Pemerintah Bisa Tutup Media Sosial Yang Tidak Kooperatif

Pemerintah Bisa Tutup Media Sosial Yang Tidak Kooperatif
ilustrasi

Riauaktual.com - Komisi I DPR RI mendukung langkah Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menutup beberapa media sosial yang dinilai tidak kooperatif dalam mendukung upaya pemerintah Indonesia menangkal konten berbau hoax, fake news, dan radikalisme dalam bentuk foto, tulisan hingga video.

"Kami meminta berbagai platform dan perusahaan media sosial untuk mendukung langkah pemerintah menangkal berbagai berita hoax yang menyesatkan dan menimbulkan ketidaktentraman di masyarakat. Terorisme semakin mengancam dan membahayakan seluruh orang, dan perekrutan dilakukan melalui media sosial dan berbagai berita menyesatkan. Kami ingin masyarakat mendapatkan informasi yang benar, bukan informasi yang provokatif," jelas Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid kepada wartawan, Minggu (16/7).

Menurutnya, hingga saat ini masih banyak tersebar konten radikal di internet. Tidak hanya melalui website dan pemberitaan online, namun juga memakai media sosial seperti Facebook, Instagram dan Youtube. Melalui media sosial, setiap harinya jaringan teroris bisa merekrut hingga 500 orang.

"Untuk itu, kami mendukung Kemenkominfo mengambil tindakan tegas membersihkan dunia maya dari konten radikalisme dan terorisme," kata Meutya, sebagaimana dikutip dari rmol.co.

Terkait dengan aplikasi pesan singkat Telegram, Meutya mengatakan bahwa sang penemu Telegram telah berjanji akan mengoreksi aplikasi tersebut dan lebih kooperatif dengan langkah pemerintah dalam menangkal gerakan-gerakan radikal maupun konten negatif.

Untuk itu, dia meyakinkan kepada masyarakat untuk tidak perlu khawatir.

"Jika sudah ada komitmen dan perbaikan sikap, saya rasa blokir dapat dibuka kembali oleh pemerintah," ujar Meutya.

Dia juga meminta kepada pemerintah untuk menyiapkan program literasi media kepada masyarakat, khususnya anak-anak muda. Melalui literasi media, masyarakat akan mampu menerjemahkankan berita yang diterima, sehingga kesalahpahaman tidak akan terjadi.

"Selain itu, masyarakat memahami sumber berita yang yang jelas validitasnya. Terakhir, masyarakat dapat menerima atau tidak isi berita tersebut dengan menggunakan logika," demikian Meutya.

Dalam Deklarasi Anti Radikalisme Perguruan Tinggi se-Jawa Barat di Universitas Padjajaran, Menkominfo Rudiantara mengatakan jika perusahaan platform media sosial tidak melakukan perbaikan dalam hal penutupan akun radikal maka pemerintah akan menutup akses platform tersebut.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index