Diajak Kepala BNPT Menengok Manusia Seharga 1 Juta Dolar

Diajak Kepala BNPT Menengok Manusia Seharga 1 Juta Dolar
Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius (kiri) didampingi Direktur Deradikalisasi Prof Irfan Idris (kanan) foto bareng Umar Pathek (tengah). Ratna Susilo

Riauaktual.com - Kalau dada ini bisa dibelah, tapi tidak mati. Silakan lihat..."

Itu pernyataan Umar Pathek, untuk menggambarkan sikapnya kini, tulus mencintai Indonesia. Cinta merah putih.

Umar Pathek bukan teroris biasa. Dia termasuk jenis yang paling dicari polisi dunia. Salah satu perakit bom terbaik di dunia. Amerika menghargai kepalanya dengan satu juta US Dolar. Ditangkap di Pakistan tahun 2011, Umar Pathek dikembalikan ke Indonesia  dan dihukum 20 tahun penjara karena terlibat dalam sejumlah peristiwa pengeboman. Kini Umar ditahan di Lapas Porong, Jawa Timur.

Bagaimana rupa teroris yang sepak terjangnya ditakuti dunia itu? Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Suhardi Alius mengajak Rakyat Merdeka, Selasa (15/8) mengunjungi Umar Pathek di tempat penahanan.

Saat pertemuan terjadi, tubuh mungil Umar langsung saja memeluk erat Suhardi Alius. Sorot mata Umar sangat tajam, tapi airmukanya berseri-seri, senyumnya terus mengembang. Dia senang sekali dikunjungi Suhardi. Umar, kelahiran Pekalongan, berperawakan kecil, rambutnya keriting kemerahan dan berjanggut. Mukanya campuran Timur Tengah dan Jawa, dengan hidung yang mancung.

Sejak Februari lalu, Umar  menyampaikan keinginannya itu pada sahabatnya, Ali Fauzi. Mantan kombatan, yang kini memimpin Yayasan Lingkar Perdamaian, di Lamongan. Pesantren untuk mendidik anak-anak, janda, serta para istri yang suaminya masih dipenjara karena terorisme. Ali Fauzi ikut hadir di Lapas Porong, saat Suhardi berkunjung.

Kenapa Umar Pathek harus dikunjungi pejabat sekelas Kepala BNPT?

Sejak setahun terakhir rupanya Umar sudah berubah. Prilaku, perangai dan pandangan agamanya juga telah normal kembali. Dia bilang sekarang sadar dan ingin jadi warga negara yang baik. Umar malah sudah empat kali menjadi petugas pengibar bendera di Lapas.

Berdialog sekitar 20 menit, banyak hal terungkap. Umar ceplas ceplos. Dia tidak sungkan bicara apapun. Bahkan melucu. Di depan Suhardi, dia meledek Irjen Pol Hamidin, Deputi Bidang Internasional BNPT yang dikenal Umar sejak hari pertama ditahan Densus 88.

"Saya bersahabat (dengan Hamidin) sejak kombes. Tapi maaf nomor teleponnya terhapus. Karena data nama di hapeku, minimal pangkatnya bintang dua. Nah sekarang sudah bintang dua, saya minta lagi nomornya," canda Umar Pathek sambil ngakak. Hamidin tertawa.

Kepada Suhardi, Umar menyampaikan satu harapan, yaitu tentang status kewarganegaraan istrinya.

"Sampai sekarang istri masih dianggap warga negara Filipina, sehingga tidak bisa membuat KTP atau dokumen lain," katanya. Di sisi lain, keluarga yang mau mengurus takut karena masih ada stigma buruk kepada keluarga napiter.
"Saya mohon BNPT bisa membantu agar masyarakat
disadarkan. Napiter harus dirangkul, jangan diberi stigma negatif," katanya.

Menjawab keinginan itu, Suhardi mengatakan, segera menghubungi pihak-pihak terkait.

"Saya akan coba urus dan berkomunikasi dengan Instansi lain," respon Suhardi.

Umar Pathek mengaku kesulitan dengan dokumen menyangkut status perkawinannya. Maklum saja, saat menikahi istrinya, tahun 1998, di Kamp Abubakar, Mindanao, suasananya perang.

"Jadi ya tidak ada foto atau surat-surat pernikahan," kata  Umar Pathek. "Lha, itulah. Kok lagi perang bisa naksir perempuan," goda Suhardi.

Umar bercerita. Dulunya hendak dijodohkan dengan gadis-gadis pilihan Komandan atau ustad. Tapi dia malah jatuh hati pada gadis yang mualaf dan lahir dari keluarga kristen.

"Coba bayangkan, saat saya menikah, kanan kiri pendamping keluarga semuanya kristen," katanya.

Sudah 20 tahun menikah, Umar belum dikarunia anak. Dia dan istrinya sangat ingin ikut program bayi tabung.

"Kalau proses ini menunggu saya bebas, istri saya saat itu mungkin sudah menopuse," ujar Umar.

Itu bukan permintaan yang mudah. Baru pertama kali di Indonesia ada napi yang menyampaikan keinginan seperti itu. Di mata Suhardi, itu manusiawi, tapi tentu harus dibahas lebih dulu dengan instansi lain.

"Semua orang boleh punya masa lalu. Tapi juga boleh punya masa depan. Mari lupakan yang buruk di masa lalu dan kini merajut kebaikan untuk masa depan," kata Suhardi.

Saat jam makan siang, Suhardi disuguhi sate istimewa. Namanya Sate Umar Pathek, sate ayam dengan bumbu hasil racikan istri Umar Pathek. Suhardi sampai nambah makan dua kali. "Ini enak sekali," kata Suhardi. Dia mengajak Umar Pathek duduk semeja. Ada tujuh napiter yang ditahan di Lapas Porong. Empat napiter yang sudah sadar, yaitu Ismail Yamsehu, Asep Jaya dan Samsuddin alias Fatur, termasuk Umar ikut santap siang semeja dengan Suhardi Alius.

Mengakhiri kunjungannya di Lapas Porong, Suhardi berpesan dan berharap semoga para napiter yang sadar, betul-betul dari hatin yang tulus ikhlas.

Umar Pathek mengaku sadar karena sering terngiang kalimat yang diucapkan Rudi Sufahriadi perwira Densus 88 yang dulu menjemputnya di Pakistan.

"Sebesar apapun kesalahanmu,  kamu tetaplah anak bangsa yang harus diselamatkan." Brigjen Pol Rudi kini Kapolda Sulteng.

Pernyataan ini membekas. "Kalau cara pendekatannya seperti ini, maka untuk Merah Putih saya hormat dua kali," kata Umar.


Sumber : rmol.co

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index