan membuka sekolah darurat di luar areal TNTN," ungkap Abdul Aziz, juru bicara warga terdampak, Jumat (18/7/2025).
Situasi ini menjadi viral di media sosial. Video anak-anak belajar di bawah pohon sawit itu menyebar cepat. Akhirnya, pada Rabu malam (16/7), Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH) dan dewan guru turun tangan. Mereka menemui tokoh masyarakat dan menyepakati agar anak-anak dipindahkan kembali ke SDN 020.
"Anak-anak akhirnya mulai belajar di SDN 020 hari ini, 17 Juli 2025," kata Aziz.
Namun, dia menyayangkan belum adanya kejelasan status pendidikan mereka. Apakah hanya ‘numpang belajar’ atau secara resmi pindah dari SDN 003 ke SDN 020. Karena hingga kini belum ada keputusan tegas dari pihak terkait.
Lebih jauh, Aziz mengkritisi kebijakan yang menyeret anak-anak dalam konflik agraria dan tata ruang kawasan konservasi.
"Ini menyangkut masa depan generasi muda. Jangan bawa-bawa anak ke dalam persoalan ini. Mereka masih usia wajib belajar, mental mereka sudah cukup terguncang dengan kondisi sekarang," ujar dia prihatin.
Aziz juga menyoroti perlakuan pemerintah terhadap warga yang tinggal di dalam kawasan TNTN. Menurutnya, masyarakat kerap dijadikan kambing hitam, dicap sebagai perambah dan pendatang ilegal. Padahal, sebagian besar dari mereka sudah lama tinggal di kawasan tersebut.
"Kalau benar-benar mau tegakkan hukum, ayo buka semua proses dari awal: penunjukan kawasan, pengukuhan, dan verifikasi lapangan. Jangan hanya bawa peta dan klaim sepihak," tegasnya.
Dia mengungkapkan fakta penting yang kerap diabaikan, yakni pemerintah sendiri telah menerbitkan izin operasional untuk tiga sekolah dasar di dalam kawasan itu.
“SDN 019 di Kuala Renangan diberi izin pada Oktober 2023, SDN 020 di Toro Jaya pada Oktober 2024, dan SDN 021 di Kuala Renangan pada Agustus 2024. Ini bukti bahwa negara mengakui keberadaan masyarakat di sana,” katanya.
Aziz menegaskan, masyarakat bukan tiba-tiba datang lalu menebang hutan. Mereka sudah lebih dahulu ada di sana sebelum batas-batas TNTN ditegaskan.
"Kalau mereka salah karena tinggal di sana, maka pemerintah pun harus mengakui ikut andil dalam kesalahan, karena melegalkan keberadaan mereka lewat izin sekolah," pungkasnya.