Kandungan Inpor Tinggi, Ekonomi Indonesia Tak Seimbang

Rabu, 21 November 2012

illustrasi (int)

JAKARTA (RA) - Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengatakan perekonomian Indonesia tumbuh tidak seimbang karena didorong oleh sektor-sektor dengan kandungan impor tinggi dan kurang menyerap tenaga kerja.

"Kondisi ini menimbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran, karena kuatnya konsumsi dan investasi domestik di tengah melemahnya kinerja ekspor," kata Perry dalam Seminar Investasi 2013 dan Ancaman Overheating di Jakarta, Rabu (21/11/2012).

Ia mengatakan, untuk mengatasi ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi tersebut maka kebijakan BI difokuskan pada pengelolaan keseimbangan eksternal dengan tetap memberikan dukungan pada perkembangan ekonomi domestik.

BI antara lain meresponnya dengan mempertahankan BI Rate 5,75 persen karena masih konsisten dengan prakiraan inflasi 2012-13 yang terkendali pada sasaran 3,5 - 5,5 persen dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.

Selain itu BI melanjutkan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi fundamental. Menurut Perry, selama ini depresiasi rupiah berhasil menurunkan defisit transaksi berjalan.

BI juga akan terus meningkatkan pendalaman pasar valas dengan merelaksasi ketentuan forward untuk memudahkan investor melakukan hedging (lindung nilai), setelah menerbitkan term-deposit valas.

BI akan menempuh langkah kebijakan lanjutan terkait dengan DHE, termasuk pengembangan bisnis trustee di perbankan.

Sementara dalam hal kebijakan makroprudensial, BI akan melakukan pengelolaan pertumbuhan kredit antara lain dengan kebijakan Loan to Value (LTV) diperkuat terhadap lembaga keuangan syariah dan larangan Kredit Tanpa Agunan (KTA) untuk uang muka kredit.

Dia menjelaskan pula bahwa pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan baik di bidang fiskal, industri, investasi, dan infrastruktur agar kapasitas ekonomi nasional meningkat untuk perbaikan neraca pembayaran, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja.

"Perlu kebijakan untuk mendorong ekspor dan mengurangi ketergantungan impor," katanya. (RA/ant)