Ayo dibaca, Situasi di pihak Ahok, kebetulan atau kesengajaan?

Ayo dibaca, Situasi di pihak Ahok, kebetulan atau kesengajaan?
ahok

Riauaktual.com - Sejak gelaran Pilkada putaran pertama usai, berbagai situasi semakin menguntungkan Basuki Tjahaja Purnama. Sebagain orang menilai jika ini adalah faktor kebetulan, sedangkan yang lain merasa ada tangan yang mengkreasi supaya kondisi berpihak ke Ahok.

Peristiwa-peristiwa yang secara politik menguntungkan bagi pencitraan Ahok untuk mengalahkan Anies Baswedan di putaran kedua 19 April mendatang dimulai dari kedatangan Raja Salman. Momentum ini tidak disia-siakan oleh para pendukung Ahok-Djarot untuk mengemas citra bahwa Raja Saudi (diasosiasikan representasi dari Islam) memberikan restu kepada Ahok.

Foto Ahok berjabat tangan dengan Raja diolah menjadi pencitraan yang sangat massif untuk membantu menghabisi citra buruk Ahok sebagai penista Islam. Tak bisa dipungkiri, momentum tersebut sekaligus menguatkan kesan keberpihakan Jokowi kepada Ahok.

Yang juga menguntungkan Ahok dalam kunjungan Raja Salman adalah diundangnya sejumlah tokoh yang berseberangan dengan Anies, seperti Yudi Latif, saat jamuan raja dengan tokoh lintas agama yang dipimpin Wapres Jusuf Kalla. Sebaliknya, penentang Ahok seperti ketua FPI, Habib Rizieq diabaikan. Padahal, ada satu sesi yang di dalamnya raja diberikan kesempatan bertemu secara khusus dengan tokoh-tokoh ormas Islam.

Selanjutnya adalah geger skandal korupsi e-KTP. Ahok yang saat itu menjadi anggota Komisi II DPR RI (Oktober 2009-Februari 2012) dicitrakan sebagai salah satu penolak proyek yang disebutnya sebagai pemborosan. Oleh para pendukung di media sosial, Ahok disebut sebagai pengusul supaya proyek e-KTP diserahkan ke BRI karena selain praktis, kartu bisa digunakan sebagai ATM sekaligus. Bagi BRI, biaya tak sampai seribu rupiah perkartu, sedangkan biaya e-KTP yang sekarang bermasalah itu menelan hingga belasan ribu per kartu e-KTP.

Dalam kisruh ini, Ahok mendapatkan untung besar karena namanya tidak/belum disebut menerima dana garongan. Pencitraan ini pasti sangat berperan besar mendukung keterpilihan Ahok.

Oleh karena itu, sebagain orang bertanya-tanya, mengapa kasus ini baru sekarang dimunculkan? Apakah pembongkaran megaskandal tersebut sengaja diulur untuk menunggu momentum guna kepentingan politik? Hanya mereka yang berkuasa dan Tuhan yang mengetahui segala isi hati.

Yang juga menguntungkan Ahok adalah serangan ke Sandiaga Uno, wakil Anies Baswedan. Sandi tiba-tiba diseret ke polisi terkait dugaan pencemaran nama baik yang terjadi pada 2013. Pada 7 November 2013, seorang perempuan bernama Dini Indrawati Septiani melaporkan pencemaran nama baik dan fitnah yang diatur dalam Pasal 310 KUHP dan Pasal 311 KUHP.

Peristiwa yang dilaporkan itu diduga terjadi pada 31 Oktober 2013 di Gelora Bung Karno. Yang ganjil adalah mengapa baru sekarang diungkit-ungkit lagi? Kalau ini sudah sangat jelas, tidak lain hanya untuk kepentingan menggerogoti elektabilitas Anies-Sandi di putaran kedua nanti. Ahok kembali meraup untung.

Peristiwa lain yang juga berpihak ke Ahok adalah pertemuan Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Jokowi. Setelah geger pernyataan SBY tentang “Lebaran Kuda”, presiden keenam RI itu menyebut dirinya dihalangi-halangi untuk bertemu Jokowi.

Beberapa waktu kemudian, tepatnya awal Pebruari, pihak Jokowi melalui Luhut menyebut SBY-Jokowi akan bertemu usai gelaran Pilkada DKI. Akan tetapi, ternyata keduanya bertemu lebih cepat.

Staf Khusus Presiden Johan Budi mengatakan jika yang mengajukan pertemuan adalah SBY melalui Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan pada 7 Maret, dan pertemuan dilangsungkan pada 9 Maret. Pertemuan SBY-Jokowi yang mepet dan bersamaan dengan dua kasus besar, yakni skandal e-KTP dan Pilkada DKI, membuat tanda tanya: membicarakan kasus e-KTP atau Pilkada?.

Namun, yang jelas, bertemunya SBY dan Jokowi dari kacamata Pilkada DKI sangat menguntungkan posisi Ahok, meskipun tim Ahok mengaku tak berharap dukungan SBY. Bagaimanapun, Jokowi adalah representasi PDIP yang mendukung Ahok, sedangkan SBY adalah ketua Partai Demokrat yang dalam Pilkada kali ini memilih di posisi abu-abu. Pada putaran pertama, jagoan Demokrat mendapat suara 17 persen. Suara ini tentu tidak kecil untuk menyingkirkan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.

Terakhir adalah bertemunya petinggi KPUD DKI dengan tim sukses Ahok. Ketua KPU Jakarta Sumarno, anggota Dahlia Umar dan Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti terpergok wartawan mengikuti rapat tim sukses Ahok di sebuah hotel di Mangga Dua, Jakbar pada 09 Maret.

Pertemuan ini dari sisi etika politik tentu cacat. Akan tetapi, peduli apa masyarakat dengan yang seperti ini, terutama jika kubu Anies kurang sigap mengemasnya sebagai komoditas kampanye. Mesranya hubungan “pihak berwenang” dengan kubu Ahok-Djarot ini tentu bukan hal sepele.

Orang pasti menduga-duga, jangan-jangan ada keberpihakan wasit dan penyelenggara pertandingan dengan salah satu kontestan. Jika ini benar, kemenangan hampir pasti di tangan—silakan mengaca skandal pengaturan skor pertandingan di liga PSSI. Pun, jika tidak ada kongkalikong, minimal ada kongtambahkong—bagaimanapun, orang hanya bisa kongkow ketika ada kedekatan. Tentu saja dari akrabnya KPU dan Bawaslu dengan kubu timses, Ahok pasti diuntungkan.




Penulis : Dhuha Hadiansyah
Sumber  : Rimanews


 

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index