Korupsi e-KTP dan balon besar KPK yang meletus

Korupsi e-KTP dan balon besar KPK yang meletus
ilustrasi

Riauaktual.com -  "Mudah-mudahan tidak ada guncangan politik yang besar karena nama yang disebutkan banyak sekali."

Kalimat itu disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo di Kantor Staf Presiden, 3 Maret lalu, atau sepekan menjelang sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Dua nama yang disebut terakhir adalah  mantan pejabat di Kemendagri.

Irman pernah menjabat sebagai dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil, dan Sugiharto pernah menjabat sebagai direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan. Mereka, kata Agus, mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang akan membantu KPK membongkar kasus, dalam hal ini kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP yang mencapai Rp 2,4 triliun atau separuh dari nilai proyek.

Tak terlalu jelas, alasan Agus berharap tidak ada guncangan politik dari kasus itu, tapi gaungnya telah menimbulkan polemik. Diusut sejak dua tahun yang lalu, KPK telah memeriksa sekitar 294 saksi, termasuk pejabat negara dan politisi.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, jaksa penuntut KPK, Irene Putri dalam dakwaannya, mengungkapkan nama-nama yang dimaksud oleh Agus.

Mereka adalah mantan ketua Fraksi Golkar, Setya Novanto (kini menjabat Ketua DPR); mantan ketua Fraksi Demokrat, Anas Urbaningrum;  mantan mendagri, Gamawan Fauzi ; mantan ketua Komisi II DPR, Chaeruman Harahap; mantan wakil ketua Komisi II, Ganjar Pranowo; mantan anggota Komisi II, Yasonna Laoly (sekarang menteri Hukum dan HAM), sekretaris jenderal Kemendagri, Diah Anggraeni; mantan ketua Banggar DPR, Melcias Markus Mekeng; tiga mantan wakil Banggar DPR yaitu Olly Dondokambey, Mirwan Amir, dan Tamsil Lindrung; anggota Banggar DPR, Agun Gunandjar Sudarsa.

Mereka semua dan juga seluruh mantan Komisi II DPR (2009-2014) disebut dalam BAP diduga telah menerima uang hasil korupsi proyek e-KTP dengan jumlah yang beragam. Media memberitakannya dengan gempa gempita. KPK mendapat tepuk tangan meriah.

Persoalannya, setelah semua nama-nama yang diduga menerima suap kasus proyek pengadaan e-KTP diungkap oleh KPK, apa yang akan dilakukan KPK selanjutnya? Apakah kasusnya kemudian akan menjadi kasus politik "via" KPK, yang dalam bahasa Agus disebut "mengguncang" itu, dan itu berarti berhenti hanya pada Irman dan dan Sugiharto?

Anggota Komisi II (2009-2014) ada 50 orang, ditambah anggota DPR lainnya dari Badan Anggaran, ketua fraksi dan sebagainya termasuk melibatkan partai, kasus korupsi e-KTP ini bisa melibatkan 80-an orang. Tentu, bila KPK mengusut mereka, maka itulah rombongan pesakitan dari Senayan yang paling banyak yang dicokok sepanjang sejarah KPK.

Pertanyaan lainnya adalah, siapa saja, 14 orang yang mengembalikan uang suap proyek pengadaan e-KTP ini ke KPK?  Mengapa KPK masih merahasiakannya dan tidak segera mengumumkannya ke publik? Apa yang “ditunggu” oleh KPK? Dan tidakkah maling yang mengembalikan hasil curiannya, tak berarti terbebas dari pidana?

Semua pertanyaan itu, mestinya dijawab oleh KPK bukan dengan pernyataan bahwa kasus e-KTP akan mengguncang politik nasional, seperti kata Agus itu. Publik tidak peduli politik elite akan terguncang atau hancur sekalian, karena sudah bosan dengan keberadaan garong-garong uang negara yang muncul di setiap rezim dan hanya berganti topeng dan cerita.

Yang diinginkan oleh publik adalah penegakan hukum seadil-adilnya, dan keterbukaan pengusutan termasuk pengusutan kasus korupsi e-KTP ini oleh KPK. Bukan penggiringan opini politik atau demi kepentingan politik tertentu, kecuali KPK hanya ingin seperti balon besar yang meletus, nyaring berbunyi, tapi semua orang kemudian tahu, isinya hanya angin. Tidak ada apa-apanya. Too big to fail.   



Sumber : rimanews

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index