Duh! Sulitnya Urus Surat Tanah di Kelurahan Umban Sari Pekanbaru

Senin, 10 Agustus 2020

Riauaktual.com – Mazna (77) terpaksa mengurungkan niat baiknya untuk membangun taman pengajian dan klinik bagi masyarakat, di Kelurahan Umban Sari, Rumbai Kota Pekanbaru, Riau. Pasalnya, dia kesulitan mengurus surat kepemilikan dari Surat Keterangan Tanah (SKT) menjadi Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) saat berhadapan dengan Lurah Umban Sari, Asparida.

Lahan milik Mazna dengan ukuran 9x30 meter persegi di Kelurahan Umban Sari telah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Surat Keterangan Wakaf pada 1976 silam. Di atas tanahnya itu, berdiri bangunan yang sebelumnya untuk balai pertemuan warga, namun kini tidak digunakan lagi. Namun, urusannya seakan dipersulit.

Anak Kandung Mazna, Sri Lindawati mengatakan alasan RT, RW dan Lurah Umban Sari tidak memberikan tanda tangan pengurusan surat tersebut, lantaran di atas lahan seluas 9x30 meter persegi itu berdiri bangunan balai pertemuan masyarakat yang belakangan digunakan untuk posyandu.

"Saat ini bangunan itu sudah jarang difungsikan untuk pertemuan masyarakat. Hanya memang masih aktif untuk digunakan posyandu oleh ibu-ibu. Karena ibu saya (Mazna) dulu adalah ketua posyandu tersebut," kata Sri, Senin (10/8).

Dikatakan Sri, keberadaan balai pertemuan itu menjadi salah satu kendalanya untuk mengurus SKGR tersebut. Karena belakangan, dia mendapatkan informasi bahwa sebagian masyarakat meminta ganti rugi bangunan tersebut. Padahal bangunan itu, kata Sri, menggunakan uang Mazna.

"Bangunan itu kita dirikan menggunakan uang pribadi yakni Yayasan Wanita Muslimah (milik Mazna) yang saat pembangunannya dilakukan bersama ABRI masuk desa kala itu. Bahkan hingga saat ini, listriknya kami juga yang bayar," jelasnya.

Bangunan itu saat ini juga sudah jarang difungsikan. Biasanya kalau ada pertemuan masyarakat, warga melakukannya di aula Kantor Lurah yang tak jauh dari lokasi lahan tersebut.

Karena bangunan itu masih digunakan untuk posyandu, maka Mazna dan keluarganya ingin menghibahkan lahan seluas 7x9 meter persegi untuk pembuatan gedung posyandu. Namun, setelah tanah itu dihibahkan, Lurah Umban Sari enggan menandatangani pembuatan SKGR itu, seperti janji sebelumnya kepada Mazna.

"Pihak RT, RW dan Lurah terkesan menunda-nunda untuk pemberian tanda tangan. Bahkan malah saling lempar sana, lempar sini," ketusnya.

"Kita sudah berupaya menjumpai satu persatu untuk mendapatkan tanda tangan itu. Namun hasilnya masih nihil. Kita belum tahu pasti apa alasan mereka tidak mau memberikan tanda tangan. Padahal tanah kita ini tidak bersengketa," tambahnya.

Sementara itu, Lurah Umban Sari Asparida saat dikonfirmasi membenarkan, dia mendapat kendala dalam pembuatan SKGR atas tanah milik Mazna.

"Ini masalahnya sudah bertahun-tahun. Bahkan dari lurah-lurah sebelumnya. Kita saat ini sedang pelajari," kata Ida, sapaan akrabnya.

Ia juga sudah beberapa kali mengadakan diskusi bersama Ketua RT, Ketua RW, dan tokoh masyarakat setempat beserta pihak keluarga Mazna. Namun memang belum membuahkan hasil. 

"Kalau dari administrasi surat buk Mazna itu surat kuat. Namun, kendalanya masyarakat mengaku bahwa itu tanah balai desa milik masyarakat," ucapnya.

Sampai hari ini sebagian warga mengaku bahwa itu tanah milik desa. Meski warga tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikannya. "Kita masih selidiki kekuatan hukum tanah milik desa seperti yang dikatakan warga," ujarnya.

Sementara, terkait pembangunan balai pertemuan itu, Ida tidak sependapat dengan keterangan pihak keluarga Mazna. Bahwa uang untuk pembangunan itu adalah uang dari pemerintah dan dibangun oleh masyarakat secara bergotong-royong

"Memang sudah ada pihak keluarga menghibahkan sebagian tanahnya untuk pembangunan gedung posyandu. Intinya, niat sudah baik. Namun saya kurang tahu pasti apa alasan RT dan RW tidak mau bertanda tangan. Kita tidak berani tanda tangan jika RT, RW tidak tanda tangan," jelasnya.

Ida berjanji akan kembali mengadakan pertemuan terhadap beberapa pihak tersebut untuk mengurus SKGR milik Mazna. "Saya mau panggil lagi nanti, apa masalahnya kenapa tidak di tandatangani, kemudian jika tidak mau menandatangi, mereka (RT, RW) membuat surat pernyataan," tegasnya.

"Kita juga akan tindak lanjuti informasi masyarakat yang mengatakan bahwa tanah milik Alwi  bukan berada di wilayah yang kini hendak dibuat suratnya.  Namun di daerah lain. Memang kita belum telusuri, kita sudah koordinasi dengan BPN untuk batas-batas tanah itu," tutupnya. (SAN)