Panti Milik Yayasan Tunas Tak Layak dan Ilegal, Penghuni Panti Makan Kecoa dan Mengemis

Ahad, 29 Januari 2017 | 18:31:03 WIB
Kondisi penghuni Panti Jompo di jalan Cendrawasih, Marpoyan Damai, Pekanbaru

Riauaktual.com - Banyak hal miris dan sangat memprihatinkan ditemukan di panti-panti milik Yayasan Tunas Bangsa yang dipimpin oleh seorang wanita bernama Lili. Selain dugaan kasus penganiayaan balita 18 bulan hingga tewas, hingga penelantaran penghuni panti jompo.

Setelah kasus tewasnya M Zikli, balita berusia 18 bulan yang diduga mendapat penganiayaan serta kondisi panti yang tak sehat di jalan Bukit Rahayu, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

Ternyata tak hanya panti khusus anak milik Yayasan Tunas Bangsa saja yang melakukan pelanggar bahkan ilegal, karena izinnya sudah habis sejak tahun 2011 silam. Panti jompo milik Yayasan Tunas Bangsa di jalan Cendrawasih, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru juga ilegal.

Kadissos Riau, Syarifuddin yang langsung datang ke panti jompo tersebut, tegas menyatakan untuk menutup panti jompo tersebut. Karena jelas perawatan terhadap penghuni panti sangat tidak layak.

"Ini sangat tidak layak dan tidak sehat, seluruh penghuni panti akan kita evakuasi ke RSJ Tampan untuk mendapat perawatan yang layak. Panti ini akan kita tutup, termasuk panti di Tenayan Raya," kata Syarifuddin.

Syarifuddin juga berharap pihak berwajib, dalam hal ini kepolisian untuk mengusut kasus penelantaran dan kasus panti ilegal ini. "Dari Aspek hukum, mudah-mudahan polisi bisa mengusut kasus ini lebih dalam, untuk bisa mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan pihak panti," ungkapnya dikutip dari goriau.com.

Pantauan di lokasi, panti khusus jompo dan gangguan jiwa jauh dari kata layak. Bahkan, salah seorang penghuni panti kondisinya jauh dari kata sehat.

Karena tidak diperhatikan pengurus panti, salah seorang penghuni panti yang dikurung layaknya seorang narapidana, tak diberi makan, hingga akhirnya penghuni panti tersebut memakan kecoa.

Ketua LPA Riau, Ester Yuliani, yang ikut menyaksikan dan danta langsung ke panti jompo tersebut, menyayangkan kondisi penghuni panti yang mayoritas perempuan itu. "Ini sangat tidak layak dan tidak sehat," ucapnya.

Salah seorang warga yang mengaku pernah memberi makan para penghuni panti, mengungkapkan jika di panti tersebut dikelola oleh dua orang wanita, yang salah satunya bernama Aida.

"Saya sudah dua kali ke sini kasih makan mereka, dan memang tak terurus. Tapi, warga sini tidak tau harus mengadu kemana. Warga tidak bebas masuk ke sana, dan malam kami kerap dengar penghuni panti ini teriak-teriak," ujar Imar (38).
Warga lainnya, Wiwid (23) menuturkan, jika pemilik panti (Lili) datang beberapa kali dengan mengendarai mobil Toyota Hilux warna hitam. "Dia (Lili) datang ke sini cuma cek-cek saja, kadang kalau ada donatur, baru dia bersihkan panti ini. Tapi kalau sudah selesai acara, penghuni panti dibiarkan saja tak terurus," ungkapnya.

"Sumbangan-sumbangan donatur tak dipakai untuk penghuni panti. Malahan makanan, minuman kasur-kasur dan pakaian yang bagus-bagus dari donatur dijual-jual ke warga dan warung-warung disekitar sini," tambah Wiwid.

Saat menelusuri salah satu ruangan di panti jompo tersebut, memang terdapat banyak kasur busa, pakaian, minuman dan makanan yang masih baru. Namun, tak digunakan untuk penghuni panti dan disimpan di dalam gudang.

Sedangkan para penghuni panti, dibiarkan tidur di lantai tanpa kasur maupun selimut. Hanya disediakan sebuah dipan dari papan yang sudah rapuh layaknya penjara. Salah satu penghuni bahkan, hanya mengenakan baju yang sudah lusuh tanpa celana dengan kondisi kurus kering.

Tak Manusiawi

Tak hanya panti jompo di jalan Cendrawasih, Gang Nuri, Kecamatan Marpoyan Damai, saja yang didatangi LPA Riau dan Dissos Riau. Minggu (29/1) siang, LPA Riau bersama Kemensos dan Diskes Riau juga mendatangi panti khusus gangguan jiwa milik Yayasan Tunas Bangsa di jalan Lintas Timur KM 20, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

Sidak yang digelar menyasar di salah satu panti yang dikelola Lili. Di sini ditemukan sebanyak 19 orang penghuni hidup secara tidak layak. Kondisi orang-orang yang mengalami gangguan jiwa itu sungguh memprihatinkan.

Pantauan dilapangan , 19 orang pengidap gangguan jiwa ini ditempatkan di kamar-kamar, di mana didalamnya jadi tempat mandi dan buang air. Semuanya jadi satu. Kamar itu berjendelakan terali besi.

Pintu kamar juga dipasangi gembok. Dibelakang ada jendela kecil tempat lubang angin. Aroma menyengat menyeruak saat lewat di depan kamar-kamar penghuni itu. Kenapa tidak, sehari-hari aktivitas hanya dilakukan di dalam kamar.

Saat rombongan LPA dan Dinas Sosial tiba, penghuninya langsung minta makan dan mengaku kelaparan. Disetiap kamar tergantung ember plastik yang sudah kotor sekali. Ember ini diakui mereka dipakai buat minum dan kebutuhan buang air.
Menurut Pak Jai, salah seorang tukang bangunan yang tinggal di sana menuturkan, selama ini pengelola yayasan, Bu Lili kerap datang melihat-lihat. "Sebentar saja, lihat-lihat. Saya juga tak tahu pasti, soalnya baru beberapa bulan kerja tukang di sini," ungkapnya.

Pak Jai pula yang memegang kunci gedung. Kalau digambarkan, bangunan itu terdiri dari pagar yang tinggi. Di dalamnya ada halaman luas yang berhadap-hadapan langsung dengan kamar para penghuni itu. Sampah berserakan di sana-disini.

"Rencananya kita akan evakuasi ke-19 orang penghuni tersebut ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ)," ungkap Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Riau, Ester Yuliani.
Ia mengaku miris melihat kondisi panti yang tak lain jadi tempat para jompo dan Lansia. "Sungguh tidak layak. Mereka hidup di sini betul-betul tak manusiawi. Kita minta ini ditutup saja, kita bawa mereka ke tempat yang lebih baik," ungkapnya.

Penghuni panti bercerita, mereka makan diberi dua kali sehari, saat siang dan sore. Bisa dibilang cuma untuk mengganjal perut saja. "Kadang isinya sayur, sekali-sekali ikan atau ayam. Makan dua kali, dikasih dari jendela terali besi," ungkap Andi.

Andi yang mengaku sudah puluhan tahun di tempatkan di sana mengaku sudah tak kuat lagi. "Tolong bawa aku dari sini. Tak kuat, tak ada siapa-siapa di sini. Aku pengen pula lihat mobil," tuturnya dengan mata berkaca-kaca kepada tim gabungan.

Menurut cerita, penghuni kerap mendapat siksaan. Ada pula yang dipukul menggunakan kayu. Saat itu ditanyakan kepada Andi, mendadak ia menangis dan menjauh dari terali jendela.

"Tak mau, takut cerita, nanti dimarahi. Ndak-ndak mau. Aku tak tahu kalau itu," ungkap Andi sambil menangis. Wajah panik tak bisa ditutupi dari wajahnya, sedangkan teman sekamarnya hanya bisa diam. Andi lalu berjongkok sambil menghapus airmatanya.

Penghuni lainnya yang lebih berani mengakui kalau pemukulan memang ada terjadi. Ia juga sering mengalaminya. "Sering, tanpa ada alasan yang jelas. Kadang pakai tangan kadang pakai kayu," sebut pria itu.

Hasil penelusuran di panti tersebut, penghuninya mandi dan makan di dalam kamar. Semua menjadi satu dan bercampur baur. Sesekali mereka diizinkan ke luar kamar, meski sebentar saja.

"Di halaman ini main-main. Setelah itu disuruh masuk lagi," tuturnya.

Terlihat kamar tempat mereka tinggal sangat jauh dari kata layak. Aroma menyengat menyeruak dan banyak sampah di sana-sini.

Sedangkan air minum dicampur dengan air mandi dan BAB, yang diletakkan di dalam ember, digantung di depan jendela. "Ngambilnya pakai gelas," jelas mereka. Terlihat airnya berwarna kuning dan embernya sudah kusam.

Tak hanya menelantarkan dan perlakukan penghuni pantinya dengan sangat tak manusiawi, bahkan pemilik panti juga mempekerjakan penghuni panti untuk mengemis dan meminta-minta disejumlah pusat keramaian masyarakat.

"Kita miris sekali. Di sini tidak ada air bersih, makanan tidak layak dan jamban berada di dalam kamar bercampur. Tidur mereka tak pakai kasur. Kondisi tersebut betul-betul jauh dari sehat," ungkap Rosita, dari Dinas Kesehatan Provinsi.

Rosita yang diwawancarai usai Sidak melanjutkan, ia mengaku terenyuh melihat keadaan para penghuni panti. "Potensi penyakit banyak di sini, misalnya diare, dengan kondisi lembab bisa berpotensi muncul paru-paru basah," sebut dia.

Seperti yang diketahui, yayasan ini jadi perhatian banyak orang setelah salah seorang anak titipan berusia 18 bulan meninggal dunia di rumah sakit dengan kondisi tak wajar. Dari sana terbongkar, kalau selama ini yayasan tidak memberlakukan penghuninya secara tak baik.

Bekas Luka

Hasil autopsi bayi lima tahun M. Fikri (18 bulan) yang meninggal dalam naungan Panti Asuhan Tunas Bangsa, Tenayan Raya, Kota Pekanbaru menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan dialaminya.

"Dari hasil pemeriksaan kita temukan ada luka lecet, memar, dan resapan darah yang diduga akibat kekerasan benda tumpul," kata Ketua Tim Pemeriksa dari Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Pekanbaru, Kompol Supriyanto.
Luka lecet terdapat di daerah pelipis, perut, pipi, punggung dan tangan sebelah kiri. Semuanya hampir disebabkan benda tumpul bisa berupa benda dan bukan benda dalam hal ini organ tubuh manusia.

Lebih lanjut dikatakan bahwa balita kondisinya sudah dalam keadaan membusuk karena telah dikuburkan Senin (16/1). Oleh karena itu, pihaknya juga tidak dapat menyimpulkan penyebab kematian karena hampir seluruh organ sudah dalam keadaan membusuk.

Terkait meninggalnya balita ini, pihak keluarga menyampaikan laporan ke Polisi Resor Pekanbaru sejak Kamis (26/1) lalu. Laporan dibuat pihak keluarga yakni paman korban Dwiyatmoko karema merasa kematiannya tidak wajar.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pekanbaru, Kompol Bimo Ariyanto menanggapi hasil autopsi tersebut mengatakan pihaknya paling tidak sudah mendapatkan keaimpulan awal. Dia berharao akan ada kesimpulan tertulis untuk melengkapi dokumen adanya fakta-fakta kekerasan benda tumpul.

"Kita masih akan lakukan penyelidikan untuk menggali keterangan saksi untuk mengetahui siapa pelakunya. Biarkan kami bekerja dulu nanti akan disampaikan hasil penyelidikan," ungkapnya.

Sampai saat ini, kata dia, sudah diperiksa lima saksi. Satu dari pelapor dan empat dari panti asuhan, tapi belum diperoleh keterangan dari pemiliknya. Kepolisian bersama dinas sosial juga telah menyegel panti asuhan tersebut karena terbukti ilegal.(bs/*)

Terkini

Terpopuler