Data 130 Ribu Pengguna Facebook Di Indonesia Bocor

Senin, 05 April 2021

Ilustrasi (Foto : guim.co.uk).

Riauaktual.com - Facebook (FB) kembali tersandung masalah keamanan data. Kali ini, dilaporkan, data 533 juta pengguna Facebook dari 106 negara bocor. Dari jumlah itu, 130.331 pengguna dari Indonesia.

Data itu sudah disebarkan di forum kejahatan dunia ma­ya yang dapat diakses publik. Dilansir Business Insider, ke­marin, Informasi tersebut mencakup nomor ID Facebook, nama profil, alamat email, informasi lokasi, detail jenis kelamin, data pekerjaan, serta hal-hal lain yang mungkin di­masukkan pengguna di profil mereka.

Selain itu, database yang disebarkan penjahat siber itu juga berisi nomor telepon para pengguna. Meskipun informasi tersebut tidak selalu ditampil­kan secara publik pada sebagian besar profil. Ngeri ya.

Data pengguna yang paling banyak bocor berasal dari Mesir yakni mencapai 44,8 juta. Lalu disusul Tunisia 39,5 juta peng­guna, Italia 35,67 juta pengguna, Amerika Serikat 32,3 juta peng­guna, dan Arab Saudi 28,8 juta pengguna. Sedangkan, Indonesia 130.331 pengguna.

Akun Alon Gal @UnderTheBreach menyebutkan, data peng­guna FB dari Indonesia yang bo­cor itu lebih sedikit dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang bocor hingga 11,67 juta akun, Singapura 3,07 juta akun, dan Filipina 879.699 akun.

Alon Gal menjabat sebagai Co-Founder & CTO, Chief Technology Officer Hudson Rock, firma intelijen kejahatan siber yang berbasis di Israel. Kebocoran data ini diketahui setelah dilakukan peninjauan sampel data yang bocor dan memverifikasi beberapa catatan dengan mencocokkan nomor telepon pengguna Facebook yang diketahui dengan ID yang terdaftar di kumpulan data.

“Basis data sebesar itu yang berisi informasi pribadi seperti nomor telepon banyak pengguna Facebook pasti akan menyebab­kan pelaku kejahatan meman­faatkan data tersebut untuk melakukan serangan rekayasa sosial (atau) upaya peretasan,” kata Gal kepada Insider, Sabtu, 3 April 2021.

Facebook mengonfirmasi kebocoran data itu. Menurut perusahaan yang berkantor pusat di Menlo Park, California itu, kebocoran tersebut terjadi dua tahun lalu.

“Ini adalah data lama yang sebelumnya dilaporkan pada 2019,” kata seorang juru bicara Facebook kepada The Record.

Pada Agustus 2019, Facebook mengatakan masalah kerentanan itu telah ditangani. Facebook sebelumnya berjanji untuk menindak penggalian data massal setelah Cambridge Analytica menghapus data dari 80 juta pengguna yang melanggar per­syaratan layanan Facebook untuk menargetkan pemilih dengan iklan politik dalam pemi­lu 2016.

Kendati kebocoran data su­dah terjadi dua tahun yang lalu, menurut Gal, masih ada ancaman kejahatan siber yang mengintai para pengguna Facebook yang jadi korban kebocoran data ini.

Lebih jauh, Gal mengatakan dari sudut pandang keamanan, tidak banyak yang dapat dilaku­kan Facebook untuk membantu pengguna yang terkena dampak pelanggaran, karena data mereka sudah terbuka. Namun, menurut dia, Facebook dapat memberi tahu pengguna, sehingga mereka dapat tetap waspada terhadap kemungkinan skema phishing atau penipuan menggunakan data pribadi mereka.

“Orang-orang yang mendaf­tar ke perusahaan terkemuka seperti Facebook mempercayai mereka dengan data mereka dan Facebook seharusnya mem­perlakukan data dengan sangat hormat,” kata Gal.

“Informasi pribadi yang bocor adalah pelanggaran kepercayaan sangat besar dan harus ditangani sebagaimana mestinya,” tandas Gal. 

 

 

Sumber: RM.id