Pakar ekonomi sebut sistem ekonomi dunia sudah rusak

Pakar ekonomi sebut sistem ekonomi dunia sudah rusak
ilustrasi

Riauaktual.com - Pengamat ekonomi politik dari Universitas Bung Karno Salamudin Daeng mengatakan dunia yang kita diami sekarang tengah dilanda kerusakan yang sangat mendasar.

"Seluruh analis ekonomi dan politik pasti sepakat bahwa dunia yang kita diami sekarang tengah dilanda badai dan turmoil yang hebat. Bukan sekedar ketidakseimbangan "unbalance" tapi kerusakan sistem yang sifatnya mendasar," katanya sebagaimana dikutip dari Rimanews melalui pesan media Sosial Whats Apps, hari ini.  

Bayangkan saja, Amerika Serikat negara yang memimpin globalisasi saja tengah menanggung utang yang besar dan sulit dibayangkan bagaimana mereka membayarnya.

Selain itu, negeri Tiongkok juga memiliki utang mencapai US$ 31,7 triliun jika utang ini runtuh maka seluruh Asia bahkan Afrika pecah berkeping keping akibat kejatuhan reruntuhan utang China.

Sementara itu, sejak kejatuhan harga minyak, Arab Saudi akhirnya juga membuka wajah krisis di negeri tersebut. Bahkan pada tahun 2015 Arab Saudi menjadi negara paling agresif dalam memperdagangkan surat utang.

"Kondisi fiskal Arab Saudi yang paling mengkhwaatirkan di dunia (one of the worst fiscal deficit), Tingkat defisit fiskal Arab Saudi pada tahun 2015 hampir mencapai 15 persen dari GDP mereka," tambahnya.

Salamudin memperkirakan harga minyak rendah tampaknya akan bertahan lama. Menurutnya Ada dua penyebab utama, Pertama China yang selama ini sebagai motor penggerak pertumbuhan global mengalami kontraksi yang besar. Pertumbuhan ekonomi negara tersebut tersisa 5-6 persen saja dari pertumbuhan double digit sebelum tahun 2010.

"Ekonomi China tidak mungkin tumbuh lagi. Namun sangat mungkin untuk jatuh lebih dalam. Kedua, Amerika Serikat sebagai konsumen minyak terbesar tidak lagi membutuhkan impor minyak dikarenakan negara ini mampu memproduksi seluruh kebutuhan minyak mereka. Bahkan disaat OPEC menurunkan kuota produksi minyak justru AS meningkatkan produksi mereka," tegasnya.

Amerika telah menendang minyak sebagai bahan bakar semata dan tidak lagi menjadi dasar bagi nilai mata uang dolar. Sama seperti era tahun 1970an ketika mereka menendang emas sebagai perhiasan semata. Dolar Amerika Serikat sudah semakin independen sebaga mata uang global.

"Dolar bahkan sudah tidak menggantungkan dirinya pada kebijakan Amerika Serikat. Melahirkan instrumen akumulasi sendiri melalui cara cara spekulasi," katanya.

Itulah mengapa terjadi buble finance. Uang begitu banyak, namun semua negara menanggung utang. Utang global sudah mencapai 150 persen dari PDB semua negara. Jumlah uang sudah melampaui 10 kali dari PDB dunia. PDB dunia 60 triliun dolar. Tapi produk pasar keuangan mencapai 600 triliun dolar lebih.

"Uang tidak lagi memiliki dasar. Emas bukan, minyak bukan, PDB bukan, negara juga bukan. Akibatnya uang mencari mekanisme pengamanan sendiri. Mencari ruang eksploitasi yang paling efektif," katanya.

Tetapi over produksi, over akumulasi dan buble finance capita, tidak lagi dapat diatasi dengan pembukaan pasar, liberalisasi barang publik, dan delegasi keuangan. Karena daya beli masyarakat dunia sudah jatuh.

"Orang sangat miskin mencapai 2 miliar manusia. Negara negara tidak sanggup lagi menyerap utang. Sebagian besar negara telah menanggung utang melebihi PDB mereka. Bahkan negara negara maju rata rata sudah di atas 100 persen PDB,"lanjutnya.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index