Telegram diblokir, muncul petisi online

Telegram diblokir, muncul petisi online
ilustrasi (int)

Riauaktual.com - Netizen mulai gerah dengan sikap pemerintah terutama saat regulator mengancam akan membabat platform online yang dituding menyebarkan konten-konten radikalisme.

Paling anyar, layanan aplikasi chat Telegram diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Tak sekadar menjadi trending topik di jagad media sosial Twitter, petisi online mendesak pemerintah membatalkan pemblokiran Telegram pun muncul.

Petisi yang digaungkan oleh Dodi IR diposting kemarin, Jumat (15/7). sebagaimana dikutip dari Merdeka.com, saat ini petisi itu sudah lebih dari 11.000 netizen yang mendukung.

Dalam petisi tersebut, Dodi menuliskan, alangkah baiknya pemerintah menunjukkan upayanya dalam berkomunikasi dengan Telegram. Pasalnya, dia menganggap pihak layanan aplikasi chat itu pun aktif menanggapi laporan pemblokiran group pendukung terorisme.

"Laporan-laporan itu bahkan dilakukan proaktif oleh beberapa orang dari komunitas pengguna Telegram," tulisnya.

Langkah pemerintah ini, kata dia, tak jauh dari ibarat membakar lumbung padi yang ada tikusnya. Seharusnya pemerintah pun melakukan hal serupa dengan platform media lainnya seperti Facebook, WhatsApp, atau BBM. Masalahnya, di platform itu juga kerap terlihat konten-konten yang menebar kebencian.

"Bila Anda aktif di Facebook, Whatsapp, BBM, mungkin juga pernah melihat konten kebencian atau anti-NKRI dan sejenisnya yang melintas bebas dibagikan dan diteruskan ke khalayak luas," terang dia dalam petisinya.

Sementara, menurut Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel A. Pangerapan, pemblokiran Telegram lantaran banyak sekali kanal yang ada di layanan tersebut bermuatan propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, disturbing images, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

"Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ungkap pria yang akrab disapa Semmy ini.

Terlebih dilanjutkannya, mereka dianggap tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) untuk penanganan konten-konten yang melanggar hukum dalam aplikasi mereka.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index