Diduga Pelihara Pelaku Pungli

Lurah Meranti Pandak Dapat Mosi Tak Percaya Warga

Lurah Meranti Pandak Dapat Mosi Tak Percaya Warga
Masyarakat yang berkumpul mengadukan nasibnya ke media atas kepemimpinan lurah yang dinilai tak merakyat. FOTO: Wan

PEKANBARU, RiauAktual.com - NW hanya duduk diam dan termenung dengan sesekali melempar senyum ke arah awak media yang mencoba menegurnya. “Jawab lah,” kata teman yang duduk di sebelahnya sambil menyenggol tubuh NW. “Dapat sekali setahun,” jawabnya sambil mengangguk.
 
NW, janda berusia 63 tahun warga Jalan Pesisir RT01/RW08 Kelurahan Meranti Pandak Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru tersebut, menjawab dengan polos pernyataan sejumlah wartawan tentang jatah beras untuk keluarga miskin (Raskin) yang diterimanya. Dengan memakai kerudung yang cukup sederhana dibalut pakaian khas melayu sehari-hari, menutupi tubuh NW yang tampak hitam dan kurus kering.
 
Sama dengan NW, namun lebih parah, MR (44) sebagai warga asli pesisir di Kota Bertuah ini mengaku telah 10 tahun tak mengenal Raskin. Padahal, ibu 6 orang anak ini, sehari-hari hanya menggantungkan hidup dari berjualan sayur.
 
Tak terdata, sosialisasi tak sampai atau tak dipanggil? Ternyata bukan. Fendi (55), warga Jalan Pesisir RT02/RW08, pria wiraswasta yang memiliki usaha depot air minum ini, mengaku kerap mendapat jatah Raskin. “Saya sudah sampaikan ke pak RT, kalau ada yang lebih pantas mendapatkan kok dibagi ke saya? Tapi, alasannya, karena dibagi merata semua. Mungkin, karena mereka tahu saya mantan ketua RW,” kata Fendi.
 
Informasi yang menyayat hati tersebut, didapat sejumlah awak media dalam pertemuan di sebuah rumah di seputar kawasan Jalan Pesisir RW08 Kelurahan Meranti Pandak, tempat warga berkumpul, tadi malam, Selasa (28/05/2013). Belasan warga di ruangan tersebut, sehabis maghrib, sudah menunggu kedatangan para jurnalis yang tiba di lokasi pukul 07.55 WIB.
 
Raskin, program kompensasi subsidi bahan bakar minyak (PKS BBM) Bidang Pangan ini, seyogyanya dibagikan kepada keluarga miskin untuk selama 12 bulan. Setiap Kepala Keluarga (KK) yang terdaftar dan memiliki Kartu Raskin yang dikeluarkan kelurahan atau kecamatan setempat, dapat membeli raskin seharga yang ditentukan untuk setiap kilogram (kg) per KK setiap bulan.
Kenyataannya, di RW 08 Kelurahan Meranti Pandak Pekanbaru, pembagian Raskin disalurkan dengan metode ‘semau gue’.
 
Ada yang pantas tapi tak dapat, namun yang mampu malah diberikan. Bahkan, diketahui, ada RT yang sama sekali tak diberi jatah hanya karena sentimen pribadi RW 08 dengan salah seorang ketua RT.
 
“Yang saya tahu, Lurah menyampaikan adanya jumlah jatah Raskin kepada ketua Rukun Warga (RW), dan RW menyampaikan kepada ketua-ketua Rukun Tetangga (RT) di lingkungannya. Nah, RT pun melaporkan jumlah penerima kepada RW untuk diberikan kupon. Kupon tersebut lah menjadi dasar untuk memperoleh Raskin di Kantor Lurah,” kata Fendi menjelaskan alur distribusi Raskin kemasyarakat. “Raskin ini bisa jadi alat politik yang kejam,” tambah Fendi dengan serius.
 
Lingkaran ini pun tak sampai di situ. Seorang ibu lainnya menuturkan kebiasaannya yang melaksanakan ibadah Wirid Yasin di Mesjid setiap hari Rabu, dipaksa secara halus oleh oknum ketua RT-nya agar diganti menjadi hari Kamis. “Semenjak jadi ketua RT, program yasin dibikinnya jadi hari Kamis. Kata ketua RT 01 itu, saya tak perlu berhenti. Tapi, urusan surat menyurat akan dipersulit. Jadinya, jatah Raskin saya pun tak dapat,” kata ibu ini dengan sedikit tertunduk dan mata berkaca-kaca.
 
Tak hanya masalah Raskin yang terkuak pada malam itu, kegiatan ‘mencekik leher dan perut’ warga pun ternyata masih terjadi di Kelurahan Meranti Pandak. Program Nasional (Prona) Sertifikat Tanah dari pemerintah pusat yang didanai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) menjadi ‘gorengan’ sejumlah oknum di lingkaran kelurahan yang rawan banjir ini. Prona, yang pendataannya melalui kelurahan dan diperuntukkan bagi masyarakat kalangan bawah ternyata menjadi lahan untuk menghisap darah rakyat.
 
Linda (33), seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) warga Pesisir di kawasan RW 06 Meranti Pandak, mengeluhkan adanya permainan dalam pengurusan Sertifikat Tanah Prona. “Bulan 9 tahun 2012, ketika syarat-syarat saya sudah lengkap, saya ajukan pengurusan Prona Sertifikat Tanah ke Kelurahan. Tapi, hingga hari ini tak selesai juga. Waktu saya tanyakan, mereka bilang tidak bisa diterima lagi karena jatah prona sudah habis. Nah, belakangan saya tahu ada yang dapat, padahal saya lebih dahulu mengurus dari mereka yang kebagian jatah itu. Rupanya, mereka orang berduit,” ungkap Linda.
 
Linda juga mengaku, Ia pernah menanyakan hal tersebut kepada pihak kelurahan. “Mereka bilang saya harus bayar senilai Rp 1.250.000. Manalah saya sanggup Pak. Apalagi, saya waktu itu lagi hamil anak saya ini,” kata Linda dengan mata berkaca-kaca sambil menggendong si kecilnya dipangkuan. Linda mengaku suaminya hanya seorang buruh lepas.
 
Program Prona ini ternyata sudah memakan banyak korban. Sosialisasi pun datang terlambat. MD (49) Warga Pesisir masih di kawasan RW09, mengaku terlanjur membayar uang sejumlah Rp1.500.000 untuk menguruskan Prona Sertifikat Tanah.
 
“Saya menghadap ke Pak Lurah Muhaimin secara langsung. Lalu Pak Muhaimin mengarahkan saya menemui Uj alias SH, warga Pesisir (bukan pegawai kelurahan-red). Sama Uj, saya disuruh bayar Rp1.500.000, lalu saya bayar. Delapan (8) bulan kemudian baru selesai,” kata Linda. Ternyata, kata Linda lagi, belakangan Ia tahu bahwa Prona itu gratis. “Saya ditipu,” timpalnya.
 
Parahnya lagi, seorang warga mengaku, saat meminta tanda terima penyerahan uang untuk mengurus Prona tersebut, Ia merasa ditekan dan diancam. “Koyak saja itu (tanda terima uang–red), kalau tidak ini (sertifikat tanah-red) yang saya robek,” kata Muhaimin, Lurah Meranti Pandak saat itu seperti ditirukan seorang warga.
 
Seorang warga yang mengetahui, menjelaskan modus pungutan terhadap Prona Sertifikat Tanah tersebut. Jatah Prona ini, katanya, memang tidak banyak. Rata-rata di setiap kelurahan, biasanya, sekitar 20 sampai dengan 30 jatah. “Melalui kaki tangannya, baik RW atau oknum masyarakat seperti Uj alias SH tadi, Lurah menyampaikan ke masyarakat. Nah, siapa yang tertarik, maka masuk perangkap ‘pungutan liar’,” katanya berapi-api.
 
Cerdiknya, lanjut warga tersebut, memang sebahagian jatah prona tersebut diberikan pada masyarakat yang kurang mampu, meskipun tetap dipungut biaya. Sebahagian lagi diberikan kepada orang-orang kaya, pengusaha atau investor tanah. “Cek saja di BPN Pak. Siapa-siapa saja penerima dan berapa jumlah penerima prona di Kelurahan Meranti Pandak ini. Di BPN ada itu datanya,” timpal seorang warga lainnya.
 
Ternyata, para korban ‘pungutan liar’ pengurusan Prona Sertifikat Tanah dan pembagian Raskin yang terkesan sesuka hati oknum RW ini pun tak sedikit. “Ada sekitar 150 orang korban ‘pungutan liar’ prona ini Pak,” terang seorang warga. Akhirnya, setelah melalui beberapa kali pertemuan, warga pun melayangkan surat mosi tidak percaya kepada Lurah Meranti Pandak, Muhaimin. Lurah tersebut, dimata warga, dinilai banyak menyalahgunakan wewenang dan ‘memelihara’ sejumlah oknum yang menindas warga tak mampu.
 
“Surat kami itu sudah sampai kemana-mana, Pak. Ke Camat Rumbai Pesisir, ke pak Walikota, ke DPRD Kota Pekanbaru dan ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Provinsi Riau. Namun, hingga kini tak ada solusi,” kata Linda.
 
Beberapa waktu lalu, kata Fendi, mereka mendapat jawaban dari ORI setelah pihak ORI memanggil sejumlah oknum yang terlibat dalam kegiatan pungutan pengurusan prona tersebut. “Mereka (Ombudsman-red) bilang, bahwa orang kelurahan mengaku bahwa masyarakat lah yang salah karena mengurus lewat ‘calo’. Dan si ‘calo’ itu mengaku kepada Ombudsman hanya untuk cari makan,” kata Fendi kepada para awak media. “Padahal, sudah jelas-jelas Lurah Muhaimin yang menyuruh mengurus melalui RW dan Uj alias SH itu. Dan kita mengantar berkasnya ke kantor Lurah kok,” timpal seorang warga lainnya.
 
Banyaknya keluhan warga terkait perilaku ketua RW08, Hood Saleh dan Muhaimin, Lurah Meranti Pandak tersebut, membuat awak media yang mendengar menjadi miris dan kewalahan menyimpan seluruh percakapan tersebut. “Kemanalah kami sampaikan keluhan kami ini lagi pak,” ujar seorang warga. “Keluhan terhadap Lurah itu sudah kami sampaikan kemana-mana. Tapi tak ada solusi. Kami pernah mendengar dari orang di kelurahan yang mengatakan, bahwa selagi masih Firdaus Walikotanya, Muhaimin tak akan diganti apalagi ditegur. Karena dia Tim Sukses Firdaus – Ayat waktu pilkada dulu,” kata warga ini.
 
Anehnya, perilaku ketua RW08, Hood Saleh yang dinilai memecah belah warga dan RT, terkesan dibiarkan oleh Lurah. “Kayaknya ini balas dendam, karena disini dulu banyak yang dukung Septina,” kata warga miris.

Laporan: WAN
Editor: Riki

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index