Current Date: Selasa, 23 September 2025

Pakar Hukum Kehutanan Soroti Klaim Kawasan Hutan Atas Lahan Transmigrasi: Potensi Langgar Hak Konstitusional

Pakar Hukum Kehutanan Soroti Klaim Kawasan Hutan Atas Lahan Transmigrasi: Potensi Langgar Hak Konstitusional
Pakar Hukum Kehutanan sekaligus Dosen Hukum di Universitas Al Azhar Indonesia, Dr. Sadino, S.H., M.H.

JAKARTA (RA) - Pakar Hukum Kehutanan sekaligus Dosen Hukum di Universitas Al Azhar Indonesia, Dr. Sadino, S.H., M.H., menyoroti polemik pengakuan lahan transmigrasi yang masuk dalam klaim kawasan hutan oleh pemerintah.

Menurutnya, kondisi ini tidak hanya berpotensi melanggar hak konstitusional warga, namun juga menunjukkan adanya persoalan serius dalam tata kelola kehutanan nasional.

"Pemerintah harus hadir dan berpihak kepada para transmigran yang telah mengikuti program resmi sejak masa pra-kemerdekaan. Banyak dari mereka yang telah menempati lahan puluhan tahun bahkan memiliki sertifikat hak milik, namun kini justru diklaim berada dalam kawasan hutan," kata Dr Sadino, Kamis (10/7/2025).

Sebagaimana diketahui, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan memicu kekhawatiran warga transmigran yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

Banyak dari mereka yang menetap di daerah transmigrasi seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua, kini merasa haknya terancam, terutama karena wilayah tempat tinggal dan usaha mereka dicap masuk dalam kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dr Sadino menjelaskan bahwa secara normatif, lahan yang telah memiliki hak atas tanah seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), atau Hak Guna Bangunan (HGB), tidak dapat dikategorikan sebagai kawasan hutan. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Undang-Undang Kehutanan.

"Hak atas tanah tidak tunduk pada UU Kehutanan, tapi tunduk pada UUPA. Jika suatu lahan sudah memiliki hak milik atau HGU yang ditetapkan negara, maka bukan objek penertiban kawasan hutan," tegasnya.

Dia mengingatkan, proses penetapan kawasan hutan memiliki tahapan hukum yang ketat, yakni penunjukan, penataan batas, pemetaan, dan penetapan kawasan.

Namun dalam praktiknya, banyak klaim kawasan hutan yang tidak melalui proses ini secara utuh, dan justru mengabaikan keberadaan masyarakat hukum adat, petani sawit mandiri, serta warga transmigran yang telah hidup turun-temurun.

"Kata yang tepat adalah klaim kawasan hutan, karena faktanya banyak kawasan belum dikukuhkan secara hukum sebagai kawasan hutan. Bahkan Kementerian Kehutanan belum menyelesaikan proses pengukuhan secara menyeluruh," terangnya.

Dr Sadino menilai tindakan ini sebagai bentuk diskriminasi, terutama terhadap petani sawit mandiri yang telah membentuk koperasi dan kelompok tani untuk mendukung kemitraan dengan perusahaan besar.

Warga transmigrasi, yang sebagian besar bekerja sebagai petani sawit, justru kerap distigma sebagai perambah atau perusak hutan.

Menurutnya, dalam penyelesaian status lahan transmigrasi, pemerintah tidak seharusnya menyerahkan sepenuhnya ke KLHK, melainkan dikembalikan kepada Kementerian ATR/BPN sebagai lembaga yang berwenang dalam pengelolaan hak atas tanah.

"Jika penyelesaian hak atas tanah dikembalikan ke ATR/BPN, maka bisa dipercepat proses reforma agraria. Termasuk, mengeluarkan lahan transmigrasi dari Peta Kawasan Hutan agar legalitas lahan warga terlindungi," sarannya.

Lebih jauh, dia menegaskan bahwa UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999 pasal 68 ayat (4) menyebut setiap orang berhak mendapatkan kompensasi atas hilangnya hak tanah akibat penetapan kawasan hutan.

Jika Satgas Penertiban Kawasan Hutan tetap memasukkan lahan transmigrasi yang telah memiliki hak atas tanah sebagai kawasan hutan tanpa kompensasi, maka berpotensi terjadi pelanggaran terhadap hak konstitusional masyarakat.

"Penyelesaian harus dilakukan secara bijak dan adil. Negara tidak boleh mencabut hak rakyat atas tanahnya sendiri yang telah diberikan secara sah," tutupnya.

Follow WhatsApp Channel RiauAktual untuk update berita terbaru setiap hari
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Pilihan

Index

Berita Lainnya

Index