Riauaktual.com - Ketum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) dipilih sebagai aklamasi menjadi Ketua DPD, Selasa (4/4) dini hari, kemarin. Dengan demikian, kini kursi pimpinan parlemen, yaitu MPR, DPR, dan DPD, diduduki oleh ketum parpol yang merupakan pendukung pemerintah.
OSO bersama Nono Sampono dan Darmayanti Lubis terpilih jadi pimpinan DPD setelah sidang paripurna yang diawali dengan ricuh dan penuh ketidakpastian. Suasana ricuh muncul karena masih ada perbedaan pendapat soal masa jabatan pimpinan DPD antara 2,5 tahun atau 5 tahun. Putusan MA yang sudah membatalkan Peraturan DPD No 1/2016 dan Peraturan No 1/2017 diabaikan, dan para anggota tetap memilih pimpinan baru.
OSO adalah anggota DPD asal Kalimantan Barat yang saat ini juga duduk sebagai Wakil Ketua MPR. Pada Desember 2016, OSO, yang baru 1 bulan jadi kader Hanura, kemudian terpilih secara aklamasi sebagai Ketum Partai Hanura menggantikan Wiranto lewat proses pemilihan pada 22 Desember 2016 dini hari.
Ini menjadi sejarah, yaitu pertama kali kursi Ketua DPD diduduki oleh ketum parpol. Di sisi lain, kursi pimpinan parlemen diisi oleh ketum parpol sebenarnya pernah terjadi pada periode 2014-2019 ini.
Kursi Ketua DPR sudah lebih dahulu diduduki oleh ketum parpol, yaitu Setya Novanto, yang memimpin Golkar. Novanto awalnya jadi Ketua DPR sejak awal periode sidang pada 2014, namun skandal 'papa minta saham' membuatnya mundur dan digantikan oleh Ade Komarudin. Di tengah masa-masa menjadi anggota DPR itu, Novanto terpilih jadi Ketum Golkar pada bulan Mei 2016 lewat Munaslub Golkar di Bali. Dia mengalahkan Ade Komarudin, yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua DPR.
Pada November 2016, Novanto kembali menduduki posisi Ketua DPR setelah melewati dinamika panas dengan Ade Komarudin. Sah, posisi Ketua DPR diisi oleh ketum parpol.
Sebelum OSO dan Novanto, ada Zulkifli Hasan, yang lebih dulu memegang dua posisi, yaitu sebagai ketum parpol dan pimpinan parlemen. Zulkifli terpilih sebagai Ketua MPR lewat proses pemilihan pada awal periode sidang pada 2014.
Kemudian, pada Maret 2015, Zulkifli terpilih jadi Ketum PAN menggantikan Hatta Rajasa. Baik kursi ketum parpol maupun Ketua MPR kini diduduki Zulkifli dengan mantap.
Apa persamaan lain dari ketiganya selain menduduki posisi ketua parlemen dan ketum parpol? OSO, Novanto, dan Zulkifli adalah ketum parpol yang mendukung pemerintah.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua DPD periode 2014-2019, Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyebut pemilihan Ketua DPD yang ricuh semalam adalah ilegal.
"Tidak ada satu kewenangan pun di republik ini yang bisa melaksanakan sidang paripurna, untuk kemudian menegasikan Putusan MA dengan melakukan pemilihan Pimpinan DPD yang baru. Semua proses dan hasil pemilihan DPD RI tersebut adalah inkonstitusional dan ilegal," ujar GKR Hemas dalam jumpa pers di Komplek Parlemen, Jl Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (4/4) kemarin, dilansir detik.com.
Dia menilai seharusnya DPD memegang penuh kepada Putusan MA no 38P/HUM/2016 dan no 20 P/HUM/2017. Putusan MA itu membatalkan dua tata tertib DPD yang mengubah masa jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun ke 2,5 tahun. Oleh karena itu, pemilihan Ketua DPD yang baru pada kemarin (3/4) dinilai bertentangan dengan hukum, UU, dan konstitusi.
Ia mengatakan, melalui sidang Paripurna pada 3 April kemarin telah mencabut tata tertib yang diperintahkan MA dan memberlakukan kembali Peraturan Tata Tertib no 1 tahun 2014. Dengan begitu, dia meyakini MA tidak akan melantik Ketua DPD yang baru siang ini.
"Oleh karenanya kami yakin bahwa Ketua Mahkamah Agung tidak dapat melantik dan mengambil sumpah pimpinan yang dihasilkan dari proses pemilihan tersebut. Semua interaksi ketatanegaraan yang dilakukan baik legislasi, administrasi, personalia, termasuk anggaran dan protokoler adalah perbuatan melawan hukum, ilegal, dan inkonstitusional," ujar Hemas.
Oleh karenanya, sejumlah anggota DPD menyatakan akan mengirimkan surat terbuka ke Ketua MA terkait pemilihan Ketua DPD semalam. Surat terbuka ini akan disampaikan kepada Ketua MA secepatnya.
"Saya pikir jelas bagi Mahkamah Agung tidak mungkin akan melantik. Jadi saya bisa memastikan tidak mungkin MA melantik, siapapun kebetulan saya juga menghargai dan menghormati MA. Jadi MA saya kira sekarang sekarang umrah. Saya masih menganggap gangguan yang terjadi tadi malam tetap ilegal. Surat terbuka nanti akan disampaikan ke MA," pungkas Ratu Hemas.
Menanggapi hal tersebut, Oesman menjawab dengan santai. "Boleh saja nanti kita bahas kembali. Kita adakan paripurna baru, tatib baru yang memenuhi keinginan MA tersebut," ujar Oesman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (4/4) dini hari.
Pria yang menjabat sebagai Ketum Hanura ini enggan berkomentar soal terpilihnya sebagai ketua DPD melanggar putusan MA. "Saya nggak tahu, saya kan baru," jelas Oesman.
MPR Bakal Gelar Rapat Pimpinan
Wakil Ketua MPR Oesman Sapta semalam terpilih menjadi Ketua DPD. Rangkap jabatan Oesman Sapta ini bakal dibahas lebih lanjut di rapat pimpinan MPR.
Dari 5 pimpinan MPR, 1 kursi memang milik perwakilan DPD sebagai wakil daerah. Pada pemilihan di 2014 lalu, Oesman Sapta dipilih untuk mewakili DPD di deretan pimpinan MPR.
Dinamika lalu terjadi di DPD hingga akhirnya Oesman Sapta terpilih jadi Ketua DPD. Apa mungkin Oesman Sapta lalu rangkap jabatan di DPD dan MPR?
"Semua dalam proses, tentunya kita lihat proses. Kita tunggu, tentu dalam waktu dekat kami akan rapat pimpinan nanti, untuk membahas membicarakan soal ini," kata Ketua MPR, Zulkifli Hasan di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/4) dilansir detik.com.
Zulkifli mengatakan tidak ada aturan kenegaraan yang mengatur rangkap jabatan ini. "Saya kan tidak berandai-andai, kita tunggu saja," jawab Zulkifli saat ditanya apakah rangkap jabatan itu diperbolehkan.
Dia mengatakan belum ada komunikasi dengan Oesman Sapta sejak proses pemilihan semalam. Zulkifli mengaku ingin menunggu proses dulu sebelum berkomentar soal aturan atau elok-tidaknya Oesman Sapta rangkap jabatan.
"Saya belum sampai ke sana, ini biar saja proses berjalan," ucapnya.
Apakah Oesman Sapta harus mundur dari posisinya sebagai Wakil Ketua MPR? "Kita lihat nanti," jawab Zulkifli lagi.