Mbah Mun, Generasi Terakhir Perajin Payung Kertas

Mbah Mun, Generasi Terakhir Perajin Payung Kertas

Riauaktual.com - Rasimun atau biasa dipanggil Mbah Mun terlihat sibuk dengan aktivitasnya di sebuah ruangan seluas 3 x 2 meter, Kamis (26/10/2017) sekitar pukul 11.00 WIB.

Dari balik kacamata yang dikenakan, dia tengah fokus melihat benda yang ada di depannya. Sementara tangannya yang sudah keriput memegang sebuah alat yang dia sebut 'ucek'.

Alat itu lalu digunakan oleh Mbah Mun untuk melubangi potongan kayu yang sudah diparas. Sebuah kayu yang nantinya menjadi bagian dari payung kertas yang sedang dibuatnya. "Ini kayu randu," katanya tiba - tiba sambil menunjukkan potongan kayu itu.

Tidak lama kemudian, pria yang sudah menginjak usai 90-an itu mengambil tumpukan bambu yang sudah diiris mirip potongan lidi. Ia lalu merangkainya, mengikatnya dengan tali untuk dijadikan kerangka payung kertas yang sedang dibuatnya.

"Asli payung orang jawa ya ini. Payung tempo dulu," katanya dengan logat jawa yang sangat kental.

Mbah Mun merupakan satu-satunya generasi pembuat payung kertas yang masih tersisa. Sebab, tidak ada generasi berikutnya yang mau menekuni kerajinan payung yang mirip persis dengan payung di masa kerajaan dulu.

Padahal, di awal kemerdekaan, kampung tempanya tinggal, yakni sebuah kampung di Jalan Laksamana Adi Sucipto Gang taruna 3 RT 4 RW 3 Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kota Malang merupakan pusat pembuatan payung kertas.

Bapak tujuh anak itu lalu menceritakan asal mula kampungnya menjadi sentra pembuatan payung kertas. Ketika itu, saat agresi militer Belanda sampai di Surabaya, sejumlah warga Tanggul Angin, Sidoarjo mengungsi ke Kota Malang, tepatnya di Kelurahan Pandanwangi.

Selama berada dalam pengungsian, warga Sidoarjo membuat payung kertas. Warga Pandanwangi yang melihat aktivitas itu lalu mempelajarinya dan ikut membuatnya. "Setelah orang Tanggul Angin pulang karena sudah aman. Orang di sini buat semua," katanya.

Saat itu, penjualan payung kertas masih laku keras. Sebab, payung kertas merupakan payung yang dipakai warga dalam keseharian untuk melindungi diri dari panas dan hujan. Hanya segelintir orang yang sudah menggunakan payung berbahan kain.

Namun, seiring berkembangnya waktu, kebiasaan warga mulai beralih. Payung kertas sudah digantikan perannya oleh payung berbahan kain. Hingga akhirnya, penjualan payung kertas menjadi terbatas hanya untuk kesenian dan budaya serta untuk pelaksanaan upacara adat tertentu. "Sampai sekarang hanya saya yang melanjutkan," katanya.

Membuat payung kertas tidak mudah. Banyak tahapan yang harus dilalui. Mbah Mun mengatakan, ada 62 tahapan yang harus dikerjakan untuk memulai pembuatan payung itu.

 

"Kerjaannya mulai 0 sampai jadi payung. Mulai motong bambu sampai jadi payung, ada 62 kerjaan (tahapan)," katanya.

Bagi Mbah Mun, payung kertas bukan sebatas kerajinan. Namun telah menyatu menjadi jati dirinya. Karenanya, ia setiap hari selalu memproduksi payung kertas. Meskipun, payung kertas saat ini hanya dibuat untuk upacara keagamaan dan tradisi tertentu. Tidak lagi sebagai alat untuk melindungi diri dari hujan.

"Sekarang biasanya dibuat sesajen, dibuat iring - iringan. Karena ini asli payung orang jawa," katanya.

Biasanya, Mbah Mun menjual payungnya dengan harga Rp 45.000 hingga Rp 50.000. Rata-rata pembelian payung kertas untuk proses upacara adat tertentu dan sebagai oleh-oleh.

Bahkan, tidak sedikit warga negara asing yang datang kepadanya hanya untuk memesan payung kertas untuk dibawa ke negaranya.

Menuai penghargaan

Tekad Mbah Mun untuk tetap membuat payung kertas menuai penghargaan. Dia dianggap telah berjasa melestarikan seni dan budaya Nusantara.

Salah satu penghargaan yang telah diterimanya adalah Piagam Penghargaan dari Kasunanan Surakarta, Sri Paduka Mangkunegoro IX pada 17 September 2017. Penghargaan itu diberikan atas dukungan dan peransertanya dalam melestarikan seni dan budaya Nusantara.

Mbah Mun juga mendapatkan piagam anugerah payung Indonesia atas dedikasi, komitmen dan konsistensinya dalam melestarikan payung tradisional Indonesia serta kontribusinya dalam sejarah payung Indonesia. (kompas.com)

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index