EKONOMI (RA) - Rencana pemerintah menaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus disambut sinis asosiasi petani tembakau. Begitu juga konsumen yang tak lain perokok. Usulan yang menjadi berbincangan hangat di tengah masyarakat itu dinilai kurang pas. "Kasihan konsumen kalau harga rokok segitu (begitu tinggi,red)," kata Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Sunaryo dikonfirmasi wartawan, Senin (22/8/2016).
Selain itu, kata dia, kenaikan harga rokok yang mencapai dua kali lipat itu tidak berimbas pada petani tembakau. Sebab, selama ini kenaikan harga rokok tak diimbangi dengan kenaikan harga tembakau milik petani.
"Yang dulu misalnya rokok Gudang Garam seharga Rp 6.000, harga tembakau rata-rata Rp 60 ribu perkilo.
Kemudian harga rokok dinaikan jadi Rp 10.000, harga tembakau tetap," ujarnya. Artinya, lanjut dia, kenaikan harga rokok tidak memberi keuntungan petani tembakau. Menurutnya ada lebih dari 6 juta petani tembakau yang tersebar di Indonesia. Menurutnya, pemerintah sudah mengambil cukai cukup tinggi.
"Pemerintah itu kan sudah banyak mengambil cukai, sudah ratusan triliun per tahun kok," centilnya.
Jika harga rokok ditetapkan 50 ribu per bungkus, kata dia, berimbas juga pada pabrik rokok. "Pabrik rokok nanti juga ikutan susah mikir pajak yang tinggi," imbuhnya.
Sunaryo berharap wacana yang berkembang itu perlu dikaji ulang. Pihaknya tidak mempermasalahkan jika kenaikan harga rokok di bawah empat persen. "Paling kalau naik ya cukup dua atau paling tinggi empat persen.
Jangan terus menonjak tinggi banget, kasihan petani tembakau juga," tandasnya. Sebagian besar perokok tidak sepakat dengan kenaikan harga tersebut. Meski baru wacana, tapi sudah membuat resah.
Mereka melampiaskan kekecewaan dengan beragam cara, mulai dari menulis kritik di media sosial hingga obrolan hangat di tengah rutinitas.(okezone.com)