Mengenal Lebih Dekat, Siswa SMAN 12 Pekanbaru Arisman

Mengenal Lebih Dekat, Siswa SMAN 12 Pekanbaru Arisman
Ijazah Arisman alumni SMAN 12 Kota Pekanbaru tahun 2012. FOTO: Riki

PEKANBARU, RiauAktual.com - Sepekan ini, pemberitaan tentang penahanan ijazah Arisman, alumni SMAN 12 yang telah lulus sejak 2012 lalu, terkuak setelah dua orang anggota Dewan Pekanbaru Masni Ernawati dan Herwan Nasri, menebus ijazah kepada Kepala SMAN 12.

Siapa sebenarnya Arisman? Dia kehilangan ayah tercinta almarhum Sudirman, menjelang naik kelas enam SD, niatnya untuk tetap sekolah ditunjukkannya hingga menamatkan SMA pada tahun 2012.

Anak pertama dari tiga bersaudara tersebut mengatakan sedang bekerja di bengkel milik Eka (29), Perumahan RPS samping Kampus AMIK, di Jalan Purwodadi Ujung Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan.

Setelah ayahnya meninggal ketika naik kelas enam di SD Negeri 12 Sukajadi, sontak kehidupannya berubah. Tak ada lagi kasih sayang ayah, ibupun sudah sibuk mencari nafkah dengan berjualan mie rebus.

Ketika Aris hendak melanjutkan sekolah ke SMP Negeri 23 tahun 2007 lalu, kakak kandung sang ibu yang biasa ia panggil dengan sebutan Wak Eti, berinisiatif untuk membiayai sekolahnya. Namun sebagai anak pertama, Aris pun tak ingin selalu berharap bantuan. Sejak itu ia selalu mencari kerja secara serabutan untuk memenuhi keperluan pribadi yang tak sanggup ia utarakan kepada ibu ataupun kepada wak Eti yang membiayai sekolahnya.

Selepas menamatkan sekolah di SMP Negeri 23, tahun 2010 Aris kemudian melanjutkan sekolah ke SMA Negeri 12. Meski tak banyak yang tahu kisah hidup yang berat yang sedang dijalaninya ketika itu. Aris pun tak ubahnya seperti siswa lain. Yang berbeda hanyalah kehidupannya sebelum atau sesudah pulang sekolah.

‘’Waktu kelas sepuluh kan kami sekolah siang hari, jadi paginya saya main ke bengkel dan Alhamdulillah bisa ikut membantu bekerja. Setidaknya mencari pengalaman karena gajinya tentu tak mungkin bisa untuk diharapkan banyak,’’ ujarnya mengenang saat itu.

Karena tidak ada perkembangan dari usaha kantin yang dijalani sang ibu, Siti Aisyah kemudian mencoba mencari peruntungan di kampungnya Binjai, Sumatra Utara. Sedangkan dua orang adiknya Heru Prayoga (17) dan Sugesti (15) akhirnya terpaksa putus sekolah ketika SMP karena tak ada biaya.

‘’Kalau Sugesti memilih untuk berhenti sekolah, karena mungkin ia paham kondisi keuangan yang memang tak memungkin untuk membiyai sekolahnya dan kemudian ikut membantu ibu. Sedangkan Heru, ia juga berhenti sekolah, bukan karena niatnya berhenti saat itu, namun ketika pergi ke sekolah ia tak tahu pergi ke mana. Mungkin ia juga kerja serabutan untuk memenuhi keperluannya hingga akhirnya berhenti sekolah,’’ jelas Aris.

Sekitar tahun 2011 atau sewaktu Aris menginjak kelas XI SMA, sang ibu dan kedua orang adiknya pulang ke kampung halaman untuk mencari peruntungan. Sedangkan rumah warisan sang ayah di Jalan Rawabening dikontrakkan, kemudian Aris diasuh penuh oleh keluarga wak Eti dan tinggal bersama saudara sepupunya Yogi.

‘’Ketika menginjak kelas XI kami sudah masuk pagi hari, jadi paginya saya sekolah, kemudian siangnya saya bekerja di bengkel,’’ ucapnya. Memang saat itu biaya sekolahnya masih ditanggung wak Eti.

Tetapi lagi-lagi Aris tidak mau hanya menunggu dan mengharap belas kasihan semata. ‘’Kadang pas waktu pembayaran uang komite jatuh tempo, saya tak ingin meminta pada wak Eti, tak mungkinlah terus-terusan meminta. jadi saya diamkan saja sambil mengumpulkan uang dari hasil kerja untuk melunasi uang komite yang sudah mencapai tiga bulan,’’ terangnya.

Sumber: Riau Pos
Editor: Riki

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index