PT MAL Diduga Rambah Hutan Lindung Bukit Betabuh Menjadi Perkebunan Sawit

Kamis, 18 Februari 2021

foto: ilustrasi perambahan hutan (internet)

Riauaktual.com - PT Mulia Argo Lestari (MAL) atau dulunya dikenal PT Runggu Prima Jaya (RPJ) diduga melakukan perambahan hutan lindung Bukit Betabuh menjadi perkebunan kelapa sawit 3.000 hektare. 

Humas PT MAL, Aritonang saat dikonfirmasi Kamis (17/2/2021) enggan menjawab. Padahal, pesan WA yang dikirim dibaca olehnya. 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya juga enggan menjawab konfirmasi wartawan. 

Sebelumnya, DPRD Inhu pernah melakukan hearing yang berlangsung beberapa waktu lalu terhadap PT MAL. Meski demikian, permasalahan hutan lindung Bukit Betabuh itu belum terlihat hasil kerja pemerintah.

Padahal dari hasil hearing, dewan meminta untuk menindaklanjuti kasus PT MAL ke penegak hukum. Sebab, Pemkab Inhu tidak memberikan izin karena kawasan itu memang hutan lindung Bukit Betabuh.

PT MAL diduga menjadikan hutan lindung Bukit Betabuh seluas 3.000 hektare menjadi perkebunan kelapa sawit di ‎Desa Pauh Ranap, Kecamatan Peranap Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Izin yang diajukan perusahaan itu ke Pemkab Indragiri Hulu ditolak, namun operasional hingga panen sawit tetap dilakukan.

"Iya, izin perusahaan itu (PT MAL) sangat tidak ada. Pengajuan izin pernah ditolak (Bupati Indragiri Hulu) karena berada di kawasan hutan lindung," ujar ‎Kasi Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMP-TSP) Pemkab Indragiri Hulu, Sutrisno, Selasa (14/8/2018) lalu.

PT MAL juga memanfaatkan sejumlah massa untuk menjadi bagian dari Koperasi Tani Sawit Mulia Lestari yang diketuai TJ Purba yang merupakan pemilik PT MAL tersebut. Massa digerakkan untuk memanen sawit dengan alasan koperasi.

"Kalau Koperasi Tani Sawit Mulia Lestari terdaftar, namun untuk perdagangannya sawitnya yang berada di kawasan hutan lindung, itu bukan wewenang kami," kata Sutrisno.

Izin lokasi yang diajukan PT MAL yang kini berubah nama menjadi PT Runggu Prima Jaya (RPJ) ditolak Bupati Indragiri Hulu, Yopi Arianto, tahun 2011. Izin yang ditolak itu bernomor 011/MAL/EST/VI/2011 tertanggal 7 Juni 2011 ditandatangani Direktur Utama IR Henry Pakpahan.

Dalam surat itu, PT MAL memohon izin lokasi untuk industri perkebunan sawit di Desa Pauh Ranap, Kecamatan Peranap seluas 500 hektare. Pihak perusahaan mengkalim sudah melakukan ganti rugi lahan masyarakat.

Namun di lapangan, tidak ada kebun masyarakat, melainkan hutan lindung Bukit Betabuh.‎ Hal itu terungkap ketika DPRD Indragiri Hulu memanggil PT MAL untuk dilakukan hearing. Saat itu hearing dihadiri sejumlah pejabat Pemkab Indragiri Hulu dan anggota dewan, namun pihak perusahaan tidak pernah datang.

Akhirnya, apa yang dilakukan PT MAL pun dilaporkan ke Polda Riau atas dugaan perambahan hutan lindung Bukit Betabuh. Namun sejak dilaporkan tahun 2017 lalu, perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit itu belum tersentuh hukum.

Sebelumnya Staf LBH Pekanbaru, Rian Sibarani ‎mengatakan, pihaknya sebagai pelapor menanyakan kelanjutan laporan mereka ke polisi, namun tidak mendapat kepastian hukum.

Dia menilai, penanganan laporan dugaan perambah hutan lindung dan hutan kawasan untuk perkebunan kelapa sawit korporasi di Kabupaten Indragiri Hulu lamban.

"Eksploitasi kawasan hutan tanpa izin yang dilakukan korporasi PT MAL hingga ribuan hektar sudah kami laporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau pada September 2017 lalu. Namun laporan kami tidak direspon," ujar Rian.

Perusahaan juga tidak mengantongi izin apapun dari pemerintahan setempat serta dari KLHK.

"Kalau kami tanya ke Krimsus Polda Riau tentang progres laporan, jawabannya selalu kalimat masih dalam penyelidikan dan sudah koordinasi dengan DLHK Riau," ketus Rian.

Selain di kawasan hutan lindung Bukit Betabuh, PT MAL juga diduga melakukan aktifitas perkebunan kelapa sawit di Desa Anak Talang Kecamatan Kuala Cenaku Kabupaten Inhu. Perambahan itu dilakukan tanpa memiliki Izin seperti Izin Lokasi, HGU (Hak Guna Usaha) dan IUP. (SAN)