Riauaktual.com - Komnas Perempuan menyesalkan adanya pernyataan hakim Binsar Gultom soal perlunya tes keperawanan pada calon pengantin wanita dalam bukunya. Menurut mereka, hal tersebut merendahkan martabat wanita.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengatakan, keperawanan tidak bisa dijadikan ukuran moral seorang wanita. Sebab, keperawanan bisa saja rusak karena kekerasan seksual yang pernah dialami seorang wanita.
"Kalau itu diucapkan oleh seorang hakim, tentu cukup disayangkan. Kenapa ukuran itu, keperawaan, jadi ukuran moral. Padahal kekerasan seksual bisa merusak keperawanan. Kekerasan bisa terjadi di masa lalu. Itu sudah merendahkan martabat wanita," kata Budi ketika dihubungi, Senin (11/9/2017).
Selain itu, dengan adanya tes keperawanan, para korban kekerasan seksual akan menjadi lebih tertekan. Sebab, itu sama saja melimpahkan kesalahan soal keperawanan pada korban. Budi juga mengatakan pernyataan Binsar tersebut makin menambah diskriminasi pada perempuan.
"Kalau itu jadi ukuran moral, itu artinya korban itu kesalahan dilimpahkan pada korban (kekerasan seksual). Dia kan tidak salah, jadi tidak bisa itu dipakai jadi ukuran moral. Kan korban sudah menderita, kalau dia masih dipertanyakan kan lucu. Itu diskriminasi," tegasnya.
Terkait argumen Binsar yang mengatakan tes keperawanan bisa mengurangi angka perceraian, Budi menyangkal hal tersebut. Menurutnya, hal tersebut terjadi karena kurangnya pendidikan seksual di Indonesia. Terlebih dalam catatan Komnas Perempuan, perceraian banyak terjadi karena kekerasan dalam rumah tangga bukan karena persoalan keperawanan.
"Tidak logis (kalau dibilang mengurangi angka perceraian). Sebetulnya ini karena minimnya edukasi seksual. Jadi orang bisa seperti itu, itu tidak bisa menekan perceraian. Catatan kami perceraian lebih banyak lebih banyak karena kekerasan dalam rumah tangga," tuturnya.
Usulan Binsar tertuang dalam buku Binsar yang berjudul 'Pandangan Kritis Seorang Hakim'. Buku terbaru Binsar itu menyoroti berbagai masalah hukum terkini, dari soal perceraian hingga praperadilan Novel Baswedan.
"Untuk itu, harus ada tes keperawanan. Jika ternyata sudah tidak perawan lagi, maka perlu tindakan preventif dan represif dari pemerintah. Barangkali, pernikahan bisa ditunda dulu. Mengapa harus demikian? Karena salah satu yang membuat terjadinya perpecahan dalam rumah tangga karena perkawinan dilakukan dalam keadaan terpaksa, sudah hamil terlebih dahulu," ujar Binsar menyikapi banyaknya angka perceraian di Indonesia.
Sumber : detik.com