HPN 2017

Jokowi Pusing Berita Hoax di Media Sosial

Jokowi Pusing Berita Hoax di Media Sosial
ubernur Riau, H. Arsyadjuliandi Rachman bersalaman dengan Presiden RI Joko Widodo saat menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2017, di Ambon,

Riauaktual.com - Presiden Joko Widodo didampingi istri, Iriana Joko Widodo, menghadiri acara puncak Hari Pers Nasional ke-72 yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Lapangan Kepolisian Daerah (Polda) Tantui, Ambon. Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan saat ini media massa menghadapi tantangan yang sangat besar.

”Jagat media kini tengah menghadapi tantangan besar dengan hadirnya media sosial. Hal tersebut menimbulkan kegandrungan yang luar biasa,” kata Jokowi di Lapangan Kepolisian Daerah (Polda) Tantui, Ambon, Maluku, Kamis (9/2) kemarin dilansir tempo.co.

Menurut Jokowi, saat ini tidak ada masyarakat yang tidak berkecimpung dalam media sosial. Dari masyarakat biasa, pelajar, pejabat daerah, bahkan sampai presiden senang terjun ke media sosial. “Ada yang suka main tweet,” ucap Jokowi, lalu diam sejenak. “Lalu ada Instagram, Path, dan Facebook. Semuanya gandrung.”

Adanya kegandrungan tersebut, Jokowi mengatakan, akan berakibat pada media arus utama atau mainstream. Menurut Jokowi, media harus mampu beradaptasi. Pasalnya, kata dia, mereka yang tidak mampu beradaptasi memiliki kecenderungan akan berguguran satu per satu.

Adapun Jokowi menuturkan kehadiran medsos, khususnya berita hoax, juga turut memusingkan pemerintah. Menurut Jokowi, dirinya mendengar keluhan yang sama dari beberapa pemimpin negara lain.

Dikesempatan tersebut, Jokowi menyampaikan rasa optimisnya, meskipun digempur media sosial, media mainstream atau media arus utama tidak akan hilang, sebagaimana radio yang tidak hilang dengan adanya televisi. Keduanya akan sama-sama eksis karena bisa saling melengkapi untuk memenuhi dahaga masyarakat akan informasi.

“Media sosial tumbuh karena kecepatan, karena dinilai aktualitas, sementara media arus utama, media mainstream menonjol karena akurasi, karena kedalaman materi-materinya,” katanya.

Dijelaskan Presiden, digitalisasi proses komunikasi membuat setiap orang, setiap individu kini bisa menjadi produser berita. Semuanya bisa memberitakan apa yang dia lihat, apa yang dia alami, sehingga setiap saat di media sosial dibanjiri berita.

“Ada berita yang obyektif, yang aktual, ada yang kritik yang baik, tapi banyak juga berita bohong, hoax, yang mengganggu akal sehat kita. Ada berita yang membuat kegaduhan, banyak berita yang penuh dengan caci maki, penuh dengan fitnah, memecah belah masyarakat, dan bahkan mengancam persatuan bangsa,” ungkap Presiden.

Namun Presiden meyakini, ini nantinya justru akan semakin mendewasakan, mematangkan, dan membuat bangsa Indonesia menjadi tahan uji. Karena itu, lanjut Presiden, tidak perlu mengeluh kalau mendengar kabar yang ada di media sosial, karena hal ini juga fenomena semua negara.

Yang harus kita lakukan bersama, tutur Presiden Jokowi, adalah menghentikan berita bohong, hoax, dan yang memecah belah. “Berita-berita fitnah harus kita hadapi,” tegasnya.

Dalam kondisi demikian, menurut Presiden, seharusnya media arus utama atau media mainstream, harus mampu meluruskan hal yang bengkok-bengkok, serta menjernihkan kekeruhan yang terjadi di media sosial, bukan ikut larut dan malah memungut isu-isu yang belum terverifikasi di media sosial sebagai bahan berita.

“Media arus utama, media mainstream tidak boleh runtuh dalam menjunjung tinggi etika jurnalistik, yang menuntut faktualitas, yang menuntut obyektivitas, yang menuntut disiplin dalam melakukan verifikasi,” tutur Presiden Jokowi.

Untuk itu, Presiden mengapresiasi upaya-upaya Dewan Pers yang melakukan verifikasi terhadap perusahaan media massa, baik cetak, maupun elektronik.
Selain menjamin profesionalitas dan perlindungan terhadap wartawan, menurut Presiden Jokowi, dengan adanya verifikasi tersebut, maka masyarakat juga bisa tahu media mana yang bisa dijadikan rujukan dan bisa dipercaya dalam pemberitaan.

Sementara itu, Gubernur Riau (Gubri) H Arsyadjuliandi Rachman bertolak ke Ambon, Maluku untuk ikut menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2017.

Pada momen yang membahagiakan para pekerja pers ini, banyak harapan yang disampaikan Gubri. Misalnya, pers harus lebih profesional dan mandiri, sehingga punya independensi dalam bekerja.

"Pers ini kan salah satu pilar demokrasi. Tanpa kehadiran pers di tengah masyarakat, demokrasi kita akan pincang karena tidak ada check and balance. Hilang fungsi kontrol," ucapnya.

Namun dalam menjalankan fungsi kontrol, pers tentu harus bekerja secara objektif dan cover both side. Tidak tendensius apalagi sudah sampai tahap
"memvonis". "Fungsi kontrol itu sangat penting, tapi harus objektif dan memberi kesempatan kedua pihak untuk memberi penjelasan (cover both side). Jadi tidak hanya sepihak," harap Gubri.

Gubri menyadari bahwa masih banyak media yang lebih suka bad news (berita negatif) dibanding good news (berita positif). Adagium "bad news is good news" masih banyak mempengaruhi pekerja pers.

"Tapi sekarang kita sangat perlu menumbuhkan dan meningkatkan optimisme di tengah masyarakat. Kalau setiap hari masyarakat disuguhi berita negatif, yakinlah masyarakat akan semakin pesimis dan apatis. Ini barangkali perlu menjadi bahan evaluasi kita semua," harapnya lagi.

Gubri juga sangat berharap media mendukung kinerja pemerintah. Berbagai progres pembangunan yang digesa pemerintah hendaknya sampai ke masyarakat. "Dalam hal ini peran media tentu sangat kita harapkan," ucapnya.

Gubri juga menyinggung soal berita hoax yang saat ini marak di masyarakat. Menurut Gubri, pers punya cara meluruskan berita-berita hoax tersebut melalui pemberitaan yang lebih terpercaya.

"Media kalau menurunkan suatu berita kan melalui banyak verifikasi. Tentu beritanya lebih valid dan terpercaya," sebutnya.

Gubri selanjutnya mengucapkan selamat atas HPN Tahun 2017 semoga pers lebih jaya dan lebih terpercaya.

Jadi Evaluasi

Sebelumnya Ketua Umum PWI Margiono dalam sambutannya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Presiden dan Ibu Negara yang hadir dalam puncak HPN di Ambon.

“Senang kalau punya acara dihadiri Presiden, tidak ada acara yang tidak senang, yang paling top kalau acara itu dihadiri oleh Presiden. Yang lain tidak penting, tenda panas, kekurangan-kekurangan tidak penting,” kata Margiono seraya menyampaikan kesenangan keluarga besar wartawan Indonesia karena HPN di Ambon, Gubernur, Wakil Gubernur, Ketua DPRD, Pangdam, dan Kapolda juga baik.

Menurut Ketua Umum PWI itu, HPN jadi evaluasi dan koreksi bagi insan pers.
“Silakan Presiden mengoreksi, termasuk dimarahi. Itu tanda sayang,” ungkap Margiono dikutip dari setkab.go.id.

Dari masyarakat sendiri, lanjut Margiono, ada koreksi bagi pers nasional, yaitu menyangkut independensi, kode etik, dan banyak pimpinan pers jadi pimpinan partai politik.

“Itu tugas Dewan Pers. Kalau PWI suruh mengingatkan para pemilik, seperti Chairul Tanjung, Surya Paloh, Harry Tanoe enggak bisa,” ungkap Margiono.

Ketua Umum PWI itu lantas mengisahkan pertemuannya dengan Surya Paloh, pemilik Media Indonesia Group yang selalu memanggilnya “No”, dan bicara cukup 5 menit lalu merangkulnya berjalan keluar pintu.

Puncak Peringatan HPN 2017 itu dihadiri oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Perhubungan Budi K. Sumadi, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index