Terkait rasio elektrisifikasi ketenagalistrikan

Kadis ESDM: Ada 400 Desa yang Belum Menikmati Listrik

Kadis ESDM: Ada 400 Desa yang Belum Menikmati Listrik
ilustrasi

RIAU (RA) - Terkait rasio elektrisifikasi ketenagalistrikan, menurut Kadis, semua orang tentu menginginkan 100 persen, namun kondisi di daerah Provinsi Riau saat ini sesungguhnya baru mencapai sekitar 68 persen, artinya kita masih punya sekitar 400 desa yang belum menikmati listrik, dari 1800 desa yang ada di Provinsi Riau.

"Kalau kita persentasekan penduduk kita, 30 persen yang belum menikmati listrik, karena rasio kita baru di 68 atau 70 persen. dimana penduduk kita ada 6 juta lebih, jadi ada 2 jutaan penduduk Riau yang belum menikmati listrik,," ujar Kepala Dinas ESDM Provinsi Riau Syahrial Abdi AP.M.Si ketika ditemui diruang kerjanya.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah Riau ini, meskipun kewenangan listrik berada di BUMN, PLN dalan hal ini, tapi, karena listrik menjadi kebutuhan dasar, maka kepala daerah, pemerintah provinsi, dibolehkan untuk membantu hal ini.

Jadi kita mensuport jaringan tiang listrik dan segala macamnya, kalau untuk lisdes (listrik desa), jangkauan kerumah-rumah itu menjadi kewenangan PLN. Nah ketika PLN hanya mampu sampai ke suatu titik, sementara kedalam masyarakat ada ribuan orang yang membutuhkan listrik inilah yang kita jembatani, kita siapkan jaringan untuk menjangkau kesana, atau aksessibilitasnya dan PLN yang menyambung ke sana.

Jadi mau tidak mau, PLN itu juga menjadi mitra utama kita dan PLN juga sangat berkepentingan dengan kita, inilah yang kita cari bentuk yang pas, kalau perlu nanti, perencanaan  tentang ketenagalistrikan atau RUPTL sampai tahun 2035 kita duduknya bersama, sekarangkan tidak, masing-masing, itulah yang akan kita lakukan kedepan dan kita juga sudah punyai IT dan segala macamnya.

Terkait daya ketenagalistrikan yang ada saat ini, menurut Syahrial Abdi, ada logika terbalik yang dilakukan saat ini, kita terjadi devisit itu hampir 100 MW, untuk provinsi Riau, Sekarang P3B, atau pengatur beban itu ada di Pekanbaru, dulu ada disumatra barat, tapi sekarang ada di Pekanbaru.

Secara logikanya, untuk mengurangi kekurangan daya tersebut kita melakukan pembangunan pembangkit, maka adanya PLTU Tenayan Raya, ada PLTG rencananya, Pendapat ini mungkin keliru, karena kita bandingkan dengan sumatra barat, dimana mereka bukan memperbanyak pembangkit tapi memperbanyak gardu induk dan jaringan transmisi, mereka punya 16 gardu Induk, dan kita hanya punya 8, tapi kita mempunyai pembangkit, 2x 100 MW dan lainnya, Untuk Peranap saja kita punya 600 MW.

Untuk menjangkau atau aksesibilitas itu, justru diperlukan gandu induk dan jaringan transmisi, Idealnya kita mempunyai 18 gardu induk untuk Provinsi Riau ini. Jadi ketidak keterjangkauan listrik ke daerah tersebut justru diperlukan gardu Induk.

Kalau daya, karena kita memakai sistem sumatra, itu dimanapun pembangkit, mau di Medan, di Lampung atau daerah lainnya, dia masuk kedalam sistem sumatra, Jadi PLTU Tenayan Raya Ini bukan langsung manfaatknya langsung untuk kita, tapi PLTU untuk masuk dulu kesistem sumatra, dan ketika membagi gardu induk inilah yang punya peran.

"Jadi semakin banyak gardu Induk dan semakin tersebar titiknya, maka semakin luas jangkauannya, Jadi itulah logika yang saya katakan tadi terbalik," jelasnya.

Kalau kita kuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, jangkau dengan gardu induknya, seperti Inhil seharusnya ada tiga titik gardu induknya karena ada kepulauan, Meranti dan lainnya dan dengan bangunan transmisi.

"Jadi sebanyak apapun PLTU dan PLTA atau sebanyak apapun pembangkit ada di daerah ini, kalau gardu induknya tidak dibangun maka kemana mau mentransmisikan listriknya. Jadi ini yang sekarang kita dorong," ungkapnya. (ang)
 

Ikuti RiauAktual di GoogleNews

Berita Lainnya

Index