Kontribusi Kakao Jatim ke Nasional Hanya 32 Ribu Ton/Tahun

Kontribusi Kakao Jatim ke Nasional Hanya 32 Ribu Ton/Tahun
Ilustrasi kakao.
EKONOMI (RA) - Kontribusi Jawa Timur (Jatim) terhadap kakao nasional hanya lima persen atau 32 ribu ton dari produksi nasional sebanyak 720 ribu ton. Untuk meningkatkannya, Dinas Perkebunan (Disbun) Jatim mengembangkan areal kakao seluas 50 hektare (ha) lahan perkebunan kakao yang tersebar di beberapa daerah di Jatim seperti di Kabupaten Blitar, Pacitan, Malang, Trenggalek, dan Bondowoso.
 
"Kami juga akan menambah lahan 50 ha per tahun untuk mengembangkan kakao di Jatim. Target kami akan mengembalikan produksi di atas 30 ribu ton per tahun," kata Kepala Disbun Jatim, Moch Samsul Arifien, Minggu, 28 Agustus.
 
Samsul mengakui, sejauh ini Indonesia masih menguasai 95 persen ekspor kakao di ASEAN. Kata dia, kakao merupakan salah satu komoditi unggulan yang penting dalam pembangunan subsektor perkebunan. Manfaatnya, untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai komoditi ekspor penghasil devisa negara.
 
"Di Jatim, komoditi kakao merupakan komoditi strategis untuk mengangkat martabat masyarakat dengan meningkatkan pendapatan petani perkebunan dan tumbuhnya sentra ekonomi regional," katanya.
 
Komoditi kakao dikembangkan pada Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PTPN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Sentra pertanaman kakao pada Perkebunan Rakyat di Jatim seluas 32.010 ha terbagi atas Kabupaten Madiun 4.784 ha, Pacitan 4.192 ha, Trenggalek 3.975 ha, Blitar 3.537 ha, serta 18 kabupaten lain di Jatim seperti Ponorogo, Malang, dan lain-lain.
 
Produksi kakao pada Perkebunan Rakyat sebesar 14.730 ton, dengan produktivitas rata-rata 913 kg/ha/tahun biji kering. Kondisi tanaman kakao yang tua/rusak (TT/TR) seluas 913 Ha, tanaman belum menghasilkan (TBM) seluas 14.752 Ha, dan Tanaman menghasilkan (TM) seluas 16.129 Ha. "Melihat kondisi itu, maka ada harapan yang menarik untuk produksi kakao di Jatim," jelasnya.
 
Kakao di Provinsi Jatim, lanjut dia, sudah masuk dalam komoditas perkebunan strategis. Selaku pengelola, Disbun Jatim terus berupaya meningkatkan konsumsi kakao. Selain meningkatkan konsumsi, juga meningkatkan produksi.
 
"Konsumsi kakao di Indonesia baru 0,3 kg/kapita/tahun. Nilai itu sangat sedikit jika dibandingkan dengan konsumsi kakao di negara lain. Misalnya di Eropa konsumsi kakao mencapai 10-15 kg/kapita/tahun, lalu Malaysia dan Singapura sebesar 1 kg/kapita/tahun," tuturnya.
 
Untuk meningkatkan konsumsi, pihaknya akan membuat program minum kakao seperti minum kopi. Dengan program itu, Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kakao tidak akan kalah dari negara lain. Selama ini, kakao dari Indonesia diolah negara lain menjadi produk makanan dan kecantikan. "Ada sabun, minuman, sampai pada makanan," pungkasnya. (metrotvnews.com)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index